Anak Stunting Karena Kurang Nutrisi

Rabu, 08 Juli 2015 - 09:38 WIB
Anak Stunting Karena...
Anak Stunting Karena Kurang Nutrisi
A A A
Kasus gizi buruk bisa mengganggu pertumbuhan anak. Di Indonesia banyaknya anak stunting menjadi indikator bahwa gizi buruk masih menjadi ancaman.

Data dari organisasi kesehatan dunia (WHO), kasus stunting atau anak tumbuh dengan ukuran tubuh kerdil di Indonesia semakin meningkat. Pada 2013 persentase penderita stuntingmencapai 37,2%. Padahal, WHO telah memberikan batas kewajaran untuk meminimalkan angka stuntingdi setiap negara, paling tidak hanya 5% dari total jumlah penduduk. Stuntingitu memiliki gejala jangka pendek (masa anak-anak) dan gejala jangka panjang (masa dewasa).

Gejala stuntingyang terjadi pada jangka pendek yaitu terjadinya hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, penurunan fungsi kognitif, dan gangguan sistem pembakaran pada tubuh. Sementara gejala stunting pada jangka panjang berisiko terserang obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis di kemudian hari.

Permasalahan malanutrisi atau kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang tidak mencukupi menjadi penyebabnya. Kekurangan gizi yang terjadi pada 1.000 hari pertama hidup pada anak (dari janin sampai umur 2 tahun) tidak dapat diperbaiki dan dampaknya akan terlihat pada umur 14 tahun.

“Anak yang mengalami malanutrisi cenderung memiliki tingkat intelegensi (IQ) lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan nutrisi yang cukup serta lebih potensial menderita kelainan stunting,” ungkap Dr dr Damayanti R Sjarif SpA(K) pada acara Diskusi Media: Masalah Stunting di Indonesia dan Solusi Alternatifnyabersama Tetra Pak, di Hotel Intercontinental Jakarta Midplaza, beberapa waktu lalu.

Damayanti yang merupakan seorang dokter spesialis anak konsultan nutrisi dan penyakit metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, amat menyayangkan kondisi ini. Menurut dia, permasalahan gizi ini akan menghambat perkembangan manusia negara ini (Indonesia) untuk unggul dibanding bangsa lain.

“Bukan hal yang mengherankan banyak negara asing yang menjadi pemimpin di negara ini karena kebutuhan nutrisi sangat berpengaruh pada perkembangan fisik dan kemampuan berpikir seseorang,” ungkapnya. Penderita stuntingakan kehilangan fungsi produktivitas hingga 4% (moderate stunting) dan 6% (severe stunting). Sementara itu, baik penderita moderate stunting maupun severe stuntingmengalami terhambatnya perkembangan kognitif hingga 10%.

Kondisi nutrisi buruk atau stuntingmasih menjadi masalah terbesar di Indonesia yang menduduki peringkat kelima sebagai negara paling kerdil di dunia. Menurut Damayanti, dampak stuntingini mengancam keberadaan manusia di bumi. Dia menilai, faktor ekonomi bukanlah satu-satunya masalah yang dapat memunculkan kelainan stunting. Ketidaktahuan masyarakat juga menjadi polemik kurangnya asupan gizi yang baik kepada anak.

“Banyak masyarakat yang tidak tahu akan permasalahan gizi ini. Mereka bisa saja membeli banyak makanan dan minuman, tapi banyak yang abai soal kecukupan gizi yang dibutuhkan tubuh,” kata Damayanti. Perbaikan gizi harus segara dimulai sedini mungkin. Kualitas dan kuantitas asupan protein sangat penting untuk mencegah dan mengatasi stunting. Kadar protein berpengaruh pada pertambahan tinggi dan berat badan pada anak berusia di atas 6 bulan.

Batita juga dianjurkan mengonsumsi 13 gram protein yang berkualitas tinggi setiap hari, yang didapat dari sumber hewani, yaitu daging (sapi, ayam, ikan), telur, atau susu Anak usia di atas 6–12 bulan membutuhkan konsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara anak usia 1–3 tahun membutuhkan konsumsi protein harian sebesar 1,05 g/kg berat badan.

Batita dapat mengonsumsi susu yang dapat disesuaikan dengan kebutuhannya dan dapat dikombinasikan dengan asupan makanan lainnya untuk menjamin kecukupan gizi yang baik. WHO juga merekomendasikan inisiasi menyusui dini (kurang dari 1 jam setelah bayi lahir), ASI eksklusif selama 6 bulan, makanan pendamping ASI diberikan paling lambat pada usia 6 bulan, dan memberikan makanan pendamping ASI.

Asupan makanan pendukung ASI (MP-ASI) disarankan untuk bayi usia di atas 6 bulan yang membutuhkan lebih dari 600 kalori setiap harinya. Makanan pendukung ASI memiliki kandungan yang juga dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi di atas usia 6 bulan, yaitu protein, zat besi, zinc, dan kalsium.

Dalam konteks makanan bergizi lengkap, cukup, dan seimbang, makan anak di atas 1 tahun dibatasi untuk mengonsumsi susu tidak melebihi 30% dari total kalori, untuk memastikan mereka mengonsumsi makanan padat yang beragam. Peran orang tua sangat besar dalam perkembangan anakanak mereka di masa depan.

Ibu harus sudah bisa mengenalkan makanan yang sehat dan kaya nutrisi sejak masa kehamilan. “Setelah lahir, orang tua harus terus memantau perkembangannya untuk mencegah stunting, seperti mengukur tinggi dan berat badan, dan ukur lingkar kepala. Penanganan harus dilakukan sedini mungkin jika anak terdiagnosis perkembangannya terhambat,” tandas Damayanti.

Larissa huda/mg-2
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0883 seconds (0.1#10.140)