Perokok Aktif Ancam Nyawa Perokok Pasif
A
A
A
Jika Pernah menyaksikan iklan layanan masyarakat tentang wanita bernama Ike yang didiagnosis terkena kanker tenggorokan, tayangan itu bukanlah isapan jempol. Iklan itu ditayangkan berkat kerja sama Kementerian Kesehatan dan World Lung Foundation sebagai kampanye mengurangi angka risiko bahaya rokok terhadap masyarakat.
Dalam tayangan iklan tersebut tidak menampilkan penderitaan Ike sebagai perokok aktif, melainkan menayangkan dampak yang harus dia rasakan bukan karena kehendaknya, yakni menjadi seorang perokok pasif. “Saya kehilangan suara saya,” ungkap Ike dengan tulisan kapur di papan tulis.
Ibu dua anak asal Surabaya itu tampak membenahi posisi jilbabnya saat akan menutup lubang menganga di lehernya yang sempat terlihat dalam tayangan iklan. “Berhentilah merokok! Asapmu membunuh mimpi-mimpi orang di sekitarmu,” ucap Ike dengan suara yang nyaris tidak terdengar akibat kanker tenggorokan yang dideritanya.
Ike bukanlah seorang perokok, para dokter mengatakan bahwa kanker yang diidapnya disebabkan oleh paparan asap rokok di tempat kerjanya. Dia harus melewati operasi akibat kanker yang dideritanya. Ike terpaksa bersedia mengangkat sel kankernya kemudian meninggalkan bekas luka permanen. Penderitaan tak hanya sampai di situ, Ike pun harus kehilangan suaranya.
Itulah gambaran nyata yang digambarkan lewat sosok Ike tentang bahaya yang harus ditanggung oleh orang-orang yang tidak merokok. Iklan tersebut telah diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan beberapa waktu lalu di Jakarta yang dirancang untuk meningkatkan kepedulian atas bahaya paparan asap rokok bagi perokok dan non-perokok.
Selain itu, menganjurkan non-perokok untuk menghindari paparan asap rokok serta mengimbau perokok untuk berhenti merokok. “Lebih dari 53,7 juta anak-anak dan dewasa di Indonesia adalah perokok. Bila dikombinasikan dengan kurangnya hukum komprehensif tentang ruang bebas asap rokok, berarti puluhan juta orang dewasa dan anak-anak terpapar asap rokok yang berbahaya tiap tahunnya,” ungkap José Luis Castro, Presiden dan CEO World Lung Foundation dalam peluncuran Iklan Layanan Masyarakat (ILM) tentang “Peringatan Bahaya Merokok” di Kantor Kementerian Kesehatan pada Jumat (22/5).
Dia berharap iklan ini dapat menyadarkan perokok untuk berhenti merokok demi melindungi kesehatan mereka dan kesehatan orang-orang di sekitar mereka, serta menolong non-perokok untuk menghindari paparan asap rokok.
Paparan asap rokok adalah problem yang umum di Indonesia karena regulasi ruang bebas asap rokok hanya diaplikasikan di fasilitas-fasilitas kesehatan, universitas, dan transportasi umum. Sementara pegawai negeri, pekerja kantoran, dan pekerja di industri pariwisata masih terpapar oleh asap rokok.
Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada 2008–2013, menemukan data bahwa hampir 80% orang dewasa di atas usia 15 tahun masih terpapar asap rokok di rumah, lebih dari 85% orang dewasa terpapar asap rokok di tempat makan, dan lebih dari 50% orang dewasa terpapar asap rokok di tempat kerja mereka di Indonesia.
Peraturan bebas asap rokok telah menganjurkan penerapan larangan merokok di area lebih luas, seperti di rumah. Menurut survei di 15 negara miskin dan menengah, ditemukan 61% warganya merokok di rumah bila larangan merokok diterapkan di tempat kerja dan tempat umum. Namun, hanya 16% populasi dunia dilindungi oleh peraturan bebas merokok yang komprehensif.
“Merokok berakibat buruk pada kesehatan umum dan paparan asap rokok juga berakibat sama. Hal ini menimbulkan korban dari perokok aktif dan pasif,” ungkap Castro. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, sekitar 95 juta orang di Indonesia terpapar asap rokok. Lebih dari 40,3 juta anak Indonesia usia 0–14 tahun telah menjadi perokok pasif.
Padahal, paparan asap rokok yang banyak ditemukan di berbagai tempat umum tersebut memiliki efek negatif yang sama bahayanya jika dibandingkan dengan seorang perokok aktif. Sementara menurut The Tobacco Atlas, paparan asap rokok terhadap para perokok pasif meningkatkan persentase kanker paru-paru hingga 30% serta meningkatkan persentase penyakit jantung koroner sampai 25%. “Jumlah perokok di Indonesia telah mencapai 53,7 juta orang.
Oleh karena itu, melalui kampanye ini kita sadarkan masyarakat atas bahaya paparan asap rokok bagi perokok aktif dan perokok pasif,” ujar dr Untung Suseno Sutarjo M Kes, sekaligus Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Tak hanya lewat tayangan iklan, dr Ekowati Rahajeng SKM M Kes (Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular) memaparkan, usaha lain untuk mencegah dampak rokok.
Salah satunya dengan belajar menegur orang yang merokok sembarangan, terutama di kawasan antirokok. Jika perokok memiliki hak asasi untuk merokok, nonperokok juga memiliki hak asasi yang sama untuk tidak terpapar asap rokok.
