Tepat Menangani Nyeri
A
A
A
NYERI sungguh tidak menyenangkan. Namun, nyeri kerap dialami dalam kehidupan sehari-hari. Nyeri adalah salah satu alasan paling umum bagi pasien untuk mencari bantuan medis dan merupakan salah satu keluhan yang paling umum terjadi.
Masalah nyeri dapat terjadi bersamaan dengan proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Rasa nyeri yang dialami oleh setiap individu memiliki persepsi yang kompleks dan bervariasi antara individu yang satu dan yang lain, meskipun mendapatkan cedera atau penyakit yang relatif sama.
Menurut neurologis dari Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, dr Jimmy F A Barus MSc SpS, nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan sehingga seseorang bisa merasa tersiksa, menderita, dan tidak nyaman yang akhirnya mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain.
“Secara normal, nyeri terjadi karena adanya mekanisme pertahanan tubuh dan proteksi terhadap adanya kerusakan jaringan,” kata dr Jimmy dalam acara Ketahui & Pahami Cara Penanganan Nyeri Yang Tepat di Kaffeine Cafe, Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut dia, persepsi nyeri setiap individu sangat subjektif, bergantung kondisi emosi yang berbeda pada laki-laki ataupun perempuan.
Berbeda juga pada tingkat usia penderita dan pengalaman emosional sebelumnya serta tingkat toleransi yang bervariasi pada setiap individu terhadap rasa nyeri yang dialaminya. “Berdasarkan lamanya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Kebanyakan nyeri akut bersifat terbatas atau akan sembuh dalam beberapa hari atau beberapa minggu yang biasanya terjadi kurang dari 1-3 bulan dan nyeri kronis adalah nyeri yang menetap dialami lebih 3 bulan sejak mulai dirasakan nyeri,” kata dr Jimmy.
Dia menjelaskan, dalam beberapa kasus, nyeri akut yang tidak ditangani dengan tepat kemungkinan dapat berkembang menjadi nyeri kronis. Nyeri kronis bisa memperburuk kualitas hidup pasien karena dapat menurunkan kemampuan bekerja, menimbulkan gangguan tidur, kecemasan, frustrasi, depresi, kurang nafsu makan, berdampak negatif pada sikap dan gaya hidup, serta ketergantungan pada obat dan perawatan medis.
“Oleh karena itu, rasa nyeri harus ditangani secara tepat dan tidak seharusnya diabaikan. Bila dibiarkan berlanjut dan tidak ditangani secara tepat, rasa nyeri yang ringan sekalipun dapat berlangsung kronis dan semakin berat bahkan menyebabkan depresi,” kata dr Jimmy.
Dia mengatakan, secara umum penanganan nyeri dapat melalui terapi secara farmakologi atau nonfarmakologi. Penanganan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan obat-obatan, seperti golongan antiinflamasi dan obat-obat adjuvans . Sementara penanganan nyeri secara nonfarmakologi, yaitu mengatasi nyeri dengan memberikan intervensi fisik dan psikologis seperti fisioterapi, relaksasi, bahkan pada kasus tertentu, dibutuhkan intervensi bedah atau prosedur tertentu untuk mengatasi nyerinya.
“Masyarakat dihadapkan pada banyak pilihan obat penahan rasa sakit yang beredar di pasaran. Namun, sebaiknya digunakan dengan hati-hati dan bijaksana. Untuk nyeri ringan sehari-hari, dapat saja menggunakan obat analgetika yang dijual bebas, tetapi sangat dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter jika nyeri tidak membaik,” kata dr Jimmy.
Dia pun menganjurkan agar menghindari penggunaan analgetika yang beredar di pasaran secara berlebihan untuk menghindari efek yang tidak diinginkan. “Ada baiknya memilih obat penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter. Dokter akan mengevaluasi sifat dan jenis nyeri yang dialami serta ada tidaknya penyakit penyerta lain pada pasien sehingga penanganan dan pengobatan nyeri lebih tepat dan efektif,” ungkap dr Jimmy.
Menurut dr Jimmy, obat penghilang rasa sakit sebaiknya digunakan sesuai dengan rekomendasi dokter untuk menghindari penggunaan yang berlebihan. Kepatuhan pasien juga penting diperhatikan dalam medikasi nyeri untuk mencapai tujuan penanganan nyeri yang tepat dan menghindari overuse, underuse, ataupun misuse dari analgetika.
