Ini Efek 'Lapar Mata' pada Kesehatan
A
A
A
JAKARTA - Tanpa disadari, setiap orang pernah mengalami food craving atau keinginan yang kuat untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, tapi beda dengan rasa lapar pada umumnya. Food craving bisa juga disebut “lapar mata”, satu rasa lapar yang muncul karena mata melihat makanan.
Jika hal ini terus dibiarkan, tentu mempengaruhi banyak hal di antaranya, pola makan yang menjadi tak sehat karena kadar gula, garam, dan lemak yang sulit dikontrol, juga akan timbul berbagai macam penyakit berbahaya.
“Makanan itu erat kaitannya dan jelas memengaruhi kesehatan kita. Kalau dulu, penyakit menular yang jadi masalah utama di Indonesia, tapi sekarang penyakit tidak menular yang menjadi focus, karena ini adalah silent killer,” kata Kepala Subdit Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metablolik Kementerian Kesehatan Dyah E Mustikawati di Jakarta Food Editor’s Club (JFEC) Gathering di Senopati, Jakarta (18/10/2016).
“Kalau kita makan tidak sesuai kebutuhan, kemudian terakumulasi, dan tidak terasa bisa menjadi berbagai macam penyakit, seperti jantung, kanker, diabetes, dan penyakit pernapasan kronis,” tambahnya.
Pada acara yang digelar PT Unilever Indonesia ini Dyah menjelaskan, food craving dipicu karena factor emosional maupun hormonal. Sedangkan food addiction ini akibat terbiasa dan mengalami ketergantungan terhadap suatu jenis makanan. Biasanya, orang-orang mengalami adiksi terhadap jenis makanan yang bersifat adiktif, seperti gula, garam, lemak, tepung, gandum, dan protein.
“Craving itu tanda kita butuh sesuatu, keinginan untuk makan makanan tertentu. Nah, biasanya berkaitan dengan adiksi karena telah terbiasa. Di Indonesia potensi adiksi kabrohidrat memang tinggi karena, baik makanan utama maupun snack di sini didominasi oleh tepung atau karbohidrat yang tinggi. Seperti ‘kalau belum manan nasi berarti bukan makan’. Ketika karbohidrat masuk ke darah sampai otak efeknya sama seperti narkoba, keluar zat dopamine dan serotonin yang memberikan efek kecanduan dan perasaan senang” jelas dr. Grace Judio-Kahl, Pakar Diet dan Pengamat Gaya Hidup.
Ciri-ciri food addiction yang sering dialami masyarakat adalah ketika mereka merasa ketergantungan untuk terus mengonsumsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang tinggi, kemudian penyalahgunaan asupan yang bukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan energy, melainkan untuk mendapatkan perasaan senang atau memotivasi diri.
“Oleh karena itu, makanlah seadanya, jangan sampai adiksi. Kalau lapar, ya makan. Kalau tidak, jangan makan. Karena kalau banyak konsumsi gula atau tepung yang kemudian akan diubah menjadi gula darah dalam tubuh, kadar gula akan naik dan turun dengan cepat sehingga kita akan lapar terus,” pungkasnya.
Jika hal ini terus dibiarkan, tentu mempengaruhi banyak hal di antaranya, pola makan yang menjadi tak sehat karena kadar gula, garam, dan lemak yang sulit dikontrol, juga akan timbul berbagai macam penyakit berbahaya.
“Makanan itu erat kaitannya dan jelas memengaruhi kesehatan kita. Kalau dulu, penyakit menular yang jadi masalah utama di Indonesia, tapi sekarang penyakit tidak menular yang menjadi focus, karena ini adalah silent killer,” kata Kepala Subdit Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metablolik Kementerian Kesehatan Dyah E Mustikawati di Jakarta Food Editor’s Club (JFEC) Gathering di Senopati, Jakarta (18/10/2016).
“Kalau kita makan tidak sesuai kebutuhan, kemudian terakumulasi, dan tidak terasa bisa menjadi berbagai macam penyakit, seperti jantung, kanker, diabetes, dan penyakit pernapasan kronis,” tambahnya.
Pada acara yang digelar PT Unilever Indonesia ini Dyah menjelaskan, food craving dipicu karena factor emosional maupun hormonal. Sedangkan food addiction ini akibat terbiasa dan mengalami ketergantungan terhadap suatu jenis makanan. Biasanya, orang-orang mengalami adiksi terhadap jenis makanan yang bersifat adiktif, seperti gula, garam, lemak, tepung, gandum, dan protein.
“Craving itu tanda kita butuh sesuatu, keinginan untuk makan makanan tertentu. Nah, biasanya berkaitan dengan adiksi karena telah terbiasa. Di Indonesia potensi adiksi kabrohidrat memang tinggi karena, baik makanan utama maupun snack di sini didominasi oleh tepung atau karbohidrat yang tinggi. Seperti ‘kalau belum manan nasi berarti bukan makan’. Ketika karbohidrat masuk ke darah sampai otak efeknya sama seperti narkoba, keluar zat dopamine dan serotonin yang memberikan efek kecanduan dan perasaan senang” jelas dr. Grace Judio-Kahl, Pakar Diet dan Pengamat Gaya Hidup.
Ciri-ciri food addiction yang sering dialami masyarakat adalah ketika mereka merasa ketergantungan untuk terus mengonsumsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang tinggi, kemudian penyalahgunaan asupan yang bukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan energy, melainkan untuk mendapatkan perasaan senang atau memotivasi diri.
“Oleh karena itu, makanlah seadanya, jangan sampai adiksi. Kalau lapar, ya makan. Kalau tidak, jangan makan. Karena kalau banyak konsumsi gula atau tepung yang kemudian akan diubah menjadi gula darah dalam tubuh, kadar gula akan naik dan turun dengan cepat sehingga kita akan lapar terus,” pungkasnya.
(tdy)