Apalagi setelah mengetahui perokok pasif mengalami 3x risiko berbahaya dari seorang perokok aktif. “Kita harus membangun budaya mengingatkan, kita harus berani karena mereka (perokok) itu telah melanggar aturan,” tutup dr Ekowati.
Larissa huda
Dalam tayangan iklan tersebut tidak menampilkan penderitaan Ike sebagai perokok aktif, melainkan menayangkan dampak yang harus dia rasakan bukan karena kehendaknya, yakni menjadi seorang perokok pasif. “Saya kehilangan suara saya,” ungkap Ike dengan tulisan kapur di papan tulis.
Ibu dua anak asal Surabaya itu tampak membenahi posisi jilbabnya saat akan menutup lubang menganga di lehernya yang sempat terlihat dalam tayangan iklan. “Berhentilah merokok! Asapmu membunuh mimpi-mimpi orang di sekitarmu,” ucap Ike dengan suara yang nyaris tidak terdengar akibat kanker tenggorokan yang dideritanya.
Ike bukanlah seorang perokok, para dokter mengatakan bahwa kanker yang diidapnya disebabkan oleh paparan asap rokok di tempat kerjanya. Dia harus melewati operasi akibat kanker yang dideritanya. Ike terpaksa bersedia mengangkat sel kankernya kemudian meninggalkan bekas luka permanen. Penderitaan tak hanya sampai di situ, Ike pun harus kehilangan suaranya.
Itulah gambaran nyata yang digambarkan lewat sosok Ike tentang bahaya yang harus ditanggung oleh orang-orang yang tidak merokok. Iklan tersebut telah diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan beberapa waktu lalu di Jakarta yang dirancang untuk meningkatkan kepedulian atas bahaya paparan asap rokok bagi perokok dan non-perokok.
Selain itu, menganjurkan non-perokok untuk menghindari paparan asap rokok serta mengimbau perokok untuk berhenti merokok. “Lebih dari 53,7 juta anak-anak dan dewasa di Indonesia adalah perokok. Bila dikombinasikan dengan kurangnya hukum komprehensif tentang ruang bebas asap rokok, berarti puluhan juta orang dewasa dan anak-anak terpapar asap rokok yang berbahaya tiap tahunnya,” ungkap José Luis Castro, Presiden dan CEO World Lung Foundation dalam peluncuran Iklan Layanan Masyarakat (ILM) tentang “Peringatan Bahaya Merokok” di Kantor Kementerian Kesehatan pada Jumat (22/5).
Dia berharap iklan ini dapat menyadarkan perokok untuk berhenti merokok demi melindungi kesehatan mereka dan kesehatan orang-orang di sekitar mereka, serta menolong non-perokok untuk menghindari paparan asap rokok.
Paparan asap rokok adalah problem yang umum di Indonesia karena regulasi ruang bebas asap rokok hanya diaplikasikan di fasilitas-fasilitas kesehatan, universitas, dan transportasi umum. Sementara pegawai negeri, pekerja kantoran, dan pekerja di industri pariwisata masih terpapar oleh asap rokok.
Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada 2008–2013, menemukan data bahwa hampir 80% orang dewasa di atas usia 15 tahun masih terpapar asap rokok di rumah, lebih dari 85% orang dewasa terpapar asap rokok di tempat makan, dan lebih dari 50% orang dewasa terpapar asap rokok di tempat kerja mereka di Indonesia.
Peraturan bebas asap rokok telah menganjurkan penerapan larangan merokok di area lebih luas, seperti di rumah. Menurut survei di 15 negara miskin dan menengah, ditemukan 61% warganya merokok di rumah bila larangan merokok diterapkan di tempat kerja dan tempat umum. Namun, hanya 16% populasi dunia dilindungi oleh peraturan bebas merokok yang komprehensif.
“Merokok berakibat buruk pada kesehatan umum dan paparan asap rokok juga berakibat sama. Hal ini menimbulkan korban dari perokok aktif dan pasif,” ungkap Castro. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, sekitar 95 juta orang di Indonesia terpapar asap rokok. Lebih dari 40,3 juta anak Indonesia usia 0–14 tahun telah menjadi perokok pasif.
Padahal, paparan asap rokok yang banyak ditemukan di berbagai tempat umum tersebut memiliki efek negatif yang sama bahayanya jika dibandingkan dengan seorang perokok aktif. Sementara menurut The Tobacco Atlas, paparan asap rokok terhadap para perokok pasif meningkatkan persentase kanker paru-paru hingga 30% serta meningkatkan persentase penyakit jantung koroner sampai 25%. “Jumlah perokok di Indonesia telah mencapai 53,7 juta orang.
Oleh karena itu, melalui kampanye ini kita sadarkan masyarakat atas bahaya paparan asap rokok bagi perokok aktif dan perokok pasif,” ujar dr Untung Suseno Sutarjo M Kes, sekaligus Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Tak hanya lewat tayangan iklan, dr Ekowati Rahajeng SKM M Kes (Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular) memaparkan, usaha lain untuk mencegah dampak rokok.
Salah satunya dengan belajar menegur orang yang merokok sembarangan, terutama di kawasan antirokok. Jika perokok memiliki hak asasi untuk merokok, nonperokok juga memiliki hak asasi yang sama untuk tidak terpapar asap rokok.
Apalagi setelah mengetahui perokok pasif mengalami 3x risiko berbahaya dari seorang perokok aktif. “Kita harus membangun budaya mengingatkan, kita harus berani karena mereka (perokok) itu telah melanggar aturan,” tutup dr Ekowati.
Larissa huda
(bbg)