Banyuwangi Beach Jazz Festival Lanjutkan Pesta Jazz di Banyuwangi
A
A
A
BANYUWANGI - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas semakin pintar mengangkat popularitas pariwisata di daerahnya. Sebelum Banyuwangi Beach Jazz Festival 13 Agustus 2016 digelar, daerah berjuluk Sunrise of Java itu sudah menghebohkan Ijen Summer Jazz, Sabtu (30/7/2016) malam. Hasilnya, banyak yang terkesima dan menyisakan cerita indah di media sosial yang viral ke seantero jagat.
Event Ijen Summer Jazz 2016 itu sukses membalut keintiman panorama dan keindahan Gunung Ijen bersama artis top seperti Syaharani & Queenfireworks (ESQI:EF) serta Nita Aartsen. Sabtu, 30 Juli 2016 malam lalu, Banyuwangi terlihat istimewa. Banyuwangi Ijen Summer Jazz 2016 ini dimainkan di Jiwa Jawa Resort, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi. Total kapasitas venue hanya 300 tempat duduk, pengunjung diajak merasakan sajian hiburan musik jazz dan budaya dengan cara tak biasa.
Kemasan acaranya pun sangat mumpuni. Tak ada lagi jarak yang memisahkan penonton dan artis yang tampil. Rajutan keintiman dengan alam juga sangat terasa. Ada latar pemandangan gunung berapi Ijen yang menawan. Semuanya berpadu cantik dengan empat gunung sekaligus, yakni Merapi, Raung, Ranti, dan Suket. Benar-benar wow. Inilah event pemanasan sebelum Banyuwangi Beach Jazz Festival, 13 Agustus 2016.
“Alhamdulillah acaranya sukses. Kegiatan ini murni dari swasta yang men-support dan dimasukkan dalam Banyuwangi Festival. Konsep private jazz yang ditonton 300 orang dengan keindahan lereng Gunung Ijen ternyata banyak disuka penikmat jazz. Ini ajang pemanasan sebelum Banyuwangi Beach Jazz Festival 2016,” ujar MY Bramuda, Kadispar Banyuwangi, Minggu (31/7/2016).
Bisa jadi, inilah event pembuka kesuksesan pariwisata event di Banyuwangi. Popularitasnya mendunia. Benchmark-nya sudah banyak. Amerika Serikat misalnya. Pada 1969, festival musik Woodstock kali pertama diadakan di sebuah desa bernama White Lake di sebuah kota kecil bernama Bethel. Festival bertema 3 Days of Peace & Music ini dihadiri kurang lebih 500.000 pengunjung yang menyerukan perdamaian dan menentang perang Vietnam.
Saat festival itu usai, Desa White Lake mendadak menjadi destinasi wisata unggulan baru. Utamanya bagi penggemar musik. Padahal, sebelum Woodstock digelar, nyaris tak ada yang peduli dengan desa yang terletak hanya beberapa puluh kilometer dari New York tersebut.
Festival Rio Carnival juga menjadi salah satu bukti lainnya. Karnaval yang diadakan di sepanjang jalan kota Rio de Janeiro, Brasil, ini bisa menyedot hingga 900.000 turis dalam tiap penyelenggaraannya. Dalam dokumen Plano de Turismo da Cidade do Rio de Janeiro (Perencanaan Pariwisata Kota Rio de Janeiro) disebutkan, ada peningkatan kegiatan ekonomi yang signifikan saat festival diadakan.
Hunian hotel meningkat hingga 90% dan festival ini memberikan 250.000 lapangan pekerjaan tambahan. Pada 2012, festival Rio menyumbangkan pendapatan sebesar 628 juta dollar pada ekonomi Brasil, meningkat 12% dari tahun sebelumnya. Karnaval terbesar di dunia ini juga menciptakan citra bagus bagi Rio de Janeiro yang sebelumnya terkenal sebagai kota dengan tingkat kriminalitas tinggi.
Indonesia punya beberapa contoh menarik tentang bagaimana sebuah pariwisata event bisa sangat berhasil dalam menarik pengunjung. Salah satunya adalah Festival Java Jazz yang kini telah menjadi ikon baru dunia pariwisata event di Indonesia.
Pada 2010, festival ini mendapat rekor dunia sebagai festival jazz terbesar yang pernah diadakan, karena festival tersebut diisi oleh sekitar 1.300 musisi dengan 21 panggung dalam satu kawasan. Citra baru pun terbangun. Jakarta mulai dikenal sebagai kota penyelenggara festival jazz terbesar di dunia. Keberhasilan inilah yang ingin ditiru Banyuwangi. “Tahun ini ada 53 event yang menyemarakkan Banyuwangi Festival. Khusus musik jazz, kami punya Ijen Summer Jazz 2016, Student Jazz dan Banyuwangi Beach Jazz Festival,” tambah Bramuda.
Belajar dari pengalaman event tahun sebelumnya, Banyuwangi kini melakukan persiapan jauh lebih matang, mulai dari teknis event, infrastruktur penunjang wisata, sampai saluran pemasaran. “Melalui Banyuwangi Festival, kami ingin membuat hari biasa menjadi hari yang luar biasa bagi semua orang yang terlibat di dalamnya,” tutur Bram.
Menteri Pariwisata Arief Yahya yang asli Banyuwangi itu cukup bangga dan mengapresiasi apa yang dilakukan CEO Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Bupati muda yang sudah dua periode itu sukses menjadikan kota kecil Banyuwangi di ujung timur Jawa sana membangun atmosfer pariwisatanya.
