69% Masyarakat Indonesia Gemar Simpan Antibiotik di Rumah
A
A
A
JAKARTA - Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes) 2013 mengungkapkan, sebanyak 10% rumah tangga di Indonesia gemar menyimpan antibiotik di rumah.
Amoksilin, merupakan antibiotik yang paling sering dijadikan obat persediaan. Padahal, antibiotik merupakan jenis obat yang penggunaannya tak bisa sembarangan. Obat ini hanya boleh dikonsumsi dengan resep dokter.
"83 persen masyarakat yang menyimpan antibiotik di rumah membelinya tanpa resep dokter. Bahkan 53 persen diantaranya menyimpan amoksilin," papar peneliti Balitbangkes, Selma Siahaan di Jakarta.
Parahnya, masyarakat belum mengetahui aturan mengonsumsi obat antibiotik. Hal tersebut terlihat dari, sebanyak 69% masyarakat menyimpan antibiotik dan 26,39% masyarakat membeli antibiotik tanpa resep di toko kecil pinggir jalan.
"Kami melihat bahwa kontrol terhadap distribusi obat-obatan masih sangat rendah. Tak sedikit masyarakat yang dengan mudahnya membeli obat antibiotik di warung kelontong tentunya tanpa resep," ujarnya.
Selma pun berharap, agar peraturan dan pengawasan terhadap distribusi antibiotik lebih ditingkatkan. Pasalnya, tidak menggunakan antibiotik secara bijak bisa menyebabkan resisntensi antibiotik yang membahayakan nyawa pasien.
"Masyarakat juga harus diberikan pemahaman mengenai resistensi antibiotik yang terjadi akibat penyalahgunaan antibiotik. Begitu pula para dokter, apoteker dan tenaga kesehatan harus diberi pengayaan kurikulum pendidikan agar tidak sembarangan meresepkan obat antibiotik," tandasnya.
Amoksilin, merupakan antibiotik yang paling sering dijadikan obat persediaan. Padahal, antibiotik merupakan jenis obat yang penggunaannya tak bisa sembarangan. Obat ini hanya boleh dikonsumsi dengan resep dokter.
"83 persen masyarakat yang menyimpan antibiotik di rumah membelinya tanpa resep dokter. Bahkan 53 persen diantaranya menyimpan amoksilin," papar peneliti Balitbangkes, Selma Siahaan di Jakarta.
Parahnya, masyarakat belum mengetahui aturan mengonsumsi obat antibiotik. Hal tersebut terlihat dari, sebanyak 69% masyarakat menyimpan antibiotik dan 26,39% masyarakat membeli antibiotik tanpa resep di toko kecil pinggir jalan.
"Kami melihat bahwa kontrol terhadap distribusi obat-obatan masih sangat rendah. Tak sedikit masyarakat yang dengan mudahnya membeli obat antibiotik di warung kelontong tentunya tanpa resep," ujarnya.
Selma pun berharap, agar peraturan dan pengawasan terhadap distribusi antibiotik lebih ditingkatkan. Pasalnya, tidak menggunakan antibiotik secara bijak bisa menyebabkan resisntensi antibiotik yang membahayakan nyawa pasien.
"Masyarakat juga harus diberikan pemahaman mengenai resistensi antibiotik yang terjadi akibat penyalahgunaan antibiotik. Begitu pula para dokter, apoteker dan tenaga kesehatan harus diberi pengayaan kurikulum pendidikan agar tidak sembarangan meresepkan obat antibiotik," tandasnya.
(nfl)