CEO Message Arief Yahya Bercerita War Room

Jum'at, 07 Oktober 2016 - 15:56 WIB
CEO Message Arief Yahya...
CEO Message Arief Yahya Bercerita War Room
A A A
JAKARTA - Menteri Pariwisata Arief Yahya berkisah soal "perang" pada Rapim di Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata, lantai 16 pada 6 Oktober 2016 lalu. Cara menjadi pemenang terbaik, tercepat, dan paling cerdas adalah benchmark.

Menempatkan rival atau pesaing sebagai tolak ukur, apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh lawan, membandingkan dengan yang dilakukan. Lalu dengan cara apa bisa mengalahkan rival di regional yang sama dan bagaimana mengejar ketertinggalan?

Jawaban yang ditemukan Menpar Arief Yahya adalah Go Digital di semua lini, baik dari sisi originasi, destinasi maupun timeline-nya.

Berikut ini detail CEO Message #12 yang disampaikan Menteri Arief Yahya dengan tema: WAR ROOM “SESUNGGUHNYA KEMENANGAN ITU DIRENCANAKAN".

Dalam Rakornas Kemenpar ke-3 pada bulan lalu, Kemenpar telah meresmikan beroperasinya War Room yang diberi code name M-17, di mana kode ini menjadi pengingat untuk menaklukkan “Musuh” terdekat di 2017.

Digunakannya idiom perang karena terinspirasi strategi perang yang diajarkan sang ahli stretegi perang Sun Tzu, pada prinsipnya strategi bisnis tak ubahnya strategi perang, terdapat kemiripan di antara keduanya. Di samping itu dengan menganggapnya sebagai peperangan, diharapkan akan muncul sense of urgency, drive, dan motivasi yang membakar semangat kita dalam mewujudkan visi 2019.

Secara harafiah War Room adalah pusat pengendali peperangan, di mana para strategists Kemenpar berkumpul untuk meramu strategi bersaing. War Room harus mampu menjalankan fungsi intelijen di Kemenpar.

Mengambil tempat di lantai 16 Gedung Sapta Pesona, ruang khusus yang akan menjadi pusat kendali peperangan di pasar, di situ terdapat layar-layar digital yang menampilkan informasi real time mengenai kondisi pasar, perilaku konsumen, dinamika pesaing, kalender event yang kita punya, dan lain-lain.

Berdasarkan data-data tersebut maka akan lebih mudah mengatur strategi dan menghasilkan keputusan-keputusan yang cepat dan presisi. Strategi utama yang dipakai dalam mengoperasikan War Room yang diadaptasi dari Sun Tzu ini mencakup tiga hal;

Pertama, kenali dunia, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Kedua, kenali musuhmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Ketiga, kenali pelangganmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Kenali Dunia, Kenali Musuhmu, dan Kenali Pelangganmu

Pemaparan kenali dunia, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan diartikan untuk memahami standar yang dipakai dalam bersaing yaitu standar global. Itu artinya kita harus melakukan benchmarking untuk mencapai global best practices.

Ini merupakan konsekuensi ketika ingin menjadi global player. Kalau mau menjadi global player, maka harus menggunakan global standard. Jadi harus outward looking dengan selalu melihat ke dunia. Tidak boleh inward looking, seperti katak dalam tempurung merasa hebat di dalam negeri, tapi nggak tahunya tidak ada apa-apanya di luar negeri.

Selain itu, tak boleh menilai diri menurut ukuran sendiri. Harus memakai ukuran yang umum yang dipakai di seluruh dunia, dalam industri pariwisata contohnya adalah Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) dari World Economic Forum.

Dengan melihat posisi di dalam TTCI, maka kita menjadi tahu di mana kelemahan dan kekuatan kita di level dunia. Sementara WEF menerbitkan TTCI dua tahun sekali. Untuk 2013, Indonesia pada posisi papan tengah, yaitu ranking 70 dari 140 negara, dari hasil kerja keras di 2014 dan 2015 ranking Indonesia melejit 20 peringkat menjadi ranking 50 atau berada pada posisi papan atas.

Strategi kedua; kenali musuhmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Setelah tahu posisi di TTCI, selanjutnya harus mengenali musuh. Harus dilihat musuh terdekat yakni, Malaysia atau Thailand. Di mana posisi mereka. Data 2015 lalu misalnya, Indonesia hanya di posisi 50 sementara Thailand di posisi 35 dan Malaysia di posisi 25.

Lalu harus lihat juga di aspek-aspek mana saja mereka kuat dan lemah. Tiga kekuatan utama Malaysia atau Top-3 Malaysia adalah Price Competitiveness (6), Business Environment (10) dan Air Transport Infratructure (21) sedangkan 3 kelemahan Malaysia atau Bottom-3 Malaysia adalah Enviroment Sustainability (119), Health and Hygiene (73) dan Tourist Service Infrastructure(68).