“Saya selalu bilang di mana-mana, sukses tidaknya daerah membangun Pariwisata itu tergantung pada komitmen CEO-nya. Begitu dia committed, maka semuanya bisa dilakukan dengan kekuatan dan kemampuannya,” kata Arief.
Event Ijen Summer Jazz 2016 itu sukses membalut keintiman panorama dan keindahan Gunung Ijen bersama artis top seperti Syaharani & Queenfireworks (ESQI:EF) serta Nita Aartsen. Sabtu, 30 Juli 2016 malam lalu, Banyuwangi terlihat istimewa. Banyuwangi Ijen Summer Jazz 2016 ini dimainkan di Jiwa Jawa Resort, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi. Total kapasitas venue hanya 300 tempat duduk, pengunjung diajak merasakan sajian hiburan musik jazz dan budaya dengan cara tak biasa.
Kemasan acaranya pun sangat mumpuni. Tak ada lagi jarak yang memisahkan penonton dan artis yang tampil. Rajutan keintiman dengan alam juga sangat terasa. Ada latar pemandangan gunung berapi Ijen yang menawan. Semuanya berpadu cantik dengan empat gunung sekaligus, yakni Merapi, Raung, Ranti, dan Suket. Benar-benar wow. Inilah event pemanasan sebelum Banyuwangi Beach Jazz Festival, 13 Agustus 2016.
“Alhamdulillah acaranya sukses. Kegiatan ini murni dari swasta yang men-support dan dimasukkan dalam Banyuwangi Festival. Konsep private jazz yang ditonton 300 orang dengan keindahan lereng Gunung Ijen ternyata banyak disuka penikmat jazz. Ini ajang pemanasan sebelum Banyuwangi Beach Jazz Festival 2016,” ujar MY Bramuda, Kadispar Banyuwangi, Minggu (31/7/2016).
Bisa jadi, inilah event pembuka kesuksesan pariwisata event di Banyuwangi. Popularitasnya mendunia. Benchmark-nya sudah banyak. Amerika Serikat misalnya. Pada 1969, festival musik Woodstock kali pertama diadakan di sebuah desa bernama White Lake di sebuah kota kecil bernama Bethel. Festival bertema 3 Days of Peace & Music ini dihadiri kurang lebih 500.000 pengunjung yang menyerukan perdamaian dan menentang perang Vietnam.
Saat festival itu usai, Desa White Lake mendadak menjadi destinasi wisata unggulan baru. Utamanya bagi penggemar musik. Padahal, sebelum Woodstock digelar, nyaris tak ada yang peduli dengan desa yang terletak hanya beberapa puluh kilometer dari New York tersebut.
Festival Rio Carnival juga menjadi salah satu bukti lainnya. Karnaval yang diadakan di sepanjang jalan kota Rio de Janeiro, Brasil, ini bisa menyedot hingga 900.000 turis dalam tiap penyelenggaraannya. Dalam dokumen Plano de Turismo da Cidade do Rio de Janeiro (Perencanaan Pariwisata Kota Rio de Janeiro) disebutkan, ada peningkatan kegiatan ekonomi yang signifikan saat festival diadakan.
Hunian hotel meningkat hingga 90% dan festival ini memberikan 250.000 lapangan pekerjaan tambahan. Pada 2012, festival Rio menyumbangkan pendapatan sebesar 628 juta dollar pada ekonomi Brasil, meningkat 12% dari tahun sebelumnya. Karnaval terbesar di dunia ini juga menciptakan citra bagus bagi Rio de Janeiro yang sebelumnya terkenal sebagai kota dengan tingkat kriminalitas tinggi.
Indonesia punya beberapa contoh menarik tentang bagaimana sebuah pariwisata event bisa sangat berhasil dalam menarik pengunjung. Salah satunya adalah Festival Java Jazz yang kini telah menjadi ikon baru dunia pariwisata event di Indonesia.
Pada 2010, festival ini mendapat rekor dunia sebagai festival jazz terbesar yang pernah diadakan, karena festival tersebut diisi oleh sekitar 1.300 musisi dengan 21 panggung dalam satu kawasan. Citra baru pun terbangun. Jakarta mulai dikenal sebagai kota penyelenggara festival jazz terbesar di dunia. Keberhasilan inilah yang ingin ditiru Banyuwangi. “Tahun ini ada 53 event yang menyemarakkan Banyuwangi Festival. Khusus musik jazz, kami punya Ijen Summer Jazz 2016, Student Jazz dan Banyuwangi Beach Jazz Festival,” tambah Bramuda.
Belajar dari pengalaman event tahun sebelumnya, Banyuwangi kini melakukan persiapan jauh lebih matang, mulai dari teknis event, infrastruktur penunjang wisata, sampai saluran pemasaran. “Melalui Banyuwangi Festival, kami ingin membuat hari biasa menjadi hari yang luar biasa bagi semua orang yang terlibat di dalamnya,” tutur Bram.
Menteri Pariwisata Arief Yahya yang asli Banyuwangi itu cukup bangga dan mengapresiasi apa yang dilakukan CEO Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Bupati muda yang sudah dua periode itu sukses menjadikan kota kecil Banyuwangi di ujung timur Jawa sana membangun atmosfer pariwisatanya.
“Saya selalu bilang di mana-mana, sukses tidaknya daerah membangun Pariwisata itu tergantung pada komitmen CEO-nya. Begitu dia committed, maka semuanya bisa dilakukan dengan kekuatan dan kemampuannya,” kata Arief.
(alv)