Fillet Patin Bantu Tingkatkan Konsumsi Ikan di Indonesia
A
A
A
SIDOARJO - Salah satu latar belakang kehadiran varian produk ikan patin fillet dari PT. Central Proteinaprima adalah karena tingkat konsumsi ikan dan seafood di Indonesia yang cukup rendah.
Ikan patin fillet dirasa cukup membantu para ibu rumah tangga ataupun ‘horeca’ (hotel, restaurant, dan cafe) untuk mengolah dan menyajikan makanan sehat.
"Kalau dibandingkan dengan negara lain, tingkat konsumsi ikan dan seafood Indonesia memang lebih rendah. Tapi setiap tahun semakin tinggi. Kehadiran fillet patin ini cukup memudahkan. Jadi kan bisa hanya di potong-potong, dikasih bumbu, kemudian digoreng. Fillet patin ini memang menyasar ke supermarket, horeca, dan ibu rumah tangga" ujar Stephanie Endang, Assistant Vice President PT. Central Proteinaprima Tbk, saat ditemui di Sidoarjo, Jawa Timur, (7/10/2015).
Ketika ditanya mengenai keunggulan ikan patin jika dibandingkan dengan jenis ikan lainnya, Stephanie menjelaskan, "Banyak yang bilang ikan kolesterolnya tinggi, tapi kan ini kolesterolnya yang berjenis baik, HDL. Selain itu, patin itu rasanya enak, juicy, plain, jadi bumbu apa saja bisa masuk.”
“Lalu patin itu kan makannya plankton, jadi lebih natural. Dagingnya lebih kesat dan kenyal. Lemak perutnya itu, kalau ikan dibakar dia akan meleleh, itu enak banget. Produk ini juga kita pisahin daging fillet-nya sama lemak perutnya, dijual tersendiri. Ikan patin fillet itu 1kg harganya Rp 50.000 sampai Rp 60.000 itu daging aja kan. Kalau ayam mungkin Rp 20.000-30.000 tapi masih ada tulangnya, tulangnya juga berat, tho,” kata Stephanie menambahkan.
Stephani juga mengungkapkan bahwa ia dan timnya di PT. Central Proteinaprima Tbk, juga cukup sering membuat variasi dan inovasi menu yang berbahan dasar ikan patin fillet. Seperti misalnya ikan dicampur dengan tepung terigu, bawang putih halus dan bumbu lainnya kemudian dibuat menjadi bakso.
Kemudian ada pula 'doreng' atau ‘dory goreng’ yang bentuknya seperti ‘cireng’ (aci goreng). Kemudian ia juga membuat menu yang menjadi favorit, yakni ‘sate belly patin’ yang setiap satu tusuknya terdiri dari 2 daging, 1 belly, 2 daging, 1 belly.
Untuk kedepannya, Stephanie berharap pemerintah dapat terus mendukung produk fillet patin lokal guna mensejahterakan para pembudidaya ikan di Indonesia.
"Kami berharap pemerintah bisa tetap mem-banned Vietnam atau negara lain supaya bisa mensejeterahkan petani (pembudidaya ikan) di Indonesia. Petani, kalau ada kepastian dan kontrak, mereka senang. Petani itu paling takut kalau ikan mereja enggak laku. Jadi kalau ada kesepakatan atau kontrak, selama 50 tahun misalnya, mereka merasa senang dan aman," tandasnya.
Ikan patin fillet dirasa cukup membantu para ibu rumah tangga ataupun ‘horeca’ (hotel, restaurant, dan cafe) untuk mengolah dan menyajikan makanan sehat.
"Kalau dibandingkan dengan negara lain, tingkat konsumsi ikan dan seafood Indonesia memang lebih rendah. Tapi setiap tahun semakin tinggi. Kehadiran fillet patin ini cukup memudahkan. Jadi kan bisa hanya di potong-potong, dikasih bumbu, kemudian digoreng. Fillet patin ini memang menyasar ke supermarket, horeca, dan ibu rumah tangga" ujar Stephanie Endang, Assistant Vice President PT. Central Proteinaprima Tbk, saat ditemui di Sidoarjo, Jawa Timur, (7/10/2015).
Ketika ditanya mengenai keunggulan ikan patin jika dibandingkan dengan jenis ikan lainnya, Stephanie menjelaskan, "Banyak yang bilang ikan kolesterolnya tinggi, tapi kan ini kolesterolnya yang berjenis baik, HDL. Selain itu, patin itu rasanya enak, juicy, plain, jadi bumbu apa saja bisa masuk.”
“Lalu patin itu kan makannya plankton, jadi lebih natural. Dagingnya lebih kesat dan kenyal. Lemak perutnya itu, kalau ikan dibakar dia akan meleleh, itu enak banget. Produk ini juga kita pisahin daging fillet-nya sama lemak perutnya, dijual tersendiri. Ikan patin fillet itu 1kg harganya Rp 50.000 sampai Rp 60.000 itu daging aja kan. Kalau ayam mungkin Rp 20.000-30.000 tapi masih ada tulangnya, tulangnya juga berat, tho,” kata Stephanie menambahkan.
Stephani juga mengungkapkan bahwa ia dan timnya di PT. Central Proteinaprima Tbk, juga cukup sering membuat variasi dan inovasi menu yang berbahan dasar ikan patin fillet. Seperti misalnya ikan dicampur dengan tepung terigu, bawang putih halus dan bumbu lainnya kemudian dibuat menjadi bakso.
Kemudian ada pula 'doreng' atau ‘dory goreng’ yang bentuknya seperti ‘cireng’ (aci goreng). Kemudian ia juga membuat menu yang menjadi favorit, yakni ‘sate belly patin’ yang setiap satu tusuknya terdiri dari 2 daging, 1 belly, 2 daging, 1 belly.
Untuk kedepannya, Stephanie berharap pemerintah dapat terus mendukung produk fillet patin lokal guna mensejahterakan para pembudidaya ikan di Indonesia.
"Kami berharap pemerintah bisa tetap mem-banned Vietnam atau negara lain supaya bisa mensejeterahkan petani (pembudidaya ikan) di Indonesia. Petani, kalau ada kepastian dan kontrak, mereka senang. Petani itu paling takut kalau ikan mereja enggak laku. Jadi kalau ada kesepakatan atau kontrak, selama 50 tahun misalnya, mereka merasa senang dan aman," tandasnya.
(sbn)