Dampak Kebiasaan Merokok terhadap Psikosis

Selasa, 21 Juli 2015 - 08:48 WIB
Dampak Kebiasaan Merokok...
Dampak Kebiasaan Merokok terhadap Psikosis
A A A
SEBUAH meta-analisis yang dipublikasikan dalam jurnal Lancet Psychiatry yang dilansir dalam situs Medical News Today melaporkan, orang yang merokok lebih dari tiga kali dalam sehari sangat berpotensi mengalami psikosis atau gangguan psikologis dibanding dengan mereka yang bukan perokok.

Penelitian terdahulu juga telah melaporkan keterkaitan antara kebiasaan merokok dan psikosis. Namun, beberapa peneliti menyelidiki rokok sebagai penyebab langsung keterkaitan ini. Sebaliknya, para peneliti lain memiliki hipotesis bahwa orang dengan psikosis sangat mungkin untuk merokok karena mereka mungkin menemukan bahwa dengan merokok dapat melawan efek samping dari obat skizofrenia atau gejala skizofrenia negatif.

Bagaimanapun, yang menjadi masalah dengan hipotesis ini adalah tingkat merokok hanya akan meningkat setelah seseorang mengidap psikosis. Meta-analisis baru yang dilakukan oleh para peneliti di King College London di Inggris, menguji bukti dari 61 studi observasional, yang melibatkan 15.000 pengguna tembakau dan 273.000 nonpengguna secara keseluruhan.

Analisis dari penelitian tersebut menunjukkan, 57% orang yang mengalami episode pertama psikosis adalah perokok. Dengan begitu, ini berarti mereka tiga kali lebih mungkin menjadi perokok daripada menjalani hidup sehat. Perokok berat juga ditemukan dapat mengembangkan penyakit psikotik sekitar rata-rata 1 tahun lebih cepat dibanding bukan perokok.

Peneliti mengklaim, temuan ini menumpahkan keraguan pada teori bahwa hubungan antara merokok dan psikosis terjadi karena orang dengan psikosis merokok untuk mengobati dirinya sendiri. “Sementara itu, temuan ini selalu sulit untuk menentukan arah kausalitas atau hubungan sebab-akibatnya,” kata Dr James MacCabe, dosen senior klinis dalam Studi Psikosis di Raja Institute of Psychiatry, Psikologi & Neuroscience (IoPPN).

“Temuan kami menunjukkan, permasalahan rokok harus ditanggapi dengan serius sebagai faktor risiko yang mungkin terhadap peningkatan risiko psikosis dan tidak diberhentikan hanya sebagai konsekuensi dari penyakit,” tambah Dr James MacCabe.

Karena sangat sedikit dari studi di meta-analisis mengambil bagian terhadap konsumsi zat selain tembakau. Ini menjadi sulit bagi tim King untuk menyingkirkan faktor-faktor lain yang dapat berkontribusi pada hubungan antara merokok dan psikosis. Para peneliti mengusulkan hipotesis lain yang bisa menjelaskan keterkaitan ini.

Sir Robin Murray, profesor Psychiatric Research di IoPPN, menekankan yang terjadi pada sistem dopamin otak. “Kelebihan dopamin adalah penjelasan biologis terbaik yang kita miliki terhadap penyakit psikotik seperti skizofrenia. Ada kemungkinan paparan nikotin, dengan meningkatkan pelepasan dopamin, menyebabkan psikosis menjadi berkembang,” ungkap Sir Robin Murray.

“Studi jangka panjang yang diperlukan untuk menyelidiki hubungan antara perokok berat, perokok sporadis (jarang), perokok yang ketergantungan nikotin, dan pengembangan gangguan psikotik,” kata IoPPN research fellow Dr Sameer Jauhar. “Mengingat manfaat yang jelas dari program penghentian merokok pada populasi ini, setiap upaya harus dilakukan untuk menerapkan perubahan dalam kebiasaan merokok di kelompok pasien,” tambahnya.

Sebuah studi pada 2014 yang dilakukan oleh peneliti dari Washington University School of Medicine di St Louis, MO, menemukan bahwa orang dengan penyakit mental berat seperti skizofrenia atau gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi untuk penyalahgunaan zat berbahaya, terutama merokok.

Dalam penelitian tersebut, orangorang dengan penyakit mental yang berat adalah 4 kali lebih mungkin pengguna alkohol berat (empat atau lebih minuman per hari); 3,5 kali lebih mungkin untuk menggunakan ganja secara teratur (21 kali per tahun); 4,6 kali lebih mungkin untuk menggunakan obat lain setidaknya 10 kali dalam hidup mereka; dan 5,1 kali lebih mungkin menjadi perokok berat.

Larissa huda
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0847 seconds (0.1#10.140)