Olahraga Dorong Anak Berprestasi
A
A
A
OLAHRAGA bukan semata menyehatkan tubuh. Lebih dari itu, penelitian membuktikan olahraga dapat membantu meningkatkan prestasi akademik anak, meningkatkan kepercayaan diri, hingga mengusir stres.
Padatnya jadwal sekolah plus aktivitas di luar sekolah, semestinya tidak menghalangi anak-anak untuk tetap aktif berolahraga. Pasalnya, olahraga bukan sekadar menyehatkan tubuh, penelitian juga membuktikan bahwa dengan aktif bergerak turut mendukung prestasi akademik anak. Seperti disampaikan oleh dr Andi Kurniawan SpKO dalam acara bertema Gerakan Indonesia Segar oleh Coca Cola di Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Lewat olahraga pertumbuhan sel saraf otak dapat terangsang. Aliran darah menjadi lebih lancar sehingga oksigen dan nutrisi yang diantarkan ke otak semakin banyak. Hasilnya, anak akan jadi lebih mudah konsentrasi dan menangkap pelajaran,” kata Andi di Jakarta, beberapa waktu lalu. Tingkat kebugaran usia sekolah rupanya juga memengaruhi tingkat kesehatan pada masa dewasa. Maka itu, perlu ada intervensi sekolah dalam mengubah perilaku hidup aktif.
“Bukan hanya para siswa, kepala sekolah dan guru juga harus ikut berperan aktif serta dapat menginspirasi gaya hidup aktif,” kata Andi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan, hampir separuh dari proporsi penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun (42%) masih tergolong memiliki gaya hidup tidak aktif (sedentary/kurang beraktivitas fisik). Pada kelompok usia anakanak (10–14 tahun) dan remaja hingga dewasa muda (15–24 tahun) bahkan ditemukan 67% dan 52% di antaranya tergolong memiliki gaya hidup tidak aktif dan sebagian besar terjadi di wilayah Pulau Jawa.
Secara klinis, dalam jangka panjang hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya risiko terhadap kesehatan, khususnya berbagai penyakit tidak menular, seperti obesitas, hipertensi, dan gangguan jantung, bahkan pada usia muda. “Ini yang menjadi latar belakang kita untuk mempromosikan aktivitas fisik pada remaja. Remaja kita banyak menghabiskan waktu di gadget,” tambah Andi. Lebih jauh dia menilai, mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolah belum efektif, hanya satu kali dalam seminggu dan berlangsung selama satu jam.
Dia menyarankan untuk mengintegrasikan aktivitas fisik ke semua mata pelajaran, seperti observasi di luar ruang dalam pelajaran biologi, berhitung menggunakan gerak tubuh dalam pelajaran matematika, atau beberapa menit pemanasan di sela-sela pelajaran. Dari hasil tes kebugaran yang dilakukan Indonesia Segar Activity Day di sekolah, terungkap bahwa sebanyak 8 dari 10 remaja tidak bugar. Tes dilakukan pada 2014, dengan total sampel sebanyak 1.000 anak remaja SMP dan SMA di lima wilayah DKI Jakarta.
Hasil tersebut didapat melalui tes kebugaran jantung dan paru, dengan metode BleepTest. Sebanyak 74% siswa diketahui menghabiskan waktu lebih dari 2 jam di depan layar televisi atau bermain games dari gadget mereka. Adapun 24 siswa mengalami kelebihan berat badan dan lebih dari 50% memiliki kelenturan tubuh yang buruk. Gaya hidup aktif dan olahraga sejatinya memang perlu dikenalkan sejak dini kepada anak dan dibiasakan. Sebab, tak hanya memengaruhi kesehatan secara fisik, juga mental anak.
Hal ini ditegaskan oleh psikolog sosial Elizabeth Santosa MPsi. Dia mengatakan, olahraga dapat meningkatkan kepercayaan diri, berpikir positif, hingga mampu mengendalikan stres. Ya, aktivitas fisik berkorelasi negatif terhadap depresi. Semakin banyak melakukan aktivitas fisik atau olahraga, semakin rendah peluang untuk depresi dan melakukan hal-hal negatif. “Dari sejumlah penelitian disebutkan, remaja yang tidak suka olahraga akan mengalami gangguan kecemasan, kemampuan sosialnya rendah, bermasalah di rumah dan sekolah, serta memiliki perilaku agresif,” kata dia menerangkan.
