Menikmati Keroncong Dalam Festival Jazz Tangsel
A
A
A
Adakah musik keroncong di festival musik jazz? Jawabannya ada. Itu bisa ditonton dalam acara Tangsel (Tangerang Selatan) Jazz Festival atau TJF 2015 pada 15-16 Agustus lalu di kawasan perumahan baru Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
Bukan hanya keroncong, juga artis dan musik pop ikut dihadirkan. Itu biasa, namanya bisnis hiburan. Yang kurang adalah panitia tidak mempertontonkan musik dangdut. Mungkin lupa. Kalau saja tidak lupa menghadirkan dangdut, dipastikan TJFbisa ramai penonton. Menarik menyimak peristiwa dalam TJF yang kedua ini.
Panggung musik keroncong faktanya cukup mendapat sambutan penonton. Ini bisa dilihat dari semua kursi yang disediakan panitia di depan panggung terisi penonton. Tepuk tangan selalu ada ketika Sundari Sukoco menyelesaikan lagunya, antara lain Bandar Jakarta, Getuk, Jangkrik Genggong, Kroncong Kemayoran,dan lainnya.
Sundari betul-betul menyanyi dengan cengkok keroncong asli bukan lagu keroncong dibawakan dalam irama jazz. Meskipun musik keroncong cukup menghibur, penggemar musik jazz yang sengaja datang ke pertunjukan musik jazz, boleh jadi, sempat bingung. Jangan-jangan salah masuk festival? Untunglah, usai pertunjukan keroncong selanjutnya di panggung lain langsung menghadirkan Barry Likumahua dan kawan-kawannya.
Bahkan tidak tanggung-tanggung bapaknya, Benny Likumahua, juga ikut main bersama Barry. Ini baru jazz. Berarti tidak salah masuk festival. Penampilan Barry Likumahua dengan sejumlah anak muda di panggung dalam Barry Likumahua Experiment malam itu cukup mengesankan. Kepiawaian masing-masing pemain dalam menguasai alat musik yang dimainkan sungguh mampu membangun komposisi jazz yang unik.
Eksperimen yang enak didengar dan ditonton. Gaya permainan Barry di panggung begitu energik mampu membangun emosi penonton dalam festival jazz. Pendeknya, Benny Likumahua muda pun kalah dalam aksi. Menarik juga menonton peniup terompet dari Barry Likumahua Experiment, Jordy Revilian Waeluruw alias Jordi Trumpet yang gaya dan wajahnya mirip Jon Faddis peniup terompet dari geng Dizzy Gillespie.
Keduanya memiliki rambut kribo dan menggunakan terompet bengkok, seperti yang dipakai Dizzy Gillespie. Namun, Faddis pada kemudian hari tidak lagi menggunakan terompet bengkok. “Saya juga senang Jon Faddis. Juga Wynton Marsalis, Roy Hargrove. Namun, lebih banyak mendengarkan Milles Davis,” kata Jodi saat ditanya seputar dunia jazz terompet.
Selain Barry Likumahua, dalam daftar musisi juga sejumlah bintang jazz ikut tampil dalam Tangsel Jazz Festival 2015, seperti Idang Rasjhidi, Yance Manusama, Margie Siegers, Ermy Kulit, dan lainnya. Dari artis jazz, kemudian yang “agak ngejazz” sampai artis pop ikut dihadirkan dalam festival yang berlangsung dua malam berturut-turut.
Idang tampil pada malam pertama bersama kelompoknya mengiringi penyanyi Komala Ayu. Idang juga merupakan artis jazz yang cukup dinanti penggemar musik jazz. Dengan iringan Idang dan kawan-kawan, Komala Ayu tampil cukup baik dengan olah suara dan kemampuan melakukan scat singingyang dimilikinya. Khas Idang, dia banyak tampil dengan anak-anak muda berbakat.
Komunitas Jazz
Secara umum penyelenggaraan Tangsel Jazz Festivalcukup bagus dari pemilihan lokasi dan penggunaan peralatan suara. Permainan musik para musisi atau setiap panggung cukup baik dan jernih. Namun, sangat disayangkan festival musik ini harus terganggu dengan ketidakprofesionalan panitia dalam mengatur jadwal main setiap panggung.
