Jangan Anggap Sepele Gangguan Pencernaan
A
A
A
KOLIK dan diare sering dianggap gangguan pencernaan biasa. Padahal, kolik dapat mengganggu tumbuh kembang anak serta mengancam kualitas hidup keluarga. Sementara diare jika tidak ditangani dengan tepat, dapat berujung pada kematian. Bagaimana mengatasinya?
Tidak main-main, kedua gangguan pencernaan ini dapat berakibat buruk pada si kecil. Laporan UNICEF dan WHO pada 2013 menyebutkan, diare menjadi biang keladi penyebab kematian lebih dari 340.000 balita di seluruh dunia akibat tidak ditangani secara tepat.
Di sisi lain terkait dengan kolik, sebuah penelitian pada 2005 berjudul A Prospective 10-Year Study on Children Who Had Severe Infantile Colic mengungkapkan, 33,3% anak yang sering mengalami kolik pada tahun pertama kehidupannya, akan lebih sering merasakan nyeri perut berulang ketika usianya menginjak 10 tahun. Bukan hanya itu, kolik juga menyebabkan anak sering mengalami gangguan tidur ketika memasuki usia yang sama. Hal ini setidaknya diderita 55% anak penderita kolik.
Kejadian tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas hidup keluarganya. Seperti dikatakan oleh DR Dr Ahmad Suryawan SpA(K) dalam acara Masa Depan Si Kecil Berawal Dari Saluran Cerna yang Sehat di Jakarta Pusat, Jumat (11/9). “Bukan hanya mengganggu tumbuh kembang si kecil, anak kolik juga dapat memengaruhi tingkat kebahagiaan dan interaksi antaranggota keluarga sehingga kualitas hidup keluarga menjadi menurun,” kata Ahmad dari Happy Tummy Council.
Lebih jauh dia membeberkan hasil penelitian pada 2009 yang berjudul Infantile Colic, Prolonged Crying, and Maternal Postnatal Depression serta penelitian berjudul Psychosocial Status and Quality of Life in Mothers of Infants with Colic pada 2013. Kedua penelitian tersebut menyebutkan, anak yang menderita kolik dapat mengganggu pola tidur pada ibu dan memicu depresi, serta mengakibatkan rasa lelah, frustrasi, dan gelisah sehingga menurunkan kualitas hidup keluarga.
Kolik adalah keadaan bayi menangis terus-menerus secara berlebihan. Gangguan ini bisa terjadi sejak anak lahir sampai usia 3-4 bulan. Penyebab kolik yang spesifik sebenarnya belum diketahui secara pasti. Namun, sering dikaitkan dengan adanya gangguan pada saluran pencernaan, misalnya akibat mengejangnya otot di dinding usus atau ada udara dalam usus. Intoleransi laktosa atau alergi terhadap susu sapi/susu formula juga bisa menjadi penyebab kolik.
Ada pula dugaan bahwa kolik adalah perwujudan dari tidak berhasilnya upaya anak untuk berkomunikasi dengan orang tuanya. Menangis secara berlebihan setelah minum atau ketika bangun tidur, terutama pada malam hari, tangis yang sukar dihentikan saat serangan terjadi, dan ketika menangis, wajahnya berwarna kemerahan dan kakinya diangkat-angkat (lutut ditekuk ke arah dadanya), pertanda si kecil mengalami kolik.
Terlepas dari penyebabnya, pemberian ASI eksklusif amat disarankan untuk mengatasi kolik. “Karena ASI memiliki nutrisi lengkap untuk tumbuh kembang si kecil, mulai dari perkembangan otak hingga peningkatan sistem kekebalan tubuh,” ujar Prof Yvan Vandenplas dari Department of Perdiatric University of Brussels.
Asi juga kaya akan probiotik dan laktosa yang dapat menjaga kesehatan serta kenyamanan saluran cerna. Apabila terasa kurang, probiotik dan laktosa tambahan dapat diberikan kepada anak berusia tujuh bulan ke atas melalui makanan dan minuman olahan susu, seperti yoghurt dan keju. Salah satu jenis probiotik atau bakteri baik, yakni Lactobacillus reuteri , memiliki potensi untuk memberikan kenyamanan pada saluran cerna sehingga mampu mengurangi gejala gangguan pencernaan.
