Pemberian Antibiotik Berlebihan Jadi Ancaman Serius

Kamis, 03 September 2015 - 06:05 WIB
Pemberian Antibiotik...
Pemberian Antibiotik Berlebihan Jadi Ancaman Serius
A A A
DEPOK - Pengelolaan Antibiotik di Indonesia harus dilakukan sama ketatnya dengan Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika sehingga penggunaan antibiotika dapat dilakukan dengan bijak dan rasional. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan berlebihan ternyata selain berdampak pada tingginya biaya kesehatan, juga dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius.

Pemberian antibiotik yang tidak terkendali dengan baik, telah menyebabkan lahirnya bakteri “Super Bug” yang sangat sulit untuk diatasi. “Bakteri super” yang bersifat multi-resisten terhadap berbagai jenis antibiotik ini telah menjadi ancaman serius dalam bidang kesehatan di seluruh dunia.

"Hanya dalam waktu sekitar 75 tahun sejak digunakannya antibiotik secara masal, kini dunia dihadapkan pada masa depan yang amat mengkhawatirkan dimana kemungkinan tidak ada lagi antibiotik yang efektif untuk mengatasi beberapa tipe bakteri patogen yang multi-resisten," kata Guru Besar bidang Ilmu Farmasi UI Prof. Dr. Maksum Radji M.Biomed.,Apt, di Depok.

Ancaman pandemi bakteri yang resisten terhadap antibiotik kini telah nyata dan berskala besar. Maksum mengatakan, kecepatan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik jauh lebih cepat dibandingkan dengan upaya penemuan dan pengembangan antibiotik baru.

Penemuan dan pengembangan antibiotik baru memerlukan biaya yang sangat mahal sehingga sempat dibilang dalam 2-3 tahun terakhir ini tidak ada antibiotik baru yang diciptakan.

"Sejak tahun 2000-an, angka kematian penderita penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri multi-resisten terus meningkat dengan tajam, baik infeksi yang terjadi di rumah sakit maupun dikomunitas," jelasnya.

Dewasa ini, beberapa laporan menyebutkan bahwa pada tahun 2050 diperkirakan 10 juta orang per tahun meninggal karena infeksi bakteri yang resisten terhadap antibiotik di seluruh dunia.

Seperempat diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Prevalensi kematian tertinggi akibat infeksi bakteri multi-resisten terjadi di Asia sebanyak 4,7 juta, diikuti Afrika dengan 4,1 juta, sekitar 390 ribu di Eropa dan 317 ribu di Amerika.

"Penyumbang masalah resisistensi antibiotika adalah peresepan Antibiotik tidak rasional, penjualan antibiotik tanpa resep dokter, pasien yang tidak menaati regimen penggunaan antibiotik, dan penggunaan obat pada ternak ayam dan ikan yang nantinya dikonsumsi oleh manusia," ungkap Maksum.

Maksum juga memaparkan peran sentral profesi farmasi sangat penting dalam mengendalikan penggunaan antibiotika yang bijak dan rasional.

Upaya pengendalian penggunaan antibiotika yang dapat dilakukan apoteker adalah dengan menghentikan penjualan antibiotik tanpa resep, memberi informasi yang tepat dan jelas pada pasien pada penyerahan antibiotik, pendidikan pada masyarakat tentang antibiotik yang bijak serta dampaknya pada kesehatan secara umum.

"Koordinasi dan kolaborasi antar profesi kesehatan pada unit pelayanan kesehatan dan rumah sakit sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas hidup pasien," tutupnya.
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6405 seconds (0.1#10.140)