Marketplace untuk Furniture
A
A
A
FurnishLab adalah salah satu e-commerce lokal yang mencoba mendulang sukses di ranah furniture. Mereka ingin mengangkat produk furniture dan dekorasi karya desainer lokal.
“Kami menyediakan produk furniture dan dekorasi rumah dengan desain menarik namun memiliki harga bervariasi sesuai budget konsumen,” ungkap pendiri FurnishLab Ericko Hartanto. “Selain itu kami juga bekerjasama dengan desainer lokal untuk terus menghasilkan karya berkualitas, serta mudah dijangkau oleh konsumen lewat marketplace kami,” tambahnya.
Ericko, sapan akrabnya, menuturkan bahwa keputusan mendirikan FurnishLab diambil karena menurutnya marketplace di produk furniture dan dekorasi rumah memiliki prospek bagus kedepannya. Di Indonesia walau hal ini terbilang baru, namun menjanjikan.
“Berdasarkan hasil riset Euromonitor, hingga 2018 industri furniture Indonesia diperkirakan akan tumbuh dari Rp40 triliun ke Rp50 triliun. Walaupun prospeknya sangat menjanjikan, akan tetapi kompetisi di sektor ini sangat tinggi. Apalagi sebagai sebuah startup kami harus bersaing dengan toko furniture konvensional yang sudah memiliki customer base dan supply chain teruji,” paparnya panjang lebar. Namun, marketplace serupa FurnishLab masih memberikan harga mahal.
Nah, hal itu yang menjadi pertimbangan didirikannya FurnishLab. Startup ini resmi meluncurkan layanan berbasis web pada 1 April 2015 dengan jumlah produk sekitar 150 stock keeping unit (SKU). Ericko bercerita bahwa persiapannya sendiri sudah dimulai sejak Februari 2015. “Kami harus memvalidasi dulu ide bisnis kami dengan sharing ke beberapa arsitek, desainer interior, dan pelaku lain di industri furniture.
Hingga saat ini kami terus menambah ragam produk serta bentuk layanan kepada konsumen,” ucapnya. Pada awalnya, lanjut Ericko, FurnishLab harus mencari desainer atau bengkel industri furniture untuk memasarkan produk mereka di FurnishLab. Namun seiring perkembangannya kini sudah banyak pihak yang dengan sendirinya mengajukan diri untuk memasarkan produknya lewat marketplace tersebut.
“Kami telah memiliki 26 merchant yang terdiri dari desainer, manufaktur dan pemilik brand yang memasok seluruh produk kami yang saat ini berjumlah sekitar 450 SKU. Dalam memilih produk untuk ditampilkan di FurnishLab, kami juga melihat kecocokan produk dari segi harga, kualitas, desain produk serta brand,” jelas Ericko. Layanan yang diberikan FurnishLab bisa dibilang hampir serupa dengan kebanyakan e-commerce lainnya.
Misalnya pengiriman gratis ke seluruh wilayah Jabodetabek, termasuk hari Sabtu dan Minggu. Selain itu, karena produknya berupa furniture, FurnishLab juga menyediakan jasa instalasi gratis ketika produk sampai di tangan konsumen. “Untuk menjaga kepuasan konsumen, kami memberikan fasilitas gratis pengembalian barang dalam waktu 14 hari.
Untuk produk furniture, kami juga memberikan garansi produk selama 6 atau 12 bulan,” tambah Ericko. Kendati bisnis dari FurnishLab sangat menjanjikan, nyatanya tetap ada saja yang menjadi tantangan bagi Ericko untuk mengembangkan startup miliknya. Bukan persaingan dengan kompetitor, tapi lebih kepada logistik. Ericko mengatakan, logistik menjadi kendala utama di bisnis furniture. Kendala lainnya adalah menemukan produk sesuai dengan kriteria.
Cahyandaru Kuncorojati
“Kami menyediakan produk furniture dan dekorasi rumah dengan desain menarik namun memiliki harga bervariasi sesuai budget konsumen,” ungkap pendiri FurnishLab Ericko Hartanto. “Selain itu kami juga bekerjasama dengan desainer lokal untuk terus menghasilkan karya berkualitas, serta mudah dijangkau oleh konsumen lewat marketplace kami,” tambahnya.
Ericko, sapan akrabnya, menuturkan bahwa keputusan mendirikan FurnishLab diambil karena menurutnya marketplace di produk furniture dan dekorasi rumah memiliki prospek bagus kedepannya. Di Indonesia walau hal ini terbilang baru, namun menjanjikan.
“Berdasarkan hasil riset Euromonitor, hingga 2018 industri furniture Indonesia diperkirakan akan tumbuh dari Rp40 triliun ke Rp50 triliun. Walaupun prospeknya sangat menjanjikan, akan tetapi kompetisi di sektor ini sangat tinggi. Apalagi sebagai sebuah startup kami harus bersaing dengan toko furniture konvensional yang sudah memiliki customer base dan supply chain teruji,” paparnya panjang lebar. Namun, marketplace serupa FurnishLab masih memberikan harga mahal.
Nah, hal itu yang menjadi pertimbangan didirikannya FurnishLab. Startup ini resmi meluncurkan layanan berbasis web pada 1 April 2015 dengan jumlah produk sekitar 150 stock keeping unit (SKU). Ericko bercerita bahwa persiapannya sendiri sudah dimulai sejak Februari 2015. “Kami harus memvalidasi dulu ide bisnis kami dengan sharing ke beberapa arsitek, desainer interior, dan pelaku lain di industri furniture.
Hingga saat ini kami terus menambah ragam produk serta bentuk layanan kepada konsumen,” ucapnya. Pada awalnya, lanjut Ericko, FurnishLab harus mencari desainer atau bengkel industri furniture untuk memasarkan produk mereka di FurnishLab. Namun seiring perkembangannya kini sudah banyak pihak yang dengan sendirinya mengajukan diri untuk memasarkan produknya lewat marketplace tersebut.
“Kami telah memiliki 26 merchant yang terdiri dari desainer, manufaktur dan pemilik brand yang memasok seluruh produk kami yang saat ini berjumlah sekitar 450 SKU. Dalam memilih produk untuk ditampilkan di FurnishLab, kami juga melihat kecocokan produk dari segi harga, kualitas, desain produk serta brand,” jelas Ericko. Layanan yang diberikan FurnishLab bisa dibilang hampir serupa dengan kebanyakan e-commerce lainnya.
Misalnya pengiriman gratis ke seluruh wilayah Jabodetabek, termasuk hari Sabtu dan Minggu. Selain itu, karena produknya berupa furniture, FurnishLab juga menyediakan jasa instalasi gratis ketika produk sampai di tangan konsumen. “Untuk menjaga kepuasan konsumen, kami memberikan fasilitas gratis pengembalian barang dalam waktu 14 hari.
Untuk produk furniture, kami juga memberikan garansi produk selama 6 atau 12 bulan,” tambah Ericko. Kendati bisnis dari FurnishLab sangat menjanjikan, nyatanya tetap ada saja yang menjadi tantangan bagi Ericko untuk mengembangkan startup miliknya. Bukan persaingan dengan kompetitor, tapi lebih kepada logistik. Ericko mengatakan, logistik menjadi kendala utama di bisnis furniture. Kendala lainnya adalah menemukan produk sesuai dengan kriteria.
Cahyandaru Kuncorojati
(ftr)