Hadapi Masa Pubertas Remaja Wanita
A
A
A
MASA puber merupakan masa yang paling kritis bagi remaja, terutama remaja putri. Masa ini akan memengaruhi pembentukan self-esteem atau jati diri mereka.
Jika orang tua tidak memperhatikan perkembangan anak-anak mereka selama masa pubertas, bukan tidak mungkin nantinya mereka akan tumbuh jadi wanita yang tidak memiliki karakter dan jati diri yang kuat atau low self-esteem . Pada dasarnya masalah pubertas pada remaja putri sangat bervariatif yang hampir semua situasi yang mereka hadapi merupakan situasi yang baru pertama kali mereka hadapi.
Masalah yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri dapat memengaruhi kondisi remaja putri itu sendiri. “Pada suatu masa, mereka harus menghadapi tuntutan keluarga, pendidikan, lingkungan pergaulan, bahkan diri sendiri. Tuntutan ini kadang membuat mereka merasa tidak percaya diri dan tidak berani mengeksplorasi kelebihan yang mereka miliki,” ungkap Vera Itabiliana Psi, seorang psikolog anak dan remaja sekaligus tergabung dalam Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia.
Menurut Vera, dalam masa pubertas dan pencarian jati diri ini kerap menemukan hambatan bagi remaja itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada masa tersebut, para remaja seolah-olah dihadapkan pada banyak tugas, pertanyaan, dan rasa penasaran yang harus dihadapi. Belum lagi masa pubertas merupakan masa peralihan atau transisi menuju wanita dewasa.
Beberapa tugas yang harus mereka lewati saat proses transisi ini, antara lain melewati masa pubertas, mampu membawa diri dalam pergaulan, menghadapi tekanan dari kelompok pergaulan (peer pressure ), dan membentuk identitas diri. Mereka juga harus menjalani masa pendidikan, menentukan karier dan cita-cita masa depan, serta belajar mengenal nilai-nilai dalam peran orang dewasa.
Bagi sebagian remaja putri, masa-masa ini menimbulkan gejolak dalam pikiran mereka. “Banyak remaja kerap kebingungan apa yang harus mereka lakukan saat berhadapan dengan situasi tertentu. Belum lagi persoalan lain seperti kebanyakan dari mereka belum tahu potensi dan nilai positif dari dalam diri mereka sehingga mereka tidak memiliki karakter dan jati diri yang kuat atau low self-esteem ,” tambah Vera saat ditemui dalam konferensi pers Marina FUNtastic You bertajuk “Berbagi Inspirasi Positif” di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Beberapa penyebab lain yang membuat remaja putri terjebak dalam masalah low self-esteem , di antaranya adanya perbenturan gagasan antara dirinya dengan orang lain (conflicting message ). Maksudnya, dalam fase ini mereka kerap berbenturan dengan apa yang diinginkannya dengan apa yang diinginkan lingkungannya seperti orang tua, guru, teman, dan pihak lain.
Selain itu, beberapa situasi merupakan hal pertama dalam hidupnya, seperti menentukan citacita, rencana masa depan, persolan percintaan, dan lainnya. Belum lagi jika dia memiliki beberapa peran yang menuntutnya harus bertanggung jawab lebih. Masalah-masalah tersebut dinilai berat bagi wanita yang masih berusia remaja. Permasalahan tersebut bukan tanpa solusi.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan para remaja wanita tersebut. Orang tua harus mengajak anaknya untuk mengenali dirinya sendiri. Dengan begitu, dia tahu potensi dan nilai positif yang ada di dalam dirinya. Selain itu, buat daftar kelebihan dan kekurangan diri sebagai alat ukur diri sendiri. Jika tidak memungkinkan, minta bantuan orang tua atau rekan sebaya untuk melakukannya. Tahap selanjutnya, ajak anak cari teman untuk berdiskusi.
Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan para remaja berdiskusi dengan orang tua sendiri, saudara kandung, atau guru terdekat. “Pada tahap ini, sangat dianjurkan untuk berdiskusi dengan orang yang lebih dewasa dan telah melewati masa pubertas. Dengan harapan, mereka dapat saling bertukar pikiran dan belajar dalam menghadapi situasi tertentu,” ungkap Vera.
Selanjutnya, perlu ditanamkannya sikap asertif pada remaja. Dengan tujuan mereka dapat menentukan sikap dalam menghadapi situasi tertentu. Kemudian, mulai ajak mereka untuk merencanakan target dan langkah terkait masa depan mereka di masa mendatang. Orang tua juga perlu memahami apa yang dibutuhkan seorang remaja ketika memasuki masa transisi menuju dewasa. Mereka butuh penerimaan dari lingkungan tentang apa adanya diri mereka.
Selain itu, mereka butuh dukungan untuk mengembangkan diri sesuai dengan minat bakat mereka. Selanjutnya, para remaja tersebut butuh kesempatan untuk mencoba hal baru dan mengembangkan potensi diri. Adapun yang tidak boleh dilupakan, yaitu memberikan apresiasi terhadap apa pun yang mereka capai dengan usaha terbaik yang telah mereka lakukan.
“Jika penerimaan, dukungan, kesempatan, serta apresiasi telah diperoleh, bukan tidak mungkin para remaja putri dapat membentuk karakter dan jati diri yang kuat,” tutur Vera.