“Jangan anggap remeh gangguan pencernaan seperti diare dan kolik, walaupun dua gangguan pencernaan ini umum dialami oleh si kecil. Penanganan yang kurang tepat dapat membahayakan anak serta menurunkan kualitas hidup keluarganya, ” ingat Prof Yvan.
Sri Noviarni
Tidak main-main, kedua gangguan pencernaan ini dapat berakibat buruk pada si kecil. Laporan UNICEF dan WHO pada 2013 menyebutkan, diare menjadi biang keladi penyebab kematian lebih dari 340.000 balita di seluruh dunia akibat tidak ditangani secara tepat.
Di sisi lain terkait dengan kolik, sebuah penelitian pada 2005 berjudul A Prospective 10-Year Study on Children Who Had Severe Infantile Colic mengungkapkan, 33,3% anak yang sering mengalami kolik pada tahun pertama kehidupannya, akan lebih sering merasakan nyeri perut berulang ketika usianya menginjak 10 tahun. Bukan hanya itu, kolik juga menyebabkan anak sering mengalami gangguan tidur ketika memasuki usia yang sama. Hal ini setidaknya diderita 55% anak penderita kolik.
Kejadian tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas hidup keluarganya. Seperti dikatakan oleh DR Dr Ahmad Suryawan SpA(K) dalam acara Masa Depan Si Kecil Berawal Dari Saluran Cerna yang Sehat di Jakarta Pusat, Jumat (11/9). “Bukan hanya mengganggu tumbuh kembang si kecil, anak kolik juga dapat memengaruhi tingkat kebahagiaan dan interaksi antaranggota keluarga sehingga kualitas hidup keluarga menjadi menurun,” kata Ahmad dari Happy Tummy Council.
Lebih jauh dia membeberkan hasil penelitian pada 2009 yang berjudul Infantile Colic, Prolonged Crying, and Maternal Postnatal Depression serta penelitian berjudul Psychosocial Status and Quality of Life in Mothers of Infants with Colic pada 2013. Kedua penelitian tersebut menyebutkan, anak yang menderita kolik dapat mengganggu pola tidur pada ibu dan memicu depresi, serta mengakibatkan rasa lelah, frustrasi, dan gelisah sehingga menurunkan kualitas hidup keluarga.
Kolik adalah keadaan bayi menangis terus-menerus secara berlebihan. Gangguan ini bisa terjadi sejak anak lahir sampai usia 3-4 bulan. Penyebab kolik yang spesifik sebenarnya belum diketahui secara pasti. Namun, sering dikaitkan dengan adanya gangguan pada saluran pencernaan, misalnya akibat mengejangnya otot di dinding usus atau ada udara dalam usus. Intoleransi laktosa atau alergi terhadap susu sapi/susu formula juga bisa menjadi penyebab kolik.
Ada pula dugaan bahwa kolik adalah perwujudan dari tidak berhasilnya upaya anak untuk berkomunikasi dengan orang tuanya. Menangis secara berlebihan setelah minum atau ketika bangun tidur, terutama pada malam hari, tangis yang sukar dihentikan saat serangan terjadi, dan ketika menangis, wajahnya berwarna kemerahan dan kakinya diangkat-angkat (lutut ditekuk ke arah dadanya), pertanda si kecil mengalami kolik.
Terlepas dari penyebabnya, pemberian ASI eksklusif amat disarankan untuk mengatasi kolik. “Karena ASI memiliki nutrisi lengkap untuk tumbuh kembang si kecil, mulai dari perkembangan otak hingga peningkatan sistem kekebalan tubuh,” ujar Prof Yvan Vandenplas dari Department of Perdiatric University of Brussels.
Asi juga kaya akan probiotik dan laktosa yang dapat menjaga kesehatan serta kenyamanan saluran cerna. Apabila terasa kurang, probiotik dan laktosa tambahan dapat diberikan kepada anak berusia tujuh bulan ke atas melalui makanan dan minuman olahan susu, seperti yoghurt dan keju. Salah satu jenis probiotik atau bakteri baik, yakni Lactobacillus reuteri , memiliki potensi untuk memberikan kenyamanan pada saluran cerna sehingga mampu mengurangi gejala gangguan pencernaan.
“Jangan anggap remeh gangguan pencernaan seperti diare dan kolik, walaupun dua gangguan pencernaan ini umum dialami oleh si kecil. Penanganan yang kurang tepat dapat membahayakan anak serta menurunkan kualitas hidup keluarganya, ” ingat Prof Yvan.
Sri Noviarni
(ars)