Menpar dan Menhub Matangkan Konsolidasi Akses Pariwisata
A
A
A
JAKARTA - Menpar Arief Yahya dan Menhub Budi Karya Sumadi makin kompak saja untuk membangun akses dan konektivitas. Pascapertemuan resmi di Kantor Kementerian Perhubungan, 19 Oktober 2016 lalu, dua menteri itu pun saling memantau kemajuannya, termasuk point-point penting yang bisa cepat dieksekusi untuk percepatan pembangunan akses.
“Akses adalah satu dari 3A yang menentukan sukses tidaknya menembus proyeksi wisatawan mancanegara di 2019, yakni 20 juta,” kata Arief.
Dalam pertemuan itu, Arief “menagih” soal status permohonan izin rute-rute baru yang sudah diusulkan maskapai, sejak akhir September 2016 lalu. Para maskapai itu memang terus didesak dan dikejar oleh Menpar Arief Yahya untuk membangun jaringan konektivitas baru, yang disebutnya akses. Dari Garuda Indonesia, Air Asia, Lion Group dan Sriwijaya sudah ditemui Menpar, dan mereka sudah membuat surat permohonan slide baru.
“Mereka giliran menagih kami, dan kami langsung forward ke Kemenhub yang memiliki orotitas terhadap slots,” kata Arief.
Dia mencontohkan, status permohonan izin rute baru, berdasarkan info dari maskapai sampai dengan akhir September 2016 adalah: Garuda Indonesia (regular berjadwal) seperti Daily Flight Guangzhou-Bali dan Shanghai-Bali. Lalu rute baru seperti Chengdu-Bali, Xiamen-Bali, Mumbai-Jakarta, Bali-Wakatobi dan Makasar-Wakatobi.
Citilink Indonesia juga sudah mengirim surat ke Menhub, soal rute baru penerbangan berjadwal reguler seperti China ke Batam dan Bintan, China ke Solo dan Jogja, China ke Morotai, China ke Lombok. “Termasuk Mereka meminta eksklusivitas selama 2 tahun untuk rute baru, rute perintis. Saya kira dalam bisnis, itu masuk akal dan fair,” ujar Arief.
Lalu, Lion Air, membuka banyak rute domestik baru ke Solo, menjadikan Solo sebagai Hub Selatan. Lalu permohonan izin penerbangan Kuala Lumpur-Solo, Kuala Lumpur-Lombok dengan Malindo Air, group Lion.
Sriwijaya Air, kata Menpar, akan membuka rute China-Solo, beberapa rute domestik yang sudah diajukan dan belum memperoleh kabar. “Saya yakin, ini sudah diproses di pemerintah. Secara prinsip kami setuju untuk segera dioptimalkan semua slots yang masih memungkinkan dibuka,” kata dia.
Bukan hanya soal maskapai, Arief juga memikirkan status pengembangan infrastruktur perhubungan lainnya. Seperti pembangunan dan perluasan Bandara Silangit, Tanjung Pandan, Tanjung Lesung Banten, Kulon Progo Jogjakarta, Surabaya, Lombok, Labuan Bajo, dan Morotai. Lalu reaktivasi dan pembangunan jalur kereta api di Sawahlunto Sumbar, Tanjung Lesung Banten, Pangandaran Jawa Barat. Juga pembangunan pelabuhan dan bandar Marina, dan rencana pengalihan pengelolaan pelabuhan kepada Pelindo III, seperti Labuan Bajo.
Arief juga meminta para eselon di Kemenhub agar lebih cepat dalam hal deregulasi, seperti izin terbang private jet, untuk CIQ In dan CIQ Out di Bandara basis Yacht. Misalnya, AMQ-SQQ PP untuk destinasi Raja Ampat. Perlu diterbitkan kebijakan berisi prosedur tetap (protap) pemberian izin kepada pesawat pribadi yang terbang antarbandara domestik.
“Kalau dilarang, ini juga tidak masuk akal. Misalnya ada investor yang datang membawa private jet, turun di Jakarta atau Bali, untuk menuju ke destinasi yang dimaksud tidak boleh menggunakan private jet-nya, melainkan harus menggunakan regular flight. Ini yang aneh dan tidak sejalan dengan perkembangan zaman,” papar Arief yang didampingi Dirjen Pengembangan Destinasi dan Industri Dadang Rizky, serta Stafsus Menpar Bidang Connectivity, Judi Rifajantoro.
Judi menambahkan, soal maskapai, diharapkan ada kemudahan perizinan untuk pengembangan rute baru. Juga diharapkan melakukan pengembangan Network Airlines untuk mendukung pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara. Lalu membuka rute baru ke pasar-pasar utama wisatawan mancanegara.
Soal air service agreement, diharapkan juga memastikan ketersediaan seats untuk regular flight yang diperoleh melalui Air-Talk, mendorong implementasi open-skies “dari-ke pasar-pasar utama wisatawan mancanegara” (single country), contoh: Indonesia-RRT, dan mempercepat Air-Talk (G-to-G) dengan negara yang memiliki Hub-Airport besar dengan maskapai yang kuat, contoh: UEA (Dubai dan Abu Dhabi) dan Qatar.
Soal Airport dan Air Navigation, otimalisasi slots pada bandara favorit (DPS, CGK, SUB, dan JOG) melalui pembenahan prosedur, penambahan SDM, dan pemanfaatan IT. Mempercepat pengembangan infrastruktur bandara (Brown Field), contoh: Rapid Exit Taxi Way, Apron/Parking Stand, Terminal, dan Runway, dan mempercepat pembangunan bandara baru (Green Field), seperti: Kulon Progo, Bali Utara, dan Kertajati, Banten.
