Menpar Arief Yahya Soft Launching War Room M-17
A
A
A
JAKARTA - Kemenangan itu harus direncanakan. Kata-kata Sun Tzu itu sudah ratusan kali diulang-ulang Menpar Arief Yahya di hapadan pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kemenpar RI.
Itu bukan tanpa maksud. Arief sangat yakin hanya energi yang besar dari seorang pemimpin yang mampu memberikan energi kepada seluruh pasukannya.
“Semangat Pagi!” teriak Arief Yahya setelah menekan tombol “start” di soft launching Dashboard M-17 di lantai 16 Gedung Sapta Pesona, Jalan Dedan Merdeka Barat, Jakpus.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB, kelewat sore untuk disebut siang, apalagi pagi. Tapi mantan Dirut PT Telkom Indonesia ini tetap memekikkan salam “semangat pagi.” Iklim persaingan dengan musuh emosional Malaysia Truly Asia, dan rival professional Amazing Thailand semakin terasa. Suasana “perang” untuk merebut yang terbaik di sektor pariwisata sedang terjadi.
“War room ini saya namakan M-17, dengan spirit mengalahkan Malaysia di tahun 2017,” ujar Arief Yahya memotivasi anak buahnya.
Dia ingatkan kata-kata Sun Tzu: kenali musuhmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Kata-kata itu harus dimaknai secara professional.
“Kenali dunia, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan persaingan. Kenali pelangganmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan persaingan. Inti dari kata-kata itu adalah benchmark. Kalau kita ingin bersaing di level internasional, kita harus melihat pesaing-pesaing hebat kita, baik regional maupun global itu melakukan apa? Lalu bandingkan dengan apa yang kita lakukan,” papar Arief.
Lalu temukan top three, dan bottom three-nya. Mereka, tiga yang terbaik itu melakukan apa saja? Dan yang terendah rankingnya itu juga menggunakan strategi apa saja? Bandingkan hasilnya? Bandingkan pertumbuhannya, kita dengan rata-rata dunia, dan rata-rata regional ASEAN? Posisi kita berada di mana?
“Kalau kita lebih rendah dari rata-rata dunia dan regional, maka sejatinya, kita sedang sekarat, menuju mati. Itulah mengapa kita harus bertumbuh dan menyalip growth para pesaing kita,” tutur Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu.
Jangan malu untuk mengambil sisi-sisi positif dari rival, termasuk membuang hal-hal yang tidak signifikan. Inovasi itu tidak harus menemukan sendiri, taktik dan strateginya lawan yang terbukti sukses juga bisa diimpor ke dalam negeri.
Apa ukuran menang-kalah dalam persaingan dengan Malaysia dan Thailand itu? Arief Yahya menyebut 3 indikator perhitungan yang tidak terbantahkan dengan istilah 3S, yaitu Size, Sustainability, Spread.
“Dengan menggunakan ukuran itu, harus diakui, kita masih kalah jauh dengan kedua rival itu. Dengan Malaysia, size atau ukuran, kita kalah. Sustainable menang, kita bertumbuh 10,3%, Malaysia minus 15%. Spread kita kalah. Skor 1-2. Dengan Thailand kita kalah ketiga-tiganya, skor 0-3,” aku Arief Yahya.
Bagaimana cara memenangkan persaingan itu? Itulah alasan mengapa menggunakan istialah war room. War artinya perang atau dalam marketing dimaknai sebagai Winning your customers. Dalam memenangkan customers itu ada tiga skenario yang akan dijalankan Arief, yaitu retaining your customers, acquiring your customers dan winning the future customers.
Retaining your customers, menyangkut moment of truth, bagaimana memberi kesan pertama wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia. Ini terkait dengan pelayanan di Imigrasi. Wajah Indonesia itu ditentukan oleh bagaimana wajah para petugas Imigrasi melayani turis sebagai customers atau pelanggan yang akan menambah pundi-pundi devisa dan diterima di dalam negeri.
Acquiring your customers itu soal strategi sales. Arief Yahya mencontohkan ada yang Get More Pay More, seperti Garuda dan SQ, membayar mahal untuk mendapatkan fasilitas yang istimewa. Ada yang Less for Less, seperti LCC (low cost carrier) Lion, Air Asia, Citilink, dan lainnya. “Yang kita desain adalah You Get More, You Pay Less! Membayar dengan harga yang sama, tetapi mendapat fasilitas dan keunggulan yang besar,” ujar Arief.
Winning the future customers, menggunakan digital untuk memenangkan persaingan di masa depan. “Kita harus sadar, digital itu akan semakin akrab dengan kehidupan orang, dan ke depan akan semakin kuat. Maka kita tidak mungkin, marketing tanpa menggunakan digital,” tutur Arief.