Iman firmansyah
Masalah nyeri dapat terjadi bersamaan dengan proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Rasa nyeri yang dialami oleh setiap individu memiliki persepsi yang kompleks dan bervariasi antara individu yang satu dan yang lain, meskipun mendapatkan cedera atau penyakit yang relatif sama.
Menurut neurologis dari Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, dr Jimmy F A Barus MSc SpS, nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan sehingga seseorang bisa merasa tersiksa, menderita, dan tidak nyaman yang akhirnya mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain.
“Secara normal, nyeri terjadi karena adanya mekanisme pertahanan tubuh dan proteksi terhadap adanya kerusakan jaringan,” kata dr Jimmy dalam acara Ketahui & Pahami Cara Penanganan Nyeri Yang Tepat di Kaffeine Cafe, Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut dia, persepsi nyeri setiap individu sangat subjektif, bergantung kondisi emosi yang berbeda pada laki-laki ataupun perempuan.
Berbeda juga pada tingkat usia penderita dan pengalaman emosional sebelumnya serta tingkat toleransi yang bervariasi pada setiap individu terhadap rasa nyeri yang dialaminya. “Berdasarkan lamanya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Kebanyakan nyeri akut bersifat terbatas atau akan sembuh dalam beberapa hari atau beberapa minggu yang biasanya terjadi kurang dari 1-3 bulan dan nyeri kronis adalah nyeri yang menetap dialami lebih 3 bulan sejak mulai dirasakan nyeri,” kata dr Jimmy.
Dia menjelaskan, dalam beberapa kasus, nyeri akut yang tidak ditangani dengan tepat kemungkinan dapat berkembang menjadi nyeri kronis. Nyeri kronis bisa memperburuk kualitas hidup pasien karena dapat menurunkan kemampuan bekerja, menimbulkan gangguan tidur, kecemasan, frustrasi, depresi, kurang nafsu makan, berdampak negatif pada sikap dan gaya hidup, serta ketergantungan pada obat dan perawatan medis.
“Oleh karena itu, rasa nyeri harus ditangani secara tepat dan tidak seharusnya diabaikan. Bila dibiarkan berlanjut dan tidak ditangani secara tepat, rasa nyeri yang ringan sekalipun dapat berlangsung kronis dan semakin berat bahkan menyebabkan depresi,” kata dr Jimmy.
Dia mengatakan, secara umum penanganan nyeri dapat melalui terapi secara farmakologi atau nonfarmakologi. Penanganan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan obat-obatan, seperti golongan antiinflamasi dan obat-obat adjuvans . Sementara penanganan nyeri secara nonfarmakologi, yaitu mengatasi nyeri dengan memberikan intervensi fisik dan psikologis seperti fisioterapi, relaksasi, bahkan pada kasus tertentu, dibutuhkan intervensi bedah atau prosedur tertentu untuk mengatasi nyerinya.
“Masyarakat dihadapkan pada banyak pilihan obat penahan rasa sakit yang beredar di pasaran. Namun, sebaiknya digunakan dengan hati-hati dan bijaksana. Untuk nyeri ringan sehari-hari, dapat saja menggunakan obat analgetika yang dijual bebas, tetapi sangat dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter jika nyeri tidak membaik,” kata dr Jimmy.
Dia pun menganjurkan agar menghindari penggunaan analgetika yang beredar di pasaran secara berlebihan untuk menghindari efek yang tidak diinginkan. “Ada baiknya memilih obat penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter. Dokter akan mengevaluasi sifat dan jenis nyeri yang dialami serta ada tidaknya penyakit penyerta lain pada pasien sehingga penanganan dan pengobatan nyeri lebih tepat dan efektif,” ungkap dr Jimmy.
Menurut dr Jimmy, obat penghilang rasa sakit sebaiknya digunakan sesuai dengan rekomendasi dokter untuk menghindari penggunaan yang berlebihan. Kepatuhan pasien juga penting diperhatikan dalam medikasi nyeri untuk mencapai tujuan penanganan nyeri yang tepat dan menghindari overuse, underuse, ataupun misuse dari analgetika.
Iman firmansyah
(ftr)