“Akses adalah satu dari 3A yang menentukan sukses tidaknya menembus proyeksi wisatawan mancanegara di 2019, yakni 20 juta,” kata Arief.
Dalam pertemuan itu, Arief “menagih” soal status permohonan izin rute-rute baru yang sudah diusulkan maskapai, sejak akhir September 2016 lalu. Para maskapai itu memang terus didesak dan dikejar oleh Menpar Arief Yahya untuk membangun jaringan konektivitas baru, yang disebutnya akses. Dari Garuda Indonesia, Air Asia, Lion Group dan Sriwijaya sudah ditemui Menpar, dan mereka sudah membuat surat permohonan slide baru.
“Mereka giliran menagih kami, dan kami langsung forward ke Kemenhub yang memiliki orotitas terhadap slots,” kata Arief.
Dia mencontohkan, status permohonan izin rute baru, berdasarkan info dari maskapai sampai dengan akhir September 2016 adalah: Garuda Indonesia (regular berjadwal) seperti Daily Flight Guangzhou-Bali dan Shanghai-Bali. Lalu rute baru seperti Chengdu-Bali, Xiamen-Bali, Mumbai-Jakarta, Bali-Wakatobi dan Makasar-Wakatobi.
Citilink Indonesia juga sudah mengirim surat ke Menhub, soal rute baru penerbangan berjadwal reguler seperti China ke Batam dan Bintan, China ke Solo dan Jogja, China ke Morotai, China ke Lombok. “Termasuk Mereka meminta eksklusivitas selama 2 tahun untuk rute baru, rute perintis. Saya kira dalam bisnis, itu masuk akal dan fair,” ujar Arief.
Lalu, Lion Air, membuka banyak rute domestik baru ke Solo, menjadikan Solo sebagai Hub Selatan. Lalu permohonan izin penerbangan Kuala Lumpur-Solo, Kuala Lumpur-Lombok dengan Malindo Air, group Lion.
Sriwijaya Air, kata Menpar, akan membuka rute China-Solo, beberapa rute domestik yang sudah diajukan dan belum memperoleh kabar. “Saya yakin, ini sudah diproses di pemerintah. Secara prinsip kami setuju untuk segera dioptimalkan semua slots yang masih memungkinkan dibuka,” kata dia.
Bukan hanya soal maskapai, Arief juga memikirkan status pengembangan infrastruktur perhubungan lainnya. Seperti pembangunan dan perluasan Bandara Silangit, Tanjung Pandan, Tanjung Lesung Banten, Kulon Progo Jogjakarta, Surabaya, Lombok, Labuan Bajo, dan Morotai. Lalu reaktivasi dan pembangunan jalur kereta api di Sawahlunto Sumbar, Tanjung Lesung Banten, Pangandaran Jawa Barat. Juga pembangunan pelabuhan dan bandar Marina, dan rencana pengalihan pengelolaan pelabuhan kepada Pelindo III, seperti Labuan Bajo.
Arief juga meminta para eselon di Kemenhub agar lebih cepat dalam hal deregulasi, seperti izin terbang private jet, untuk CIQ In dan CIQ Out di Bandara basis Yacht. Misalnya, AMQ-SQQ PP untuk destinasi Raja Ampat. Perlu diterbitkan kebijakan berisi prosedur tetap (protap) pemberian izin kepada pesawat pribadi yang terbang antarbandara domestik.
“Kalau dilarang, ini juga tidak masuk akal. Misalnya ada investor yang datang membawa private jet, turun di Jakarta atau Bali, untuk menuju ke destinasi yang dimaksud tidak boleh menggunakan private jet-nya, melainkan harus menggunakan regular flight. Ini yang aneh dan tidak sejalan dengan perkembangan zaman,” papar Arief yang didampingi Dirjen Pengembangan Destinasi dan Industri Dadang Rizky, serta Stafsus Menpar Bidang Connectivity, Judi Rifajantoro.
Judi menambahkan, soal maskapai, diharapkan ada kemudahan perizinan untuk pengembangan rute baru. Juga diharapkan melakukan pengembangan Network Airlines untuk mendukung pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara. Lalu membuka rute baru ke pasar-pasar utama wisatawan mancanegara.
Soal air service agreement, diharapkan juga memastikan ketersediaan seats untuk regular flight yang diperoleh melalui Air-Talk, mendorong implementasi open-skies “dari-ke pasar-pasar utama wisatawan mancanegara” (single country), contoh: Indonesia-RRT, dan mempercepat Air-Talk (G-to-G) dengan negara yang memiliki Hub-Airport besar dengan maskapai yang kuat, contoh: UEA (Dubai dan Abu Dhabi) dan Qatar.
Soal Airport dan Air Navigation, otimalisasi slots pada bandara favorit (DPS, CGK, SUB, dan JOG) melalui pembenahan prosedur, penambahan SDM, dan pemanfaatan IT. Mempercepat pengembangan infrastruktur bandara (Brown Field), contoh: Rapid Exit Taxi Way, Apron/Parking Stand, Terminal, dan Runway, dan mempercepat pembangunan bandara baru (Green Field), seperti: Kulon Progo, Bali Utara, dan Kertajati, Banten.
(alv)