Riwayat Nikah Pengaruhi Harapan Hidup Pascastroke
A
A
A
JAKARTA - Sebuah penelitian terbaru menunjukkan kondisi pernikahan dan riwayat pernikahan tidak hanya mempengaruhi kesehatan jiwa atau kondisi mental, juga mempengaruhi angka harapan hidup pascaterserang stroke.
Dilansie Reuters, Matthew Dupre dari Duke Clinical Research Institute, Durham, Carolina Utara, melakukan penelitian kepada 2.351 responden dewasa yang pernah mengalami stroke dari 1992 hingga 2010. Respon yang dipilih dengan usia rata-rata di atas 50 tahun.
Dupre lalu membandingkan kondisi dan riwayat pernikahan responden dengan risiko kematian dalam waktu 5 tahun pascaterserang stroke.
"Penelitian-penelitian sebelumnya sudah menunjukkan adanya asosiasi stres dari pernikahan dengan risiko mengalami serangan jantung dan stroke. Penelitian kami melihat apakah kondisi tersebut juga berpengaruh terhadap kesehatan pascapulih," kata Dupre.
Sekitar 1.362 responden meninggal saat penelitian berlangsung. Sisa responden lain, diketahui mereka tidak pernah menikah, pernah bercerai lalu menikah lagi, bercerai dan tidak menikah. Hasilnya,mereka sangat rentan meninggal dalam waktu 5 tahun pascaterserang stroke.
Hasil penelitian ini menunjukkan, semakin banyak perceraian yang dialami, risiko kematian pun makin besar. Namun risiko paling besar dialami oleh mereka yang tidak pernah menikah yakni, 71% lebih besar meninggal pascapulih dari serangan stroke.
Sedangkan mereka yang sudah pernah bercerai lalu menikah lagi atau bercerai, namun tidak menikah lagi memiliki risiko kematian lebih tinggi 23%.
Berdasarkan hasil penelitian, Dupre mengatakan keutuhan keluarga sangat penting, khususnya saat menghadapi masa-masa sulit pascaterserang stroke.
"Penelitian kami membuktikan bahwa pernikahan memang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pascastroke. Di sisi lain, menikah kembali setelah bercerai diketahui tidak mengurangi risiko kematian dan memiliki risiko yang sama dengan tidak menikah lagi," pungkasnya.
Dilansie Reuters, Matthew Dupre dari Duke Clinical Research Institute, Durham, Carolina Utara, melakukan penelitian kepada 2.351 responden dewasa yang pernah mengalami stroke dari 1992 hingga 2010. Respon yang dipilih dengan usia rata-rata di atas 50 tahun.
Dupre lalu membandingkan kondisi dan riwayat pernikahan responden dengan risiko kematian dalam waktu 5 tahun pascaterserang stroke.
"Penelitian-penelitian sebelumnya sudah menunjukkan adanya asosiasi stres dari pernikahan dengan risiko mengalami serangan jantung dan stroke. Penelitian kami melihat apakah kondisi tersebut juga berpengaruh terhadap kesehatan pascapulih," kata Dupre.
Sekitar 1.362 responden meninggal saat penelitian berlangsung. Sisa responden lain, diketahui mereka tidak pernah menikah, pernah bercerai lalu menikah lagi, bercerai dan tidak menikah. Hasilnya,mereka sangat rentan meninggal dalam waktu 5 tahun pascaterserang stroke.
Hasil penelitian ini menunjukkan, semakin banyak perceraian yang dialami, risiko kematian pun makin besar. Namun risiko paling besar dialami oleh mereka yang tidak pernah menikah yakni, 71% lebih besar meninggal pascapulih dari serangan stroke.
Sedangkan mereka yang sudah pernah bercerai lalu menikah lagi atau bercerai, namun tidak menikah lagi memiliki risiko kematian lebih tinggi 23%.
Berdasarkan hasil penelitian, Dupre mengatakan keutuhan keluarga sangat penting, khususnya saat menghadapi masa-masa sulit pascaterserang stroke.
"Penelitian kami membuktikan bahwa pernikahan memang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pascastroke. Di sisi lain, menikah kembali setelah bercerai diketahui tidak mengurangi risiko kematian dan memiliki risiko yang sama dengan tidak menikah lagi," pungkasnya.
(tdy)