VR Menyapa Indonesia
A
A
A
FESTIVAL Film Sundance di Park City, Utah, AS, tahun ini memutar 11 film yang menggunakan teknologi Virtual Reality. Kategorinya pun baru. Diberi nama New Frontier.
Film-film tersebut tidak ditonton di layar bioskop biasa. Namun, di sebuah layar kecil di headset yang dipakai dikepala. Dalam konsep film VR, pengguna seolah-olah dapat melihat konten dalam panorama 360 derajat. Sehingga mereka seperti sedang berada di dalam filmnya.
Di Popcon Asia 2015 di Jakarta Convention Center pada 7-9 Agustus silam, film VR sudah dibuat oleh sineas Indonesia. Disutradarai oleh Dion Widhi Putra dan diproduseri Dennis Adhiswara.
”Kami yang pertama membawa VR dalam bentuk film horror di Indonesia,” ujar Dennis, yang menjadi CEO Layaria. Menurutnya, teknologi VR sangat baru dan dapat dieksplorasi lebih dalam. ”Kesempatan menggali ide sangat luas. Terutama dalam memberikan suguhan yang berbeda dari film-film biasa,” paparnya.
Keunggulan VR, sebut Dennis, bisa menghadirkan nuansa horror yang tidak hanya satu arah saja (layar datar) tapi bisa melihat ke segala arah. Untuk membuat film horror VR tersebut, Dennis bekerja sama dengan Festivo dan menggunakan jalur distribusi Layaria.
Proses pembuatan film VR cukup sulit. Ia menggunakan 7 kamera GoPro yang dimuat dalam satu rig. Kendala terbesar adalah saat syuting malam hari. Karena lampu yang dibutuhkan lumayan banyak dan dalam durasi lama (9 jam).
Selain itu, semua syuting harus one take, jadi sekali jadi dan tidak bisa di-edit. Jika ada kesalahan harus mengulang dari awal take. Untuk pengerjaannya dalam satu film yang berdurasi 3 sampai 4 menit kurang lebih sekitar 1,5 bulan termasuk konsep, persiapan, eksekusi, dan editing jadi satu film membutuhkan waktu sekitar 2 minggu.
Bagaimana dengan respon penonton? ”Mereka masih bingung bagaimana menonton film VR ini. Nanti sebulan setelah Popcon Asia, kita akan unggah film tersebut di YouTube yang memang bisa menampilkan video dalam 360 derajat (VR).
Sutradara Dion Widhi Putra menilai VR masih “hijau” dan sangat baru. Namun, VR ini akan menjadi sebuah alternatif untuk menikmati hiburan. ”Film ini memang yang pertama dan menjadi purwarupa kami pertama di Indonesia.
Dengan harapan kedepannya akan banyak teman-teman yang akan membuat VR. Karena saat ini kami belum mempunyai saingan,” katanya.
Binti Mufarida
Film-film tersebut tidak ditonton di layar bioskop biasa. Namun, di sebuah layar kecil di headset yang dipakai dikepala. Dalam konsep film VR, pengguna seolah-olah dapat melihat konten dalam panorama 360 derajat. Sehingga mereka seperti sedang berada di dalam filmnya.
Di Popcon Asia 2015 di Jakarta Convention Center pada 7-9 Agustus silam, film VR sudah dibuat oleh sineas Indonesia. Disutradarai oleh Dion Widhi Putra dan diproduseri Dennis Adhiswara.
”Kami yang pertama membawa VR dalam bentuk film horror di Indonesia,” ujar Dennis, yang menjadi CEO Layaria. Menurutnya, teknologi VR sangat baru dan dapat dieksplorasi lebih dalam. ”Kesempatan menggali ide sangat luas. Terutama dalam memberikan suguhan yang berbeda dari film-film biasa,” paparnya.
Keunggulan VR, sebut Dennis, bisa menghadirkan nuansa horror yang tidak hanya satu arah saja (layar datar) tapi bisa melihat ke segala arah. Untuk membuat film horror VR tersebut, Dennis bekerja sama dengan Festivo dan menggunakan jalur distribusi Layaria.
Proses pembuatan film VR cukup sulit. Ia menggunakan 7 kamera GoPro yang dimuat dalam satu rig. Kendala terbesar adalah saat syuting malam hari. Karena lampu yang dibutuhkan lumayan banyak dan dalam durasi lama (9 jam).
Selain itu, semua syuting harus one take, jadi sekali jadi dan tidak bisa di-edit. Jika ada kesalahan harus mengulang dari awal take. Untuk pengerjaannya dalam satu film yang berdurasi 3 sampai 4 menit kurang lebih sekitar 1,5 bulan termasuk konsep, persiapan, eksekusi, dan editing jadi satu film membutuhkan waktu sekitar 2 minggu.
Bagaimana dengan respon penonton? ”Mereka masih bingung bagaimana menonton film VR ini. Nanti sebulan setelah Popcon Asia, kita akan unggah film tersebut di YouTube yang memang bisa menampilkan video dalam 360 derajat (VR).
Sutradara Dion Widhi Putra menilai VR masih “hijau” dan sangat baru. Namun, VR ini akan menjadi sebuah alternatif untuk menikmati hiburan. ”Film ini memang yang pertama dan menjadi purwarupa kami pertama di Indonesia.
Dengan harapan kedepannya akan banyak teman-teman yang akan membuat VR. Karena saat ini kami belum mempunyai saingan,” katanya.
Binti Mufarida
(ars)