Menpar Arief Yahya Tunggu Kesuksesan Mandeh sebagai Destinasi Wisata

Selasa, 09 Agustus 2016 - 13:47 WIB
Menpar Arief Yahya Tunggu...
Menpar Arief Yahya Tunggu Kesuksesan Mandeh sebagai Destinasi Wisata
A A A
JAKARTA - Ada kata-kata sakti yang keluar dari Menteri Pariwisata Arief Yahya saat meninjau ke-4 kali di Kawasan, Mandeh, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Jumat, 5 Agustus 2016. Kata-kata itu telontar beberapa saat sebelum pembukaan Tour de Singkarak (TdS) 2016 yang diseremonialkan di Solok, Sumbar.

“Membuktikan Mandeh sukses itu lebih baik daripada 1.000 kali saya memberi pidato atau ceramah,” ujar Arief di depan Bupati Hendrajoni dan Wagub Nasrul Abit di pelataran Mandeh.

Karena itulah, Mantan Dirut PT Telkom ini mampir dan memaksa harus menginjakkan kaki secara fisik ke Mandeh, yang positioningnya diproyeksikan sebagai Raja Ampat-nya Sumatera itu. Mobil RI-47 pun menyusuri Teluk Bayur, naik berkelok-kelok ke Pesisir Selatan. Tidak sampai ke Sungai Nyalo ataupun Carocok yang jalan besarnya sedang dibangun oleh PU PR sejauh 24 kilometer. Masih ada satu bottleneck lagi sekitar 48 km.

Arief ingin melihat pembangunan toilet bersih yang sudah dibangun oleh Kementerian Pariwisata. Bangunan sudah siap, tapi sumber airnya belum permanen. Itu menjadi PR alias pekerjaan rumahnya yang akan segera dikebut. Termasuk meninjau infrastruktur jalan yang yang sedang dibangun oleh Kemen PU PR. “Sudah ada investor dari Dubai, Uni Emirat Arab (UAE), yang tertarik menanamkan modal ke Indoesia,” kata Arief.

Alam Sumatera Barat memang pas untuk wisata halal. Sepanjang perjalan 3 jam dari Padang, hamparan padi menghijau, sungai mengalir jernih, dan buih-buih putih saat alirannya menghantam bebatuan. Pegunungan yang rimbun tertutup pepohonan besar, batang nyiur menyangga kepala berjajar vertical. Langit biru tanpa tak berawan, membuat sejuk di mata.

“Saya membayangkan suasana desa zaman dulu, yang alami dan damai. Coba wisman Timur Tengah famtrip ke Tanah Minang? Sudah pasti jatuh cinta dan ingin berlama-lama menikmati hamparan sawah, ladang, sungai mengalir dan kelokan-kelokan alam yang mirip taman raksasa. Saya sudah ke banyak tempat di penjuru negeri, Sumbar punya keunggulan di sini. Lembaga pemeringkat dunia juga selalu menempatkan Indonesia dalam top 20 besar, baik alam maupun budaya. Dan Sumbar punya dua-duanya,” tutut Arief.

Karena itu, ucap Arief, tidak perlu “maju-mundur” atau “ragu-galau” untuk memutuskan industri apa yang paling cocok buat Sumbar. Revolusi industri itu ada tiga, menurut Alvin Toffler. Gelombang industri agriculture atau pertanian, lalu industri manufacture atau pabrik-mekanisasi, dan level ketiga adalah Teknologi Informasi (IT). “Saat ini, dan masa depan, kita akan memasuki era ekonomi kreatif, atau cultural industry atau creative economy,” kata Arief.

Pariwisata itu industry kreatif. Industri yang paling mudah dan murah untuk menyumbangkan PDB atau pendapatan per kapita. Industri yang paling besar menghasilkan devisa. Dan menciptakan lapangan pekerjaan. “Kalau kita sudah memutuskan Pariwisata? Maka harus ada CEO Committed, atau keseriusan CEO-nya. Alokasi waktu budget yang signifikan, pilih Kadispar yang terbaik,” kata Arief.

Arief menegaskan lagi, PDB Pariwisata Indonesia terbesar di ASEAN saat ini. Pertumbuhan PDB di atas rata-rata industri. “Kalau orang spending Rp100 juta akan menjadi Rp170 juta. Atau USD1 miliar, multiplier effect nya 170%, atau naik 1,7 kali. Sebaliknya, industri otomotif misalnya, kalau beli mobil seharga Rp100 juta, impact kepada rakyat hanya 0,7 persen. Tidak sampai 100%. Malah rugi. Setiap PDB naik, maka pendapatan per kapitanya juga akan naik. Itulah yang sering saya sebut dengan mudah, murah, dan menghasilkan devisa,” beber Arief.

Hal serupa juga terjadi di tenaga kerja. Jumlah pengangguran itu ada 7 juta orang saat ini pariwisata bisa menciptakan lapangan kerja. “Untuk menciptakan 1 lapangan pekerjaan di pariwisata, cukup dengan modal USD5.000. Sedangkan industri lain, harus menyiapkan USD100.000, jadi 20 kali lipat. Saya bertanya, industri mana yang bisa menyaingi Pariwisata? Mudah, murah dan cepat,” papar Arief. Dia menyebut kelak kategori industri itu ada dua, pariwisata dan non pariwisata. Bukan lagi migas dan non migas.
(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0861 seconds (0.1#10.140)