Film Boven Digul Simpan Harapan Orang Papua
A
A
A
JAKARTA - Film produksi orang asli Papua, Boven Digul, siap tayang 9 Februari 2017. Film yang diambil dari kisah nyata seorang dokter itu punya pesan penting.
Pertama, angka kematian ibu dan bayi di Papua sangat tinggi. Pesan ini, kendati telah menjadi rahasia umum, tetapi masih menjadi momok yang menakutkan.
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Papua 2015, kematian bayi di sembilan kabupaten Papua masih tinggi, yakni 20 kematian per 1.000 kelahiran bayi.
"Kematian ibu dan anak di Papua sangat tinggi, karena HIV, TBC. Tertinggi di Indonesia," kata Produser Boven Digul John Manangsang, di Jakarta, Senin (6/2/2017).
Ditambahkan dia, setiap tahun ada sekitar 50 orang ibu hamil di Papua. Tetapi pertumbuhan orang asli Papua tetap tidak meningkat, bahkan semakin menurun.
"Pertumbuhan penduduk asli Papua itu sangat sedikit. Satu ibu Papua hamil, itu harus menjadi perhatian kita. Kalau tidak, kita akan kehilangan dia," jelasnya.
Pesan kedua yang ingin disampaikan ialah pembangunan. Meski pemerintah sudah mulai melakukan pembangunan di Papua, tetapi wilayah ini masih sangat tertinggal.
"Kami ingin mendorong pembangunan secepatnya di Papua, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang. Kami berharap, film ini menjadi medianya," tambahnya.
Ketiga, kurangnya tenaga medis. Pada tahun 1990, saat cerita film Boven Digul dibuat, rumah sakit dan dokter masih sangat sedikit, bisa dihitung jari.
Tetapi, setelah 25 tahun berlalu, mulai tampak perubahannya. Puskesmas dan dokter sudah mulai banyak. Namun, tetap sangat kurang, apalagi tanpa fasilitas.
"Papua itu ibarat gadis cantik yang terus menangis, tapi belum ada yang melirik. Semoga film ini bisa membuat semua pihak menengok Papua," pungkasnya.
Pertama, angka kematian ibu dan bayi di Papua sangat tinggi. Pesan ini, kendati telah menjadi rahasia umum, tetapi masih menjadi momok yang menakutkan.
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Papua 2015, kematian bayi di sembilan kabupaten Papua masih tinggi, yakni 20 kematian per 1.000 kelahiran bayi.
"Kematian ibu dan anak di Papua sangat tinggi, karena HIV, TBC. Tertinggi di Indonesia," kata Produser Boven Digul John Manangsang, di Jakarta, Senin (6/2/2017).
Ditambahkan dia, setiap tahun ada sekitar 50 orang ibu hamil di Papua. Tetapi pertumbuhan orang asli Papua tetap tidak meningkat, bahkan semakin menurun.
"Pertumbuhan penduduk asli Papua itu sangat sedikit. Satu ibu Papua hamil, itu harus menjadi perhatian kita. Kalau tidak, kita akan kehilangan dia," jelasnya.
Pesan kedua yang ingin disampaikan ialah pembangunan. Meski pemerintah sudah mulai melakukan pembangunan di Papua, tetapi wilayah ini masih sangat tertinggal.
"Kami ingin mendorong pembangunan secepatnya di Papua, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang. Kami berharap, film ini menjadi medianya," tambahnya.
Ketiga, kurangnya tenaga medis. Pada tahun 1990, saat cerita film Boven Digul dibuat, rumah sakit dan dokter masih sangat sedikit, bisa dihitung jari.
Tetapi, setelah 25 tahun berlalu, mulai tampak perubahannya. Puskesmas dan dokter sudah mulai banyak. Namun, tetap sangat kurang, apalagi tanpa fasilitas.
"Papua itu ibarat gadis cantik yang terus menangis, tapi belum ada yang melirik. Semoga film ini bisa membuat semua pihak menengok Papua," pungkasnya.
(nfl)