Mengenal Radang Paru pada Bayi

Sabtu, 06 Mei 2017 - 05:14 WIB
Mengenal Radang Paru...
Mengenal Radang Paru pada Bayi
A A A
JAKARTA - Pneumonia saat ini masih menjadi penyebab kematian utama pada bayi di bawah usia 2 tahun. Data WHO 2015 tercatat 5,9 juta kematian balita atau 15% dalam satu tahun, akibat pneumonia.

Seperti diketahui, pneumonia adalah radang paru yang dapat disebabkan virus atau bakteri, dan menyebabkan kerusakan jaringan paru terutama pada bagian paru tempat bertukarnya udara. Nah, Indonesia sendiri masuk dalam 10 besar negara dengan kematian akibat pneumonia tertinggi.

Setidaknya 2-3 anak meninggal setiap jam karena pneumonia. Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi pneumonia memang sudah menurun tetapi insiden masih 1,8% atau 24 balita meninggal setiap 4 jam karena pneumonia. Hal ini tentu masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.

Dr Nastiti Kaswandani, spesialis anak konsultan respirasi dari FKUI/RSCM menjelaskan, sebenarnya orang tua dapat dengan mudah mengenali gejala pneumonia karena gejalanya yang khas, yakni ada sesak napas dan ada tarikan dinding dada ke dalam.

Sesak napas menjadi gejala yang paling khas mengingat pemasukan oksigen berkurang. Pada kondisi pneumonia berat dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan oksigen mencapai otak dan jantung.

Kematian tertinggi akibat penyakit ini terjadi di bawah usia dua tahun, atau dua tahun pertama kehidupan. Semakin muda usia bayi, maka semakin berisiko karena bayi baru lahir memiliki daya tahan tubuh rendah dan sistem kekebalan belum belum berkembang sempurna. Meskipun dapat disebabkan infeksi virus, sekitar 50% penyebab pneumonia adalah infeksi bakteri Streptococcus pneumokokus dan kedua terbanyak disebabkan bakteri Haemophilus influenza tipe b.

Penularan pneumonia tersering melalui udara (bersin, batuk atau berbicara). Kualitas udara yang buruk meningkatkan risiko pneumonia. Udara dalam rumah juga menjadi faktor risiko, yaitu ruangan dengan asap rokok, bahan bakar rumah tangga atau obat nyamuk.

Untuk menurunkan insiden pneumonia Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjalankan tiga langkah, yaitu Protect, Prevent, dan Treat. Perlindungan dilakukan dengan menyediakan lingkungan sehat untuk bayi, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, gizi yang seimbang, mencegah bayi dengan berat badan rendah dan menurunkan polusi udara.

Sementara pencegahan dilakukan dengan memberikan vaksinasi lengkap, terutama vaksin campak, pertusis dan dan vaksin pneumonia. IDAI juga sudah mengeluarkan rekomendasi pencegahan pneumonia dengan pemberian ASI eksklusif 6 bulan, imunisasi lengkap, pencegahan dan tata laksanan pneumonia, dan rekomendasi dalam menghadapi kabut asap.

Imunisasi yang ada kaitan dengan pneumonia adalah BCG, DTP, Hib dan PCV, campak, influenza dan MMR. “Dari vaksin-vaskin tersebut, ada dua vaksin yang belum dicover pemerintah yaitu PCV dan influenza,” jelas dr. Nastiti.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan Dr Wiendra Woworuntu M Kes menambahkan, pneumonia saat ini dijuluki forgotten pandemic atau the forgotten killer of children karena tidak mudah menemukan balita dengan pneumonia.

“Umumnya masyarakat menganggap sebagai batuk biasa. Sukar bagi ibu untuk mengetahui anaknya menderita pneumonia kecuali kondisinya telah parah, antara lain ditunjukkan dengan sesak napas berat," papar Wiendra.

Harus diingat bahwa perjalanan penyakit dari batuk menjadi pneumonia berlangsung cepat sehingga seringkali tidak tertolong. Program Kementerian Kesehatan dalam pengendalian pneumonia di Indonesia antara lain dengan penemuan kasus dan tatalaksana kasus pneumonia balita di puskesmas dan jaringannya, dan menggalakkan upaya promotif dan preventif tentang pencegahan dan pengendalian pneumonia termasuk imunisasi.

Demontrasi Vaksin Pneumonia akan dilangsungkan di Lombok Bulan Oktober 2017 mendatang, Kementerian Kesehatan akan melaksanakan demonstrasi program imunisasi pneumonia di tiga kabupaten di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Rencana ini merupakan bagian dari pemberian vaksin baru secara nasional, yaitu vaksin polio inaktif (IPV), rubella (MR), rotavirus, Japanese ensefalitis dan pneumokokus (PCV). “Vaksin pneumokokus untuk mencegah pneumonia akan digunakan di Indonesia,” ujar Wiendra.

Vaksin memang bukan satu-satunya cara mengurangi kejadian pneumonia, tetapi imunisasi adalah salah satu upaya yang cukup efektif mengurangi insiden pneumonia. Demontsrasi vaksin pneumokokus rencananya akan dilakukan di Lombok Barat dan Lombok Timur menggunakan vaksin PCV 13.

Sasarannya adalah bayi usia 2 bulan,3 bulan dan 12 bulan dengan jumlah sasaran di Kabupaten Lombok Timur 25.870 bayi, Kabupaten Lombok Barat 13.527 bayi sehingga total yang divaksin adalah 39.397 bayi.

Ditambahkan Wiendra, program ini merupakan langkah awal sebelum menjadikan vaksin pneumonia sebagai program vaksin nasional. Tahapnya masih sangat panjang di mana setelah dilakukan demonstrasi ini kemudian dilanjutkan surveilan selama 3 tahun.

“Program vasksinasi pneumokokus secara nasional baru bisa dilakukan secara nasional jika sudah ada ketersediaan vaksinnya. Umumnya membutuhkan waktu lama. Dengan pilot project ini tidak dengan serta merta akan menjadi program nasional,” beber Wiendra.

Ketersediaan vaksin menjadi tantangan yang masih dipikirkan pemerintah. Perusahaan vaksin nasional, Biofarma, diharapkan dapat segera akan menyediakan dan memproduksi vaksin pneumokokus. Sementara PCV 13 ini masih menggunakan produk impor dengan akses khusus.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0905 seconds (0.1#10.140)