Arief senantiasa berprinsip “Go Digital”. Artinya, More Digital More Personal, More Digital More Professional, More Global.
Itu bukan tanpa maksud. Arief sangat yakin hanya energi yang besar dari seorang pemimpin yang mampu memberikan energi kepada seluruh pasukannya.
“Semangat Pagi!” teriak Arief Yahya setelah menekan tombol “start” di soft launching Dashboard M-17 di lantai 16 Gedung Sapta Pesona, Jalan Dedan Merdeka Barat, Jakpus.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB, kelewat sore untuk disebut siang, apalagi pagi. Tapi mantan Dirut PT Telkom Indonesia ini tetap memekikkan salam “semangat pagi.” Iklim persaingan dengan musuh emosional Malaysia Truly Asia, dan rival professional Amazing Thailand semakin terasa. Suasana “perang” untuk merebut yang terbaik di sektor pariwisata sedang terjadi.
“War room ini saya namakan M-17, dengan spirit mengalahkan Malaysia di tahun 2017,” ujar Arief Yahya memotivasi anak buahnya.
Dia ingatkan kata-kata Sun Tzu: kenali musuhmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Kata-kata itu harus dimaknai secara professional.
“Kenali dunia, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan persaingan. Kenali pelangganmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan persaingan. Inti dari kata-kata itu adalah benchmark. Kalau kita ingin bersaing di level internasional, kita harus melihat pesaing-pesaing hebat kita, baik regional maupun global itu melakukan apa? Lalu bandingkan dengan apa yang kita lakukan,” papar Arief.
Lalu temukan top three, dan bottom three-nya. Mereka, tiga yang terbaik itu melakukan apa saja? Dan yang terendah rankingnya itu juga menggunakan strategi apa saja? Bandingkan hasilnya? Bandingkan pertumbuhannya, kita dengan rata-rata dunia, dan rata-rata regional ASEAN? Posisi kita berada di mana?
“Kalau kita lebih rendah dari rata-rata dunia dan regional, maka sejatinya, kita sedang sekarat, menuju mati. Itulah mengapa kita harus bertumbuh dan menyalip growth para pesaing kita,” tutur Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu.
Jangan malu untuk mengambil sisi-sisi positif dari rival, termasuk membuang hal-hal yang tidak signifikan. Inovasi itu tidak harus menemukan sendiri, taktik dan strateginya lawan yang terbukti sukses juga bisa diimpor ke dalam negeri.
Apa ukuran menang-kalah dalam persaingan dengan Malaysia dan Thailand itu? Arief Yahya menyebut 3 indikator perhitungan yang tidak terbantahkan dengan istilah 3S, yaitu Size, Sustainability, Spread.
“Dengan menggunakan ukuran itu, harus diakui, kita masih kalah jauh dengan kedua rival itu. Dengan Malaysia, size atau ukuran, kita kalah. Sustainable menang, kita bertumbuh 10,3%, Malaysia minus 15%. Spread kita kalah. Skor 1-2. Dengan Thailand kita kalah ketiga-tiganya, skor 0-3,” aku Arief Yahya.
Bagaimana cara memenangkan persaingan itu? Itulah alasan mengapa menggunakan istialah war room. War artinya perang atau dalam marketing dimaknai sebagai Winning your customers. Dalam memenangkan customers itu ada tiga skenario yang akan dijalankan Arief, yaitu retaining your customers, acquiring your customers dan winning the future customers.
Retaining your customers, menyangkut moment of truth, bagaimana memberi kesan pertama wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia. Ini terkait dengan pelayanan di Imigrasi. Wajah Indonesia itu ditentukan oleh bagaimana wajah para petugas Imigrasi melayani turis sebagai customers atau pelanggan yang akan menambah pundi-pundi devisa dan diterima di dalam negeri.
Acquiring your customers itu soal strategi sales. Arief Yahya mencontohkan ada yang Get More Pay More, seperti Garuda dan SQ, membayar mahal untuk mendapatkan fasilitas yang istimewa. Ada yang Less for Less, seperti LCC (low cost carrier) Lion, Air Asia, Citilink, dan lainnya. “Yang kita desain adalah You Get More, You Pay Less! Membayar dengan harga yang sama, tetapi mendapat fasilitas dan keunggulan yang besar,” ujar Arief.
Winning the future customers, menggunakan digital untuk memenangkan persaingan di masa depan. “Kita harus sadar, digital itu akan semakin akrab dengan kehidupan orang, dan ke depan akan semakin kuat. Maka kita tidak mungkin, marketing tanpa menggunakan digital,” tutur Arief.
Arief senantiasa berprinsip “Go Digital”. Artinya, More Digital More Personal, More Digital More Professional, More Global.
(alv)