Cegah Dehidrasi Saat Ibadah Haji
A
A
A
SUHU dan kelembapan yang ekstrem di Tanah Suci membuat jamaah haji dan umrah rentan mengalami dehidrasi.
Bukan hanya memengaruhi kualitas beribadah, dehidrasi juga dapat menyebabkan kondisi fatal yang menyebabkan kematian.
Suhu tinggi dengan kelembapan yang rendah di Tanah Suci, menuntut perhatian ekstra dari para jamaah haji maupun umrah. Pasalnya, suhu ekstrem dapat memicu dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh.
Diperkirakan suhu di Arab Saudi mencapai 40–45 derajat Celsius pada tahun ini. Menyoroti permasalahan ini, Pusat Kesehatan Haji (Puskeshaji) Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Indonesia Hydration Working Group (IHWG) meluncurkan Buku Panduan hidrasi Saat Haji dan Umroh. Buku ini ditujukan kepada para tenaga kesehatan dalam membina kesehatan jamaah haji agar terhindar dari dehidrasi.
Hasil survei yang dilakukan oleh tim penyusun buku terhadap 112 jamaah haji yang dirawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Mekkah dan Madinah, selama pra dan pasca-Armina pada 2014, menunjukkan jamaah yang mengalami dehidrasi sebanyak 50,9 persen secara kualitatif (berdasarkan warna urine) dan 19,5% secara kuantitatif (berat jenis urine atau urine specific gravity). Sekitar 70% lansia yang juga demensia (pikun) mengalami dehidrasi.
“Cuaca dan iklim berbeda. Ini menimbulkan dampak kesehatan jamaah haji, mereka terkena paparan panas dengan suhu yang luar biasa 43 derajat Celsius, tidak ada AC selama lima jam saat aktivitas haji,” beber Kepala Pusat Kesehatan Haji- Kementerian kesehatan RI DR dr Fidiansjah SpKJ, dalam acara peluncuran buku tersebut di Jakarta (19/8).
Dia menambahkan pada kondisi ekstrem, dehidrasi yang melanda jamaah dapat menyebabkan kondisi fatal, seperti heat stroke, yang dapat membawa kematian. Apalagi bagi jamaah haji yang mayoritas lanjut usia. Jadi, menjaga tubuh tetap terhidrasi selama beribadah haji dan umrah pun mutlak dilakukan. Cairan menjadi suatu komponen penting dalam tubuh mengingat 50–60% tubuh berisi air.
Karena itu, kebutuhan tubuh akan cairan harus tercukupi dengan baik. Kebutuhan cairan bagi orang dewasa jika sehat, kondisi normal, dan aktivitasnya juga normal, yakni sekitar 25 hingga 30 ml per kilogram berat badan. Namun, jumlah tersebut sudah tentu harus lebih ditingkatkan selama berada di Tanah Suci. Menurut perwakilan IHWG dr Purwita Wijaya Laksmi SpPD K-Ger, jamaah haji serta umrah membutuhkan 30% hingga 60% lebih banyak cairan, bergantung aktivitas yang dilakukan.
Kekurangan cairan akan membawa pada berbagai gangguan. Sebut saja lemas, kejang-kejang, hilang kesadaran, bahkan kematian. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi kegiatan ibadah. Upaya pencegahan kekurangan cairan ini baiknya, menurut Purwita, dilakukan sejak berada di Indonesia. Yakni dengan membiasakan pola hidup sehat dengan gizi seimbang. Biasakan minum air putih bukan hanya saat makan, namun ada kesempatan terlebih pada saat perjalanan dari pondokan ke masjid atau sebaliknya.
Dianjurkan pula untuk membawa botol air yang sudah terisi saat perjalanan dapat diisi kembali dengan air zamzam yang tersedia di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi. Selama di Tanah Suci biasakan untuk menerapkan aturan minum 8x300 cc. Jumlah ini dibagi menjadi tiga kali pada waktu makan dan lima kali pada waktu beribadah salat.
Dr Agung Frijanto SpKJ, salah seorang perwakilan tim penyusun Buku Panduan Hidrasi Saat Haji dan Umroh mengatakan, ada lima jenis penyakit penyebab utama kematian jamaah haji Indonesia tahun lalu, yakni penyakit kardiovaskular (50%), penyakit saluran pernapasan (16,67%), penyakit karena defisiensi nutrisi (11,11%), gejala klinik dan laboratorium abnormal (11,11%), serta penyakit infeksi (5,56%). “Hampir semua penyakit ini dapat diperburuk kondisinya dengan dehidrasi,” pungkas Agung.
Pada tahun ini jamaah akan dibekali semprotan multifungsi, guna mengurangi angka dehidrasi. Semprotan ini diisi air yang dapat diminum dan dapat disemprotkan ke wajah atau kepala serta sekaligus juga dapat diminum.