Sebagai contoh, dalam waktu bersamaan, dua panggung bersebelahan, main dengan powercukup besar, yaitu The Groove dan Barry Likumahua Experiment. Akibat ketidakpahaman atau keteledoran panitia dalam menjadwalkan dua panggung bersebelahan show, bisa dibayangkan, bocor suara, saling tindih tidak terelakan.
Beruntung Barry memainkan fungky jazzsehingga tidak begitu tenggelam oleh musik The Groove, walau tetap tidak nyaman untuk musisi dan penonton. Bayangkan, jika panggung Barry Likumahua memainkan jazz standar beradu dengan musik rock di sebelah, dipastikan pertunjukan bisa berhenti karena percuma. Penonton dan musisi bisa kecewa.
Sebuah pelajaran penting para penyelenggara festival musik. Musik jazz pada perkembangannya semakin luas dan tidak di perkotaan saja, merambah ke kota-kota kecil. Ini sangat menggembirakan untuk penggemar musik jazz yang pada dua dekade lalu masih terkotakkotak dalam komunitas kecil.
Hadirnya Tangsel Jazz Festivaldiharapkan tidak sekadar dijadikan ajang bisnis semata, juga mampu memunculkan, menggalang, dan menggandeng komunitas jazz di wilayahnya. Tangsel yang pada sejarahnya adalah kebun karet, dalam waktu singkat, menjadi kota satelit maju. Jadi, dipastikan juga menjadi kota berkumpulnya para penggemar musik jazz.
Bahkan jika diamati bukan hanya penggemar musik jazz, juga para musisinya banyak tinggal di Tangsel, seperti Benny Likumahua, Jefrry Tahalele, dan lainnya. Juga banyak pertunjukan musik jazz secara reguler di kawasan Tangsel, seperti di Bumi Serpong Damai (BSD) dan sekitarnya menampilkan anak-anak muda berbakat. Dengan kondisi tersebut, maka ke depan festival jazz yang baik diharapkan bisa terlaksana sehingga mampu mengangkat nama Tangsel lebih baik lagi.
Eddy Koko
Penikmat Musik Jazz
Bukan hanya keroncong, juga artis dan musik pop ikut dihadirkan. Itu biasa, namanya bisnis hiburan. Yang kurang adalah panitia tidak mempertontonkan musik dangdut. Mungkin lupa. Kalau saja tidak lupa menghadirkan dangdut, dipastikan TJFbisa ramai penonton. Menarik menyimak peristiwa dalam TJF yang kedua ini.
Panggung musik keroncong faktanya cukup mendapat sambutan penonton. Ini bisa dilihat dari semua kursi yang disediakan panitia di depan panggung terisi penonton. Tepuk tangan selalu ada ketika Sundari Sukoco menyelesaikan lagunya, antara lain Bandar Jakarta, Getuk, Jangkrik Genggong, Kroncong Kemayoran,dan lainnya.
Sundari betul-betul menyanyi dengan cengkok keroncong asli bukan lagu keroncong dibawakan dalam irama jazz. Meskipun musik keroncong cukup menghibur, penggemar musik jazz yang sengaja datang ke pertunjukan musik jazz, boleh jadi, sempat bingung. Jangan-jangan salah masuk festival? Untunglah, usai pertunjukan keroncong selanjutnya di panggung lain langsung menghadirkan Barry Likumahua dan kawan-kawannya.
Bahkan tidak tanggung-tanggung bapaknya, Benny Likumahua, juga ikut main bersama Barry. Ini baru jazz. Berarti tidak salah masuk festival. Penampilan Barry Likumahua dengan sejumlah anak muda di panggung dalam Barry Likumahua Experiment malam itu cukup mengesankan. Kepiawaian masing-masing pemain dalam menguasai alat musik yang dimainkan sungguh mampu membangun komposisi jazz yang unik.
