Bahaya! Ini Efek Jarang Mencuci Tangan
A
A
A
JAKARTA - Saat ini masih banyak yang menyepelekan pentingnya cuci tangan saat berada di rumah sakit, baik pengunjung maupun tenaga kesehatannya. Padahal di daerah sekitar tangan banyak kuman yang bersarang. Parahnya bisa menyebabkan infeksi, salah satunya infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial atau disebut sebagai Health Care-Associated Infections(HCAI) merupakan infeksi yang menjangkit tubuh pasien pada saat berada di rumah sakit dan dapat berkembang menjadi infeksi yang parah. HCAI merupakan ancaman besar bagi keselamatan pasien karena dapat memperpanjang masa rawat inap dan merupakan salah satu penyebab utama kematian.
Di negara berkembang, seperti Indonesia, prevalensi penularan infeksi meningkat hingga 40%. Bahkan, 50% bayi baru lahir yang terjangkit infeksi nosocomial memiliki tingkat probabilitas kematian lebih tinggi hingga 12 % - 52%.
Penelitian lebih lanjut mengemukakan bahwa infeksi nosokomial di rumah sakit diakibatkan oleh kurangnya kepatuhan para tenaga kesehatan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia / Indonesian Society of Infection Control (Perdalin/Inasic), dr Ronald Irwanto SpPD – KPTI mengatakan seseorang yang masuk rumah sakit sebenarnya sangat rentan terhadap infeksi, penularannya dapat melalui fasilitas atau tenaga kesehatan.
“Rata-rata kepatuhan tenaga kesehatan di Indonesia dalam hal mencuci tangan hanya sekitar 20%-40%. Penyebab lainnya adalah kurangnya pengawasan, praktek pencegahan yang buruk dan tidak tepat, serta keterbatasan informasi mengenai pengendalian infeksi di rumah sakit,” kata dr Ronald dalam Media Brieifing Hand Hygiene di JS Luwansa Hotel, Jakarta, belum lama ini.
Hand hygiene merupakan suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun antiseptik pada saat mencuci tangan dengan air mengalir. Bisa juga menggunakan handrub yang mengandung alkohol sesuai dengan langkah-langkah sistematik yang ditentukan untuk mengurangi jumlah bakteri yang tersebar di tangan.
“Hand hygiene merupakan salah satu kunci utama dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi. Berdasarkan penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO), praktek hand hygiene yang sesuai dengan aturannya dapat mengurangi resiko infeksi nosokomial hingga 40 sampai 90%,” papar dr Ronald.
Standardisasi fasilitas kesehatan sangatlah penting, sebab infeksi nosocomial bersifat iatrogenic yaitu infeksi dapat terjadi pada saat tenaga kesehatan menggunakan peralatan medis untuk merawat pasiennya, misalnya pada saat penggunaan kateter, pemasangan infus, dan penggunaan peralatan medis lainnya.
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyebab utama hampir seperempat dari semua jenis infeksi nosocomial.
“Infeksi saluran kemih biasanya menjangkit pasien pada saat penggunaan alat kateter dan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan berdampak pada meningkatnya biaya medis serta efek samping lainnya seperti sepsis dan bahkan kematian. Selain itu ada infeksi daerah operasi (IDO) yakni kondisi dimana setelah operasi jahitan tidak kering, maka terjadi infeksi. Kemudian, Infeksi aliran darah primer yang terjadi biasanya setelah pemasangan infus, terdapat kuman yang langsung masuk dan beredar di pembuluh darah," jelas dr Ronald.
Infeksi nosokomial atau disebut sebagai Health Care-Associated Infections(HCAI) merupakan infeksi yang menjangkit tubuh pasien pada saat berada di rumah sakit dan dapat berkembang menjadi infeksi yang parah. HCAI merupakan ancaman besar bagi keselamatan pasien karena dapat memperpanjang masa rawat inap dan merupakan salah satu penyebab utama kematian.
Di negara berkembang, seperti Indonesia, prevalensi penularan infeksi meningkat hingga 40%. Bahkan, 50% bayi baru lahir yang terjangkit infeksi nosocomial memiliki tingkat probabilitas kematian lebih tinggi hingga 12 % - 52%.
Penelitian lebih lanjut mengemukakan bahwa infeksi nosokomial di rumah sakit diakibatkan oleh kurangnya kepatuhan para tenaga kesehatan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia / Indonesian Society of Infection Control (Perdalin/Inasic), dr Ronald Irwanto SpPD – KPTI mengatakan seseorang yang masuk rumah sakit sebenarnya sangat rentan terhadap infeksi, penularannya dapat melalui fasilitas atau tenaga kesehatan.
“Rata-rata kepatuhan tenaga kesehatan di Indonesia dalam hal mencuci tangan hanya sekitar 20%-40%. Penyebab lainnya adalah kurangnya pengawasan, praktek pencegahan yang buruk dan tidak tepat, serta keterbatasan informasi mengenai pengendalian infeksi di rumah sakit,” kata dr Ronald dalam Media Brieifing Hand Hygiene di JS Luwansa Hotel, Jakarta, belum lama ini.
Hand hygiene merupakan suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun antiseptik pada saat mencuci tangan dengan air mengalir. Bisa juga menggunakan handrub yang mengandung alkohol sesuai dengan langkah-langkah sistematik yang ditentukan untuk mengurangi jumlah bakteri yang tersebar di tangan.
“Hand hygiene merupakan salah satu kunci utama dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi. Berdasarkan penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO), praktek hand hygiene yang sesuai dengan aturannya dapat mengurangi resiko infeksi nosokomial hingga 40 sampai 90%,” papar dr Ronald.
Standardisasi fasilitas kesehatan sangatlah penting, sebab infeksi nosocomial bersifat iatrogenic yaitu infeksi dapat terjadi pada saat tenaga kesehatan menggunakan peralatan medis untuk merawat pasiennya, misalnya pada saat penggunaan kateter, pemasangan infus, dan penggunaan peralatan medis lainnya.
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyebab utama hampir seperempat dari semua jenis infeksi nosocomial.
“Infeksi saluran kemih biasanya menjangkit pasien pada saat penggunaan alat kateter dan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan berdampak pada meningkatnya biaya medis serta efek samping lainnya seperti sepsis dan bahkan kematian. Selain itu ada infeksi daerah operasi (IDO) yakni kondisi dimana setelah operasi jahitan tidak kering, maka terjadi infeksi. Kemudian, Infeksi aliran darah primer yang terjadi biasanya setelah pemasangan infus, terdapat kuman yang langsung masuk dan beredar di pembuluh darah," jelas dr Ronald.
(tdy)