Dia merujuk pada data yang dikeluarkan Trimbos Institute Utrecht di Belanda yang meneliti 7.000 remaja berusia 11 sampai 16 tahun dan menemukan korelasi yang kuat antara olahraga dan kesehatan mental.
Sri noviarni
Padatnya jadwal sekolah plus aktivitas di luar sekolah, semestinya tidak menghalangi anak-anak untuk tetap aktif berolahraga. Pasalnya, olahraga bukan sekadar menyehatkan tubuh, penelitian juga membuktikan bahwa dengan aktif bergerak turut mendukung prestasi akademik anak. Seperti disampaikan oleh dr Andi Kurniawan SpKO dalam acara bertema Gerakan Indonesia Segar oleh Coca Cola di Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Lewat olahraga pertumbuhan sel saraf otak dapat terangsang. Aliran darah menjadi lebih lancar sehingga oksigen dan nutrisi yang diantarkan ke otak semakin banyak. Hasilnya, anak akan jadi lebih mudah konsentrasi dan menangkap pelajaran,” kata Andi di Jakarta, beberapa waktu lalu. Tingkat kebugaran usia sekolah rupanya juga memengaruhi tingkat kesehatan pada masa dewasa. Maka itu, perlu ada intervensi sekolah dalam mengubah perilaku hidup aktif.
“Bukan hanya para siswa, kepala sekolah dan guru juga harus ikut berperan aktif serta dapat menginspirasi gaya hidup aktif,” kata Andi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan, hampir separuh dari proporsi penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun (42%) masih tergolong memiliki gaya hidup tidak aktif (sedentary/kurang beraktivitas fisik). Pada kelompok usia anakanak (10–14 tahun) dan remaja hingga dewasa muda (15–24 tahun) bahkan ditemukan 67% dan 52% di antaranya tergolong memiliki gaya hidup tidak aktif dan sebagian besar terjadi di wilayah Pulau Jawa.
Secara klinis, dalam jangka panjang hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya risiko terhadap kesehatan, khususnya berbagai penyakit tidak menular, seperti obesitas, hipertensi, dan gangguan jantung, bahkan pada usia muda. “Ini yang menjadi latar belakang kita untuk mempromosikan aktivitas fisik pada remaja. Remaja kita banyak menghabiskan waktu di gadget,” tambah Andi. Lebih jauh dia menilai, mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolah belum efektif, hanya satu kali dalam seminggu dan berlangsung selama satu jam.
Dia menyarankan untuk mengintegrasikan aktivitas fisik ke semua mata pelajaran, seperti observasi di luar ruang dalam pelajaran biologi, berhitung menggunakan gerak tubuh dalam pelajaran matematika, atau beberapa menit pemanasan di sela-sela pelajaran. Dari hasil tes kebugaran yang dilakukan Indonesia Segar Activity Day di sekolah, terungkap bahwa sebanyak 8 dari 10 remaja tidak bugar. Tes dilakukan pada 2014, dengan total sampel sebanyak 1.000 anak remaja SMP dan SMA di lima wilayah DKI Jakarta.
Hasil tersebut didapat melalui tes kebugaran jantung dan paru, dengan metode BleepTest. Sebanyak 74% siswa diketahui menghabiskan waktu lebih dari 2 jam di depan layar televisi atau bermain games dari gadget mereka. Adapun 24 siswa mengalami kelebihan berat badan dan lebih dari 50% memiliki kelenturan tubuh yang buruk. Gaya hidup aktif dan olahraga sejatinya memang perlu dikenalkan sejak dini kepada anak dan dibiasakan. Sebab, tak hanya memengaruhi kesehatan secara fisik, juga mental anak.
Hal ini ditegaskan oleh psikolog sosial Elizabeth Santosa MPsi. Dia mengatakan, olahraga dapat meningkatkan kepercayaan diri, berpikir positif, hingga mampu mengendalikan stres. Ya, aktivitas fisik berkorelasi negatif terhadap depresi. Semakin banyak melakukan aktivitas fisik atau olahraga, semakin rendah peluang untuk depresi dan melakukan hal-hal negatif. “Dari sejumlah penelitian disebutkan, remaja yang tidak suka olahraga akan mengalami gangguan kecemasan, kemampuan sosialnya rendah, bermasalah di rumah dan sekolah, serta memiliki perilaku agresif,” kata dia menerangkan.
Dia merujuk pada data yang dikeluarkan Trimbos Institute Utrecht di Belanda yang meneliti 7.000 remaja berusia 11 sampai 16 tahun dan menemukan korelasi yang kuat antara olahraga dan kesehatan mental.
Sri noviarni
(ars)