Industri Hollywood Sudah Diizinkan Garap Film di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Setelah 35 tahun, pemerintah akhirnya mencabut larangan industri asing membuat film di Indonesia. Dengan dibukanya kran investasi modal asing di sektor film ini, diharapkan akan menambah geliat film nasional untuk terus berkarya meningkatkan kualitasnya.
Industri asing yang pertama masuk, dan menggarap film di Indonesia adalah Fox Internasional Productions (FIP). Debut pertama mereka adalah film Wiro Sableng, Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212, yang diadaptasi dari cerita silat karya penulis Indonesia, Bastian Tito. Penggarapan film ini bekerjasama dengan Lifelike Pictures Indonesia, dan sudah memasuki babak akhir persiapan.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan, dengan dibukanya kran investasi asing itu, diharapkan dapat mendorong perkembangan industri film. "Pemain asing bisa membuka layar lebih banyak di Indonesia. Saya membuka regulasi untuk terlaksananya kerjasama itu," katanya, di Jakarta, kemarin.
Pihaknya menjamin, jika ada industri asing yang ingin menanamkan modalnya, dan ingin membuat film di Indonesia, segala sesuatunya akan dipermudah.
"Sekarang, orang asing yang mau buat film di Indonesia tidak dipersulit. Kedepannya, semoga berjalan lancar," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong mengatakan, pihaknya akan mendukung setiap langkah dan upaya pemerintah.
"Ini adalah hasil konkret dari deregulasi sektor perfilman, dari hulu hingga ke hilir. Dari yang tadinya 0% untuk asing, kini menjadi 100% untuk asing," terangnya.
Dengan masuknya industri asing dalam perfilman Indonesia, diharap akan mampu mendongkrak kualitas film lokal.
"Harapan kita, dengan film berstandar internsional, bisa membuka peluang bagi film Indonesia untuk diputar di seluruh Asia dan dunia," ungkapnya.
Executive Producer FIP Michael Werner menambahkan, dirinya sangat berbahagia akhirnya bisa berbisnis di Indonesia.
Pafa tahun 1980, Werner pernah datang ke Indonesia. Kedatangannya saat itu untuk jualan film. Tetapi layar bioskop yang ada sangat sedikit. XXI masih belum ada.
"Saat itu saya datang ke Indoneaia untuk berjualan film. Saya bertanya saat itu kenapa tidak ada banyak teater," katanya.
Werner baru tahu, ternyata sedikitnya layar film di bioskop saat itu, karena adanya aturan larangan dari pemerintah. Sekarang, aturan itu telah diperbaiki.
"Ternyata itu berhubungan dengan ragulasi yang ditetapkan pemerintah. Tetapi, kini kondisi itu telah berubah," tukasnya.
Industri asing yang pertama masuk, dan menggarap film di Indonesia adalah Fox Internasional Productions (FIP). Debut pertama mereka adalah film Wiro Sableng, Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212, yang diadaptasi dari cerita silat karya penulis Indonesia, Bastian Tito. Penggarapan film ini bekerjasama dengan Lifelike Pictures Indonesia, dan sudah memasuki babak akhir persiapan.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan, dengan dibukanya kran investasi asing itu, diharapkan dapat mendorong perkembangan industri film. "Pemain asing bisa membuka layar lebih banyak di Indonesia. Saya membuka regulasi untuk terlaksananya kerjasama itu," katanya, di Jakarta, kemarin.
Pihaknya menjamin, jika ada industri asing yang ingin menanamkan modalnya, dan ingin membuat film di Indonesia, segala sesuatunya akan dipermudah.
"Sekarang, orang asing yang mau buat film di Indonesia tidak dipersulit. Kedepannya, semoga berjalan lancar," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong mengatakan, pihaknya akan mendukung setiap langkah dan upaya pemerintah.
"Ini adalah hasil konkret dari deregulasi sektor perfilman, dari hulu hingga ke hilir. Dari yang tadinya 0% untuk asing, kini menjadi 100% untuk asing," terangnya.
Dengan masuknya industri asing dalam perfilman Indonesia, diharap akan mampu mendongkrak kualitas film lokal.
"Harapan kita, dengan film berstandar internsional, bisa membuka peluang bagi film Indonesia untuk diputar di seluruh Asia dan dunia," ungkapnya.
Executive Producer FIP Michael Werner menambahkan, dirinya sangat berbahagia akhirnya bisa berbisnis di Indonesia.
Pafa tahun 1980, Werner pernah datang ke Indonesia. Kedatangannya saat itu untuk jualan film. Tetapi layar bioskop yang ada sangat sedikit. XXI masih belum ada.
"Saat itu saya datang ke Indoneaia untuk berjualan film. Saya bertanya saat itu kenapa tidak ada banyak teater," katanya.
Werner baru tahu, ternyata sedikitnya layar film di bioskop saat itu, karena adanya aturan larangan dari pemerintah. Sekarang, aturan itu telah diperbaiki.
"Ternyata itu berhubungan dengan ragulasi yang ditetapkan pemerintah. Tetapi, kini kondisi itu telah berubah," tukasnya.
(nfl)