Ini Cara IDI Atasi Masalah Dokter di Wilayah Terpencil
A
A
A
JAKARTA - Tercatat 135 ribu dokter anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tersebar di seluruh Tanah Air. Mereka ditugaskan di berbagai wilayah mulai, perkotaan, perdesaan terpencil hingga perbatasan, dan kepulauan (DTPK).
Namun, keberadaan dokter di DTPK masih mengalami hambatan dan kendala dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain fasilitas, dokter yang bertugas di daerah terpencil juga harus memperbaharui pengetahuan dan keterampilan seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang.
"Kewajiban untuk tetap memperbaharui pengetahuan dan keterampilan juga menjadi syarat bagi setiap dokter untuk mendapatkan sertifikasi dari kolegium dan diregistrasi kembali di Konsil Kedokteran Indonesia setiap lima tahun sekali," kata perwakilan IDI Dr Mahesa Paranadipa MH di kantor Pusat IDI, Jakarta, Selasa (29/11/2016).
Kondisi ini diperparah dengan kurangnya fasilitas di setiap pelayanan kesehatan serta minimnya informasi setiap dokter di daerah. Akibatnya, banyak masyarakat di perbatasan yang lebih memilih melakukan pengobatan ke negara tetangga.
"Biasanya dokter pengen nyaman jadi maunya di kota saja, akibatnya di daerah dokter jadi kurang. Belum lagi fasilitas di daerah kurang mendukung. Di beberapa Puskesmas daerah stetoskop aja nggak ada, terus gimana mau periksa pasien? Jadi banyak yang milih berobat ke tetangga. Di sana klinik kecil sudah lengkap," jelasnya.
"Teman kami di daerah menjelaskan, untuk mendapatkan sinyal mereka harus naik pohon kelapa dan dayung ke tengah laut. Untuk mengikuti seminar, mereka harus ke kabupaten kota dengan naik keloto setengah hari dengan biaya yang cukup besar. Belum lagi biaya seminar dan penginapan. Untuk ukuran dokter PNS, ini bisa menghabiskan satu kali gajinya," tambahnya.
Oleh karena itu, IDI sebagai organisasi profesi bagi dokter yang diakui Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004, juga terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar bisa menyampaikan fasilitas dan menjangkaunya ke seluruh dokter di daerah.
"IDI berkewajiban meningkatkan skill dan pengetahuan dan terus mengupdate ilmu sebagai bentuk menjaga kualitas dan kontrol untuk dokter di Indonesia. Saat ini perhatian kita di DTPK, kami fokus di sana karena ada banyak yang harus dilayani," pungkasnya.
Namun, keberadaan dokter di DTPK masih mengalami hambatan dan kendala dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain fasilitas, dokter yang bertugas di daerah terpencil juga harus memperbaharui pengetahuan dan keterampilan seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang.
"Kewajiban untuk tetap memperbaharui pengetahuan dan keterampilan juga menjadi syarat bagi setiap dokter untuk mendapatkan sertifikasi dari kolegium dan diregistrasi kembali di Konsil Kedokteran Indonesia setiap lima tahun sekali," kata perwakilan IDI Dr Mahesa Paranadipa MH di kantor Pusat IDI, Jakarta, Selasa (29/11/2016).
Kondisi ini diperparah dengan kurangnya fasilitas di setiap pelayanan kesehatan serta minimnya informasi setiap dokter di daerah. Akibatnya, banyak masyarakat di perbatasan yang lebih memilih melakukan pengobatan ke negara tetangga.
"Biasanya dokter pengen nyaman jadi maunya di kota saja, akibatnya di daerah dokter jadi kurang. Belum lagi fasilitas di daerah kurang mendukung. Di beberapa Puskesmas daerah stetoskop aja nggak ada, terus gimana mau periksa pasien? Jadi banyak yang milih berobat ke tetangga. Di sana klinik kecil sudah lengkap," jelasnya.
"Teman kami di daerah menjelaskan, untuk mendapatkan sinyal mereka harus naik pohon kelapa dan dayung ke tengah laut. Untuk mengikuti seminar, mereka harus ke kabupaten kota dengan naik keloto setengah hari dengan biaya yang cukup besar. Belum lagi biaya seminar dan penginapan. Untuk ukuran dokter PNS, ini bisa menghabiskan satu kali gajinya," tambahnya.
Oleh karena itu, IDI sebagai organisasi profesi bagi dokter yang diakui Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004, juga terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar bisa menyampaikan fasilitas dan menjangkaunya ke seluruh dokter di daerah.
"IDI berkewajiban meningkatkan skill dan pengetahuan dan terus mengupdate ilmu sebagai bentuk menjaga kualitas dan kontrol untuk dokter di Indonesia. Saat ini perhatian kita di DTPK, kami fokus di sana karena ada banyak yang harus dilayani," pungkasnya.
(tdy)