Class with Attitude

Jum'at, 29 Mei 2015 - 10:13 WIB
Class with Attitude
Class with Attitude
A A A
Ceritanya nih, hari Minggu kemarin saya makan siang di sebuah restoran bernuansa Italia terkenal dan “mahal banget” di daerah Kemang.

Begitu dipersilakan duduk sama pelayannya yang kebetulan sudah mengenali saya, pandangan saya tidak bisa lepas dari meja yang tidak jauh dari meja saya. Di meja seberang ada sepasang kekasih, sepertinya lagi menikmati makan siang yang sepertinya enak banget. Mungkin saking enaknya, makanan dan suasana nyaman di restoran itu sampai sang Romeo sepertinya lupa sedang berada di mana.

Dia lepas sepatu dan angkat kaki ke atas meja dan makan pakai tangan. Ohhhhmigottt! Speechless terduduk kaku saya melihatnya. Nah yang lebih mengherankan, sang Juliette sepertinya tenang saja melihat pacarnya seperti itu. Tetap asyik bermesraan sambil sesekali berciuman, sementara semua mata di ruangan itu rasanya tertuju ke mereka dengan berbagai pemandangan aneh.

Ada yang pasang muka bete , muka jijik, dan semua pemandangan yang enggak enak banget. Apa yang mereka lakukan memang tidak merugikan orang yang ada di sekitarnya, tapi jelas mengganggu pengunjung yang lain dan yang pasti langsung mengganggu selera makan orang. Saya pribadi justru khawatir, juga bisa menurunkan citra restoran itu sendiri yang sudah susah payah dibranding pemiliknya sebagai restoran elite dan mahal.

Saya jadi berpikir, tingkat finansial seseorang ternyata sulit mengondisikan sikap dan perilaku asli keseharian seseorang, terutama perilaku asli dalam berkonsumsi. Pekerjaan membuat saya kerap melihat pemandangan tidak lazim yang sering membuat saya kaget dan harus berpikir apa yang salah dengan sebagian kecil masyarakat kita.

Nah yang lebih mencengangkan, beberapa bulan yang lalu, saat saya lagi berada di dalam sebuah butik sepatu di Plaza Indonesia, saya melihat seseorang yang katanya artis yang sering dibahas karena kenorakannya di media. Selama saya berada di situ, sepertinya dia mencoba sekitar 20 pasang sepatu dengan model yang berbeda sambil berteriak-teriak kencang, ngobrol dengan manajernya, dan sesekali mencoba sambil ngobrol di handphone .

Caranya mencoba sepatu itu loh yang bikin saya, pencinta sepatu, rasanya pengin marah, kalau bisa malah pengin jambak dia. Setiap dia mencoba sepatu, dia langsung memotretnya dengan handphone dan sibuk upload on the spot sambil cekikikan. Eh sudah selesai gitu , tuh sepatu langsung “setengah” dilempar dan dia lanjut tunjuk sana, tunjuk sini, dan kemudian mencoba yang lain sambil masih cekikikan.

Beberapa Sales Attendant yang ada di situ langsung pasang muka tidak enak, dari yang emosi cemberut sampai muka sedih. Herannya tidak ada satu pun yang berani menegur prilaku si seleb kampungan ini, mungkin takut faktanya diputar balik di media sama seleb yang memanfaatkan media untuk mem-blow up isu menjadi sensasi agar dia tetap berada di “radar”.

Nah yang ada malah brand itu kan yang rugi, image -nya! Cerita belum sampai di sini. Setelah mencoba begitu banyak sepatu dengan tingkah laku ajaib, dengan entengnya dia melenggang pergi keluar butik dengan gaya sambil sibuk bicara di handphone , tanpa membeli sepasang sepatu pun.

Karena penasaran, saya langsung buka dong Instagram -nya Miss Enc** ini, memang ada upload dan foto-foto dia di dalam butik ini. OHHHMAYYYOHMAYYYY... Saya sering kasihan sama temanteman desainer atau pemilik butik yang sering harus berhadapan dengan selebriti atau orang yang berasa banget socialista atao social**** maksa meminjam barang saat mau ada event besar atau acara launching .

Kenapa sih harus meminjam paksa demi terlihat keren dan bergengsi? Nah yang menyedihkan temanteman saya sering mengeluh barangnya rusak, lecet, dan sering dikembalikan dalam keadaan bekas pakai belum di-laundry , bau asap rokok, ada noda lipstik, dan bedak yang sering susah hilang. Belajar beli dong , Mbak! Beberapa dari mereka padahal bisa loh membeli, tapi tetap maunya meminjam.

Mungkin mentalnya masih dalam tahap meminjam, bukan membeli. Saya pribadi malu datang ke event besar seperti event -nya Hermes atau Bulgari karena merasa masih belum kelasnya untuk itu semua. Mereka kan mengundang bukan sekadar buat gala dinner , menikmati champagne free flow dan goody bag gratisan. Mereka berharap ada return buat bisnis mereka, selain exposure tentunya.

Palsu banget kan kalau sampai ketahuan publik, figur publik yang datang ke event mereka semua aksesorinya boleh pinjam paksa. Namun, ada juga sih brand yang memang sengaja terpaksa rela meminjamkan barang-barang mereka saat event besar supaya mencegah para tamunya memakai brand lain yang lebih elite atau kompetitornya langsung.

Enggak lucu banget kan kalau sudah effort banget event -nya, brand “B” tapi yang di foto-foto yang bertebaran di media, para pengunjungnya justru lebih banyak yang menjinjing brand “H”. Rugi banget kan ! Suka atau tidak suka, harus diakui dan diterima nalar, buat sebagian dari bangsa ini, sejalan dengan perkembangan pesat kelas menengah di negeri ini, status sosial dengan seperangkat simbolsimbol yang harus selalu menyertai status itu, “penting banget”!

Sama pentingnya dengan pengakuan terhadap status yang dimiliki dari lingkungan sekitar. Kondisi finansial memang bisa di-up grade , tidak sulit, malah, tapi sudah jadi rahasia umum, duit selamanya tidak bisa membeli selera dan “Class with Attitude” seseorang.

Butuh waktu yang tidak singkat untuk proses pembelajaran, dan seperti halnya sekolah, kalau mau naik kelas pasti ada ujiannya dulu dan harus belajar sebelum ujian. Itu kenyataan yang terjadi di masyarakat kelas menengah Indonesia yang terus bertumbuh. Selamat berakhir pekan, happy shopping . Miss Jinjing

MISS JINJING
Konsultan Fashion
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1982 seconds (0.1#10.140)