Rangsangan Visual

Jum'at, 15 Mei 2015 - 07:22 WIB
Rangsangan Visual
Rangsangan Visual
A A A
Adalah hal yang manusiawi, manusia itu, terutama perempuan, titik kelemahannya adalah rangsangan visual. Sering banget kan kita tergoda membeli sesuatu yang sebenarnya sama sekali tidak kita butuhkan.

Namun, kita bisa langsung segera membelinya sesaat setelah melihatnya cantik terpajang di window display di butik kesayangan. Dosa-dosa kecil ini terjadi berkali-kali dan selalu terampuni. Pernah juga terjadi, gara-gara suasana butiknya yang tidak nyaman, pencahayaan yang tidak tepat, display yang jauh dari menarik, malah bikin sulit para pembelinya untuk menikmati suasana dan memilih item yang disukai.

Beberapa hari lalu, saya jalan-jalan di butik Zara yang terletak di Plaza Senayan (PS). Label ini sebenarnya adalah merek kesayangan saya. Kalau wardrobe closet saya digeledah, mungkin setengah isinya barang-barang dari merek ini dan sejumlah merek dari grup yang sama, Inditex. Mungkin boleh dibilang saya “addict” sama merek ini, tapi saya sama sekali tidak di-endorse sama merek ini loh!

Rasanya nyaris tidak ada gerai label ini di Jakarta yang tidak pernah tidak saya kunjungi, mulai merek ini pertama kali membuka gerainya di Indonesia. Saya juga kerap mengunjungi beberapa gerainya di negeri asalnya, Spanyol. Jadi, saya tahu standar desain interior dan pencahayaan di butik-butik merek ini.

Hanya merek ini yang sanggup membuat saya selama satu trip kunjungan di Barcelona dan Madrid membeli 60 helai baju dan aksesori buat saya, ketiga pangeran kecil saya, dan last but not least , asisten saya. Koleksi teranyar, harga yang bisa 1/3 dari harga di Indonesia adalah “excuse” terbaik untuk lepas kendali. Lepas kendali adalah suatu hal yang bisa diterima di gerai-gerai merek ini di Spanyol.

Nah, saat kemarin berkunjung ke butik yang di PS, beda banget dengan gerai-gerai lainnya. Pencahayaannya remang-remang dan lampunya kekuning-kuningan, sungguh saya merasa terganggu dengan pencahayaannya. Selain bikin mata tidak enak, juga membuat warna-warna bajubaju cantik jadi tidak “stands out”, malah semua warnanya jadi kekuningkuningan karena tertimpa cahaya lampunya.

Saya tuh heran banget, padahal gerai-gerai yang lain tidak seperti ini loh. Adapun yang juga sangat mengganggu mata dan gairah belanja saya adalah cara display -nya. Bajubajunya dijejelin di satu “hanger” berhimpitan. Sungguh tidak sedap dipandang, menyulitkan pembeli untuk memilih dengan nyaman dan mudah. Nah yang paling parah, gerai ini lebih terlihat seperti department store murahan. Sayang banget kan, padahal baju-bajunya cantik banget.

Saya suka nyaris semua item dalam setiap koleksinya dan semua orang tahu rasanya merek ini, juga bukan merek yang murah. Beda banget dengan gerai merek ini di Mal Kota Kasablanka yang luas. Terang benderang, pencahayaannya putih terang sehingga semua baju terlihat sangat cantik dan seakan menjerit minta dibeli sama semua perempuan cantik yang masuk ke butik ini.

Begitu juga window display -nya cantik, terang walau tata letaknya simpel dan minimalis. Window display di pintu masuknya dengan sederetan manekin keren yang mengenakan koleksi teranyar dari brand ini mirip seni instalasi seni postmodern, saya suka banget. Konsep seperti ini membuat setiap pengunjungnya semakin bergairah di gerai itu.

Nah yang terjadi di gerainya di Plaza Senayan sungguh berbeda, yang ada malah pengin cepat keluar dari gerai. Selain karena pencahayaannya yang mengganggu, juga tidak ada yang sanggup menggoda pembelinya, baik di window display -nya yang terlihat buram. Tidak ada display yang menarik di pintu masuknya. Hanya di gerai Plaza Senayan, saya tidak keluar membawa jinjingan shopping bag .

Biasanya selalu saja ada jinjingan yang saya bawa keluar dari setiap gerai brand ini yang saya masuki. Masuk ke gerai brand ini buat saya seperti penyerahan diri terindah! Halahhhh lebay ! Heran banget ya, brand -nya sama, tapi dua gerai itu berbeda sekali. Sungguh disayangkan, mengingat “crowd traffic” di Plaza Senayan adalah salah satu yang terbaik, baik di kelasnya dan juga jumlahnya di Jakarta.

Hal ini sungguh amat disayangkan! Rangsangan visual selalu berhasil membuat semua yang pada dasarnya tidak penting menjadi terasa penting sekali untuk dibeli saat itu juga. Itu sering tidak disadari para pelaku ritel di Indonesia. Masih banyak para pelaku ritel, para pemegang sejumlah merek internasional yang membuka butiknya di Indonesia yang tidak peduli dengan desain interior dan aspek “visual merchandising” butiknya.

Padahal, di negara-negara yang ritelnya sudah lebih maju, desain interior dan visual merchandising sudah jadi perhatian dan kajian tersendiri. Sering mereka tidak menyadari, hal yang sering terlihat seperti remeh-temeh menjadi begitu penting buat kelangsungan usaha mereka. Di Jakarta, meski bukan big fans karena masih termasuk mahal buat saya, saya paling suka sama semua gerainya Kate Spade.

Window display -nya cantik, nyaman banget, dan serasa bertamu ke rumah seseorang. Sofanya selalu nyaman untuk diduduki, pencahayaan dan peletakan display -nya selalu tepat dan menggoda pengunjungnya. Setiap item yang dijual di toko ini di-display dengan konsep yang terlihat dirancang sedemikan rupa. Terlihat jelas keindahannya karena dipajangnya tidak pernah dijejelin atau ditumpuk-tumpuk tanpa cita rasa sama sekali.

Merek ini berhasil membuat pengunjungnya yang tadinya sama sekali tidak niat membeli apa pun, masuk hanya karena tertarik melihat window display dan desain interiornya dari luar, dan keluar dengan membawa “dosa terindah” hari itu. ThatThats the real retail industry . You tease me, you got my money ! Love, Miss Jinjing

MISS JINJING
Konsultan Fashion
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0592 seconds (0.1#10.140)