Sedangkan Top-3 Indonesia adalah Price Competitiveness (3), Prioritatization of Travel and Tourism (15), Natural Resources (19) dan Bottom-3 adalah Enviroment Sustainability (134), Tourist Service Infrastructure(101), dan Health and Hygiene (109). Untuk Top 3 Indonesia bila kita menggunakan Taktik Marketing Mix 4P (Product, Price, Promotion, Place), maka dapat disimpulkan bahwa kita mempunyai Product yang bagus (natural and cultural resources kita bagus) dan kita mempunyai Price yang sangat bagus.

Namun dengan Product dan Price yang bagus, performansi pariwisata Indonesia sangat buruk dibandingkan dengan negara lain, berarti ada sesuatu yang lemah yaitu, Promotion dan Place. Untuk Promotion, Indonesia sudah benahi besar-besaran dan menjadikan Branding Wonderful Indonesia meloncat 100 peringkat yaitu, menjadi ranking 47 mengalahkan Branding Amazing Thailand pada ranking 83 dan Branding Malaysia Truly Asia pada ranking 96 sehingga tugas para pelakukanya adalah memperbaiki Place, yaitu customer interfacing unit, antara lain kemudahan mendapatkan visa, pelayanan imigrasi, dan bandara yang ramah wisatawan.

Untuk Bottom-3 Indonesia, maka harus dilakukan perbaikan besar-besaran, misalnya untuk pilar Environmental Sustainability, Indonesia harus mengimplementasikan konsep Sustainable Tourism Development yang diterbitkan UNWTO. Indonesia sendiri telah melakukannya dan UNWTO telah memberikan pengakuan Sustainable Tourism Observatory (STO). Untuk diketahui, Indonesia adalah negara kedua di dunia, setelah China yang mendapatkan pengakuan tersebut.

Strategi ketiga; kenali pelangganmu, kenali dirimu, maka kamu akan memenangkan peperangan. Setelah mengenali dunia dan musuh, Indonesia harus mengenali pelanggan, di antaranya harus tahu profil mereka secara demografis, psikografis, dan perilakunya. Harus tahu preferensi mereka saat berwisata, misalnya ke Manado atau Bali. Jangan lupa juga harus tahu apa yang dikerjakan pesaing terhadap mereka.

Situasi dunia, pesaing, dan pelanggan tersebut wajib diketahui semua secara mendalam karena itulah medan perangnya. Nah, War Room haruslah bisa menjawab tiga hal tersebut.
Originasi, Destinasi, Time

“Saya selalu mengatakan ke Staf Khusus Bidang Teknologi Informasi, Pak Samsriyono, War Room haruslah bisa menerjemahkan strategi pemasaran di Kemenpar, yaitu DOT (Destination, Origination, Time). Urutan yang tepat seharusnya ODT, pertama-tama meninjau Origination atau pelanggan, kemudian melihat produk atau Destination yang kita miliki, lalu kapan mereka melakukan liburan atau Time. Namun biar gampang kita baca dan kita ingat, kemudian saya ganti menjadi DOT,” kata Menpar Arief Yahya.

Dijelaskannya, strategic marketing itu gampangnya mencakup tiga hal yaitu: customer management, product management, dan brand management. Untuk orang pariwisata ini sedikit diubah. Customer management itu menyangkut Origination, yaitu para wisatawan yang berasal dari target pasar yang dibidik.

Product management kalau di dunia pariwisata adalah Destination atau obyek-obyek yang akan dikunjungi oleh wisatawan. Kemudian brand management adalah upaya untuk memperkuat ekuitas merek (brand equity), misalnya dengan kampanye Wonderful Indonesia.
“Kita sering mendengar strategi marketing itu diringkas menjadi PDB (Positioning, Differentiation, Brand). Elemen pertama adalah strategi yang unsur lengkapnya ada tiga yaitu: Segmentation, Targeting, Positioning (STP). Jadi yang diambil hanya unsur Positioning-nya saja’” terangnya.

Lalu elemen kedua adalah taktik yang unsur lengkapnya ada tiga yaitu: Differentiation, Marketing Mix, Selling (DMS). Di sini juga diambil unsur Differentiation-nya saja. Lalu elemen ketiga adalah nilai yang unsur lengkapnya ada tiga yaitu: Branding, Process, Service (BPS).
Nah, untuk yang ketiga ini elemen yang diambil adalah Process-nya karena Process di sini adalah waktu (Time).

“Ingat bahwa pariwisata itu sangat sensitif terhadap waktu, sifatnya seasonal. Pariwisata itu menyangkut langsung orang, dia menyangkut pergerakan orang yang ada low dan peak seasons-nya,” beber Arief.