Eksperimen yang enak didengar dan ditonton. Gaya permainan Barry di panggung begitu energik mampu membangun emosi penonton dalam festival jazz. Pendeknya, Benny Likumahua muda pun kalah dalam aksi. Menarik juga menonton peniup terompet dari Barry Likumahua Experiment, Jordy Revilian Waeluruw alias Jordi Trumpet yang gaya dan wajahnya mirip Jon Faddis peniup terompet dari geng Dizzy Gillespie.
Keduanya memiliki rambut kribo dan menggunakan terompet bengkok, seperti yang dipakai Dizzy Gillespie. Namun, Faddis pada kemudian hari tidak lagi menggunakan terompet bengkok. “Saya juga senang Jon Faddis. Juga Wynton Marsalis, Roy Hargrove. Namun, lebih banyak mendengarkan Milles Davis,” kata Jodi saat ditanya seputar dunia jazz terompet.
Selain Barry Likumahua, dalam daftar musisi juga sejumlah bintang jazz ikut tampil dalam Tangsel Jazz Festival 2015, seperti Idang Rasjhidi, Yance Manusama, Margie Siegers, Ermy Kulit, dan lainnya. Dari artis jazz, kemudian yang “agak ngejazz” sampai artis pop ikut dihadirkan dalam festival yang berlangsung dua malam berturut-turut.
Idang tampil pada malam pertama bersama kelompoknya mengiringi penyanyi Komala Ayu. Idang juga merupakan artis jazz yang cukup dinanti penggemar musik jazz. Dengan iringan Idang dan kawan-kawan, Komala Ayu tampil cukup baik dengan olah suara dan kemampuan melakukan scat singingyang dimilikinya. Khas Idang, dia banyak tampil dengan anak-anak muda berbakat.
Komunitas Jazz
Secara umum penyelenggaraan Tangsel Jazz Festivalcukup bagus dari pemilihan lokasi dan penggunaan peralatan suara. Permainan musik para musisi atau setiap panggung cukup baik dan jernih. Namun, sangat disayangkan festival musik ini harus terganggu dengan ketidakprofesionalan panitia dalam mengatur jadwal main setiap panggung.
Sebagai contoh, dalam waktu bersamaan, dua panggung bersebelahan, main dengan powercukup besar, yaitu The Groove dan Barry Likumahua Experiment. Akibat ketidakpahaman atau keteledoran panitia dalam menjadwalkan dua panggung bersebelahan show, bisa dibayangkan, bocor suara, saling tindih tidak terelakan.
Beruntung Barry memainkan fungky jazzsehingga tidak begitu tenggelam oleh musik The Groove, walau tetap tidak nyaman untuk musisi dan penonton. Bayangkan, jika panggung Barry Likumahua memainkan jazz standar beradu dengan musik rock di sebelah, dipastikan pertunjukan bisa berhenti karena percuma. Penonton dan musisi bisa kecewa.
Sebuah pelajaran penting para penyelenggara festival musik. Musik jazz pada perkembangannya semakin luas dan tidak di perkotaan saja, merambah ke kota-kota kecil. Ini sangat menggembirakan untuk penggemar musik jazz yang pada dua dekade lalu masih terkotakkotak dalam komunitas kecil.
Hadirnya Tangsel Jazz Festivaldiharapkan tidak sekadar dijadikan ajang bisnis semata, juga mampu memunculkan, menggalang, dan menggandeng komunitas jazz di wilayahnya. Tangsel yang pada sejarahnya adalah kebun karet, dalam waktu singkat, menjadi kota satelit maju. Jadi, dipastikan juga menjadi kota berkumpulnya para penggemar musik jazz.
Bahkan jika diamati bukan hanya penggemar musik jazz, juga para musisinya banyak tinggal di Tangsel, seperti Benny Likumahua, Jefrry Tahalele, dan lainnya. Juga banyak pertunjukan musik jazz secara reguler di kawasan Tangsel, seperti di Bumi Serpong Damai (BSD) dan sekitarnya menampilkan anak-anak muda berbakat. Dengan kondisi tersebut, maka ke depan festival jazz yang baik diharapkan bisa terlaksana sehingga mampu mengangkat nama Tangsel lebih baik lagi.
Eddy Koko
Penikmat Musik Jazz
(bbg)