Larissa huda
Jika orang tua tidak memperhatikan perkembangan anak-anak mereka selama masa pubertas, bukan tidak mungkin nantinya mereka akan tumbuh jadi wanita yang tidak memiliki karakter dan jati diri yang kuat atau low self-esteem . Pada dasarnya masalah pubertas pada remaja putri sangat bervariatif yang hampir semua situasi yang mereka hadapi merupakan situasi yang baru pertama kali mereka hadapi.
Masalah yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri dapat memengaruhi kondisi remaja putri itu sendiri. “Pada suatu masa, mereka harus menghadapi tuntutan keluarga, pendidikan, lingkungan pergaulan, bahkan diri sendiri. Tuntutan ini kadang membuat mereka merasa tidak percaya diri dan tidak berani mengeksplorasi kelebihan yang mereka miliki,” ungkap Vera Itabiliana Psi, seorang psikolog anak dan remaja sekaligus tergabung dalam Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia.
Menurut Vera, dalam masa pubertas dan pencarian jati diri ini kerap menemukan hambatan bagi remaja itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada masa tersebut, para remaja seolah-olah dihadapkan pada banyak tugas, pertanyaan, dan rasa penasaran yang harus dihadapi. Belum lagi masa pubertas merupakan masa peralihan atau transisi menuju wanita dewasa.
Beberapa tugas yang harus mereka lewati saat proses transisi ini, antara lain melewati masa pubertas, mampu membawa diri dalam pergaulan, menghadapi tekanan dari kelompok pergaulan (peer pressure ), dan membentuk identitas diri. Mereka juga harus menjalani masa pendidikan, menentukan karier dan cita-cita masa depan, serta belajar mengenal nilai-nilai dalam peran orang dewasa.
Bagi sebagian remaja putri, masa-masa ini menimbulkan gejolak dalam pikiran mereka. “Banyak remaja kerap kebingungan apa yang harus mereka lakukan saat berhadapan dengan situasi tertentu. Belum lagi persoalan lain seperti kebanyakan dari mereka belum tahu potensi dan nilai positif dari dalam diri mereka sehingga mereka tidak memiliki karakter dan jati diri yang kuat atau low self-esteem ,” tambah Vera saat ditemui dalam konferensi pers Marina FUNtastic You bertajuk “Berbagi Inspirasi Positif” di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Beberapa penyebab lain yang membuat remaja putri terjebak dalam masalah low self-esteem , di antaranya adanya perbenturan gagasan antara dirinya dengan orang lain (conflicting message ). Maksudnya, dalam fase ini mereka kerap berbenturan dengan apa yang diinginkannya dengan apa yang diinginkan lingkungannya seperti orang tua, guru, teman, dan pihak lain.
Selain itu, beberapa situasi merupakan hal pertama dalam hidupnya, seperti menentukan citacita, rencana masa depan, persolan percintaan, dan lainnya. Belum lagi jika dia memiliki beberapa peran yang menuntutnya harus bertanggung jawab lebih. Masalah-masalah tersebut dinilai berat bagi wanita yang masih berusia remaja. Permasalahan tersebut bukan tanpa solusi.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan para remaja wanita tersebut. Orang tua harus mengajak anaknya untuk mengenali dirinya sendiri. Dengan begitu, dia tahu potensi dan nilai positif yang ada di dalam dirinya. Selain itu, buat daftar kelebihan dan kekurangan diri sebagai alat ukur diri sendiri. Jika tidak memungkinkan, minta bantuan orang tua atau rekan sebaya untuk melakukannya. Tahap selanjutnya, ajak anak cari teman untuk berdiskusi.
Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan para remaja berdiskusi dengan orang tua sendiri, saudara kandung, atau guru terdekat. “Pada tahap ini, sangat dianjurkan untuk berdiskusi dengan orang yang lebih dewasa dan telah melewati masa pubertas. Dengan harapan, mereka dapat saling bertukar pikiran dan belajar dalam menghadapi situasi tertentu,” ungkap Vera.
Selanjutnya, perlu ditanamkannya sikap asertif pada remaja. Dengan tujuan mereka dapat menentukan sikap dalam menghadapi situasi tertentu. Kemudian, mulai ajak mereka untuk merencanakan target dan langkah terkait masa depan mereka di masa mendatang. Orang tua juga perlu memahami apa yang dibutuhkan seorang remaja ketika memasuki masa transisi menuju dewasa. Mereka butuh penerimaan dari lingkungan tentang apa adanya diri mereka.
Selain itu, mereka butuh dukungan untuk mengembangkan diri sesuai dengan minat bakat mereka. Selanjutnya, para remaja tersebut butuh kesempatan untuk mencoba hal baru dan mengembangkan potensi diri. Adapun yang tidak boleh dilupakan, yaitu memberikan apresiasi terhadap apa pun yang mereka capai dengan usaha terbaik yang telah mereka lakukan.
“Jika penerimaan, dukungan, kesempatan, serta apresiasi telah diperoleh, bukan tidak mungkin para remaja putri dapat membentuk karakter dan jati diri yang kuat,” tutur Vera.
Larissa huda
(ftr)