Ini sangat mirip dengan industri telekomunikasi yang menyangkut pergerakan signal. Di industri telekomunikasi juga sensitif terhadap waktu karena yang jalan di jaringan adalah signal. Oleh karena itu di industri telekomunikasi dikenal juga istilah peak hours dan off peak hours.

Di industri pariwisata hal yang sama terjadi karena yang jalan adalah orang, maka ia sensitif terhadap waktu, jadi peak seasons-nya sangat variatif tergantung liburnya kapan. “Ini yang saya sebut Time di dalam konsep DOT,” ujarnya.

Merencanakan Kemenangan
Nah, bagaimana konsep DOT ini dijalankan di War Room? Nantinya harus punya apa yang disebut Country Manager yaitu, para strategists Indonesia yang tahu betul kondisi pasar di berbagai negara yang menjadi target Indonesia.

“Ketika Country Manager China tiba-tiba saya tanya mengenai bagaimana kondisi pasar China detik ini juga, maka dengan melihat informasi intelijen di War Room dia akan bisa langsung menjawab,” katanya.

Di layar War Room dia akan langsung tahu wisatawan dari China originasinya dari mana saja, apakah China Selatan, Tengah, Utara dan jumlahnya berapa. Kemudian akan diketahui juga wisatawan China itu berpelancongnya ke mana saja dan mengapa bisa ke sana. Misalnya di China tiap tahun ada 120 juta wisatawan dan 10 jutanya pergi ke Thailand.

“Si Country Manager harus tahu kenapa: apakah karena faktor airlines-nya, karena promosinya yang gencar, atau karena faktor keamanan. Lalu ia juga harus tahu, kalau wisatawan China ke Thailand, yang paling mereka suka apanya: apakah pantainya, kulinernya, atau shopping-nya. Ini yang saya sebut kenali pelangganmu, sekaligus kenali musuhmu. Dalam konsep DOT, ini baru yang pertama, yaitu Origination,” paparnya.

Lalu bagaimana dengan Destination? Prinsipnya sama, kalau sudah mengetahui profil wisatawan China seperti apa, maka upaya promosi yang dilakukan di destinasi-destinasi yang dimiliki Indonesia haruslah diarahkan ke sana.

“Kalau misalnya wisatawan China suka wisata pantai dan bawah laut, maka mungkin mereka kita arahkan ke Manado atau Raja Ampat. Karena itu di dua destinasi ini harus kita susun program-program untuk menggaet mereka. Kita harus gencar mengomunikasikan diferensiasi pengalaman bawah laut di Manado dan Raja Ampat ke mereka. Ini yang saya sebut, kenali pelangganmu, lalu kenali dirimu,” jelas Arief.

Lalu Time. Kalau Origination Indonesia bicara pelanggan, Destination bicara produk dan program, maka di Time yang dibahas pola libur wisatawan dan bagaimana menyusun strategi di waktu-waktu libur tersebut.

“Sekali lagi saya ambil contoh China. Di China itu liburnya 5 kali setahun. Pertama, Februari ada Imlek; kedua, Mei ada hari buruh; ketiga, Juli-Agustus liburan sekolah; keempat, Oktober hari besar orang China; dan kelima, Desembar ada Natal dan Tahun Baru. Semua informasi hari libur berbagai negara ini ada di War Room, sehingga War Room mampu memberikan peringatan dini atau early warning system (EWS),” paparnya.

Sekarang Oktober, misalnya hari libur besar mereka jatuh pada 1-7 Oktober, maka mesin War Room Kemenpar akan mengingatkan jauh hari sebelumnya. War Room akan tahu wisatawan di China akan membeli paket liburan berapa bulan sebelumnya: apakah 3 bulan, 2 bulan, atau sebulan sebelumnya.

“Berdasarkan informasi itulah kita melakukan selling besar-besaran ke pasar China di Juli, Agustus, atau September. Ini semua harus secara sistematis dan otomatis kita rencanakan,” ujar Arief.

Itu untuk pasar China. Untuk pasar Singapura, nanti Country Manager Singapura akan melakukan analisis yang sama untuk pasar Singapura. Begitu pula untuk pasar-pasar lain. Jadi di sini upaya selling yang dilakukan akan betul-betul presisi berdasarkan informasi akurat dan cepat yang didapat dari War Room. Kalau seluruh proses kerja ini bisa di sistemkan, maka akan betul-betul bisa mengendalikan perang-perang yang dijalankan dan memastikan kemenangan.

“Ingat, setiap kemenangan harus direncanakan. Dan setiap perencanaan harus berdasar pada data dan informasi yang akurat dan cepat. Untuk itulah saya mendirikan War Room. Sekali lagi: Sesungguhnya Kemenangan Itu Direncanakan,” tegasnya.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2191 seconds (0.1#10.140)