Video Klip Gres Taylor Swift Tidak Rasis, Tapi Salah Warna Wig Rambut

Jum'at, 04 September 2015 - 03:12 WIB
Video Klip Gres Taylor...
Video Klip Gres Taylor Swift Tidak Rasis, Tapi Salah Warna Wig Rambut
A A A
CALIFORNIA -
Rilisnya video klip terbaru Taylor Swift untuk singlenya, Wildest Dreams ternyata menuai kontroversi. Sejumlah kritikus telah memanggil penyanyi pop yang berusia 25 tahun ini karena masalah rasisme atas pemilihan model video klip yang kerap menggunakan orang kulit putih sementara video klip tersebut disetting berada di kawasan Afrika.

Disutradarai oleh Joseph Kahn yang sebelumnya juga menyutradarai video klip Blank Space milik Swift, video klip Wildest Dreams ini menceritakan tentang Swift dan Scott Eastwood yang berperan sebagai bintang film era 1940-an yang saling jatuh cinta satu sama lain saat melakukan syuting film di gurun Afrika.

Beberapa hewan khas Afrika seperti singa, zebra, jerapah dan cheetah terlihat beberapa kali muncul di video, tapi tidak terlalu banyak aktor kulit hitam yang terlihat di dalamnya. Mungkin saja isu rasis itu tidak ada, karena memang video klip ini dibuat di California dengan setelan Benua Hitam era 1950-an.

“Taylor Swift berpakaian sebagai wanita era kolonial di tanah Afrika. Dengan hanya beberapa pengecualian, para pemain dalam video termasuk aktor yang berperan sebagai pacarnya, sutradara, dan stafnya, semua tampak (berkulit) putih. Kami terkejut ketika mengetahui Taylor Swift, label rekaman, dan kelompok produksi videonya berpikir itu baik-baik saja untuk video klip yang menyajikan orang kulit putih yang glamor di Afrika” ujar pihak dari National Public Radio (NPR) Viviane Rutabingwa dan James Kassafa Arinaitwe.

Mereka juga menambahkan, “Lagu Swift selalu menghibur banyak orang. Dia seharusnya benar-benar dapat menggunakan setiap lokasi sebagai latar belakang. Tapi dia menggunakan benua ini sebagai latar belakang untuk lagu-lagu romantisnya tanpa ada orang Afrika atau alur cerita yang menggambarkannya”.

Dilansir Aceshowbiz, Rutabingwa dan Arinaitwe bukanlah yang pertama mengkritik video klip ini. Mengatakan sebagai klip ‘kolonialisme kulit putih’ Lauren Duca dari Huffington Post menjelaskan, “Swift sebenarnya telah memilih opsi yang berani dan sebenarnya ia hanya perlu menonjolkan daerah dan masyarakatnya”.

Gerah karena dapat kritik keras. Sang sutradara video klip inipun membela diri. "Ini bukan video tentang kolonialisme, tapi sebuah cerita cinta yang dalam sebuah settingan kru film di Afrika era 1950," sembur Joseph Kahn dalam email balasannya kepada NPR.

Sementara itu, selain isu rasisme. Kontroversi video klip Taylor Swift terbaru juga jadi topik diskusi hangat di media massa. Tapi sekali lagi yang dibahas adalah mengenai keburukan lainnya.

Pasalnya, dalam video ini Taylor memakai wig brunette (rambut merah) era 1940-an. Apakah seharusnya wig rambutnya berwarna pirang (blonde)?

Kalau bicara blonde, ada satu video klip lain yang disebut oleh media dari sisi buruknya saja. Yaitu ketika Colin Farrell memakai wig pirang dalam peran Alexander the Great karya Oliver Stone 2004. Padahal akan lebih pantas jika seorang pria Yunani seperti Alexander berambut hitam.

Colin Farrell

(sbn)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5620 seconds (0.1#10.140)