Sri noviarni
Bukan hanya memengaruhi kualitas beribadah, dehidrasi juga dapat menyebabkan kondisi fatal yang menyebabkan kematian.
Suhu tinggi dengan kelembapan yang rendah di Tanah Suci, menuntut perhatian ekstra dari para jamaah haji maupun umrah. Pasalnya, suhu ekstrem dapat memicu dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh.
Diperkirakan suhu di Arab Saudi mencapai 40–45 derajat Celsius pada tahun ini. Menyoroti permasalahan ini, Pusat Kesehatan Haji (Puskeshaji) Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Indonesia Hydration Working Group (IHWG) meluncurkan Buku Panduan hidrasi Saat Haji dan Umroh. Buku ini ditujukan kepada para tenaga kesehatan dalam membina kesehatan jamaah haji agar terhindar dari dehidrasi.
Hasil survei yang dilakukan oleh tim penyusun buku terhadap 112 jamaah haji yang dirawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Mekkah dan Madinah, selama pra dan pasca-Armina pada 2014, menunjukkan jamaah yang mengalami dehidrasi sebanyak 50,9 persen secara kualitatif (berdasarkan warna urine) dan 19,5% secara kuantitatif (berat jenis urine atau urine specific gravity). Sekitar 70% lansia yang juga demensia (pikun) mengalami dehidrasi.
“Cuaca dan iklim berbeda. Ini menimbulkan dampak kesehatan jamaah haji, mereka terkena paparan panas dengan suhu yang luar biasa 43 derajat Celsius, tidak ada AC selama lima jam saat aktivitas haji,” beber Kepala Pusat Kesehatan Haji- Kementerian kesehatan RI DR dr Fidiansjah SpKJ, dalam acara peluncuran buku tersebut di Jakarta (19/8).
Dia menambahkan pada kondisi ekstrem, dehidrasi yang melanda jamaah dapat menyebabkan kondisi fatal, seperti heat stroke, yang dapat membawa kematian. Apalagi bagi jamaah haji yang mayoritas lanjut usia. Jadi, menjaga tubuh tetap terhidrasi selama beribadah haji dan umrah pun mutlak dilakukan. Cairan menjadi suatu komponen penting dalam tubuh mengingat 50–60% tubuh berisi air.
Karena itu, kebutuhan tubuh akan cairan harus tercukupi dengan baik. Kebutuhan cairan bagi orang dewasa jika sehat, kondisi normal, dan aktivitasnya juga normal, yakni sekitar 25 hingga 30 ml per kilogram berat badan. Namun, jumlah tersebut sudah tentu harus lebih ditingkatkan selama berada di Tanah Suci. Menurut perwakilan IHWG dr Purwita Wijaya Laksmi SpPD K-Ger, jamaah haji serta umrah membutuhkan 30% hingga 60% lebih banyak cairan, bergantung aktivitas yang dilakukan.
Kekurangan cairan akan membawa pada berbagai gangguan. Sebut saja lemas, kejang-kejang, hilang kesadaran, bahkan kematian. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi kegiatan ibadah. Upaya pencegahan kekurangan cairan ini baiknya, menurut Purwita, dilakukan sejak berada di Indonesia. Yakni dengan membiasakan pola hidup sehat dengan gizi seimbang. Biasakan minum air putih bukan hanya saat makan, namun ada kesempatan terlebih pada saat perjalanan dari pondokan ke masjid atau sebaliknya.
Dianjurkan pula untuk membawa botol air yang sudah terisi saat perjalanan dapat diisi kembali dengan air zamzam yang tersedia di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi. Selama di Tanah Suci biasakan untuk menerapkan aturan minum 8x300 cc. Jumlah ini dibagi menjadi tiga kali pada waktu makan dan lima kali pada waktu beribadah salat.
Dr Agung Frijanto SpKJ, salah seorang perwakilan tim penyusun Buku Panduan Hidrasi Saat Haji dan Umroh mengatakan, ada lima jenis penyakit penyebab utama kematian jamaah haji Indonesia tahun lalu, yakni penyakit kardiovaskular (50%), penyakit saluran pernapasan (16,67%), penyakit karena defisiensi nutrisi (11,11%), gejala klinik dan laboratorium abnormal (11,11%), serta penyakit infeksi (5,56%). “Hampir semua penyakit ini dapat diperburuk kondisinya dengan dehidrasi,” pungkas Agung.
Pada tahun ini jamaah akan dibekali semprotan multifungsi, guna mengurangi angka dehidrasi. Semprotan ini diisi air yang dapat diminum dan dapat disemprotkan ke wajah atau kepala serta sekaligus juga dapat diminum.
Sri noviarni
(ars)