Jangan Remehkan Keterlambatan Bicara Anak

Jum'at, 26 Mei 2017 - 06:19 WIB
Jangan Remehkan Keterlambatan...
Jangan Remehkan Keterlambatan Bicara Anak
A A A
JAKARTA - Acapkali orang tua menganggap sepele keterlambatan bicara anak. Padahal kondisi ini bisa menjadi indikasi adanya suatu gangguan yang perlu diwaspadai.

Umumnya orang tua akan menggapnya hal biasa anak mengalami keterlambat bicara (delayed speech). "Nanti juga ngomong" atau justru percaya pada mitos bahwa anak lelaki normal terlambat bicara karena perempuan lebih cerewet.

Padahal terlambat bicara merupakan salah satu dari sekumpulan gejala lain yang menjadi satu gangguan. Jadi, terlambat bicara adalah bagian dari suatu gangguan yang perlu orangtua waspadai.

Apa saja gangguannya? Beragam. Bisa karena gangguan berbahasa ekspresif dan reseptif, disabilitas intelektual, gangguan perkembangan koordinasi, ADHD, dan autisme.

"Untuk tahu apakah anak terlambat bicara patokannya usia satu tahun sudah bisa satu kata dan bukan kata pengulangan seperti mama. Setiap bulan biasanya akan bertambah satu kata," jelas dr Gitayanti Hadisukanto Sp KJ (K) dari Rumah Sakit Pondok Indah-Pondok Indah.

Untuk gangguan berbahasa ekspresif dan reseptif, umumnya terbilang ringan dan hanya perlu dilakukan terapi wicara. Yang dimaksud gangguan ekspresif ini adalah gangguan dalam kemampuan mengekspresikan bahasa secara lisan di bawah usia mental.

"Tapi pemahaman bahasanya normal, mengerti instruksi atau yang orang katakan. Tapi untuk mengeskpresikan kata-kata sulit. Ada kesalahan kalimat, kehilanvan awalan atau akhiran," beber Sekretaris Asosiasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Indonesia (Akeswari) ini.

Akibatnya, anak menjadi temper tantrum (marah) dan terhambat kegiatan akademiknya lantaran kesulitan mengekspresikan keinginannya. Sebaliknya, gangguan reseptif kemampuan ekspresifnya juga terganggu termasuk artikulasinya sehingga di usia dua tahun anak masih sulit memahami struktur tata bahasa.

"Gangguan ini harus diwaspadai apakah karena disabilitas intelektual. Pada gangguan yang berat maka juga harus disertai dengan terapi integrasi sensorik disamping terapi wicara," ujar psikiater anak dan remaja ini.

Berbeda lagi speech delayed akibat disabilitas intelektual. Gangguan ini menyebabkan bahasa ekspresif dan reseptif terganggu, anak suka melamun, sibuk sendiri, dan prestasi akademik tak sesuai usia kronologis. Penanganannya adalah lewat memasukkan anak ke SLB, terapi orthopaedagogik (terapi remedial), dan sekolah khusus lainnya atau inklusi.

Terlambat bicara juga bisa dikarenakan autism, di mana gejalanya harus dimulai sebelum usia tiga tahun. Gangguan ini meliputi tiga aspek perkembagan utama, yakni gangguan berkomunikasi, gangguan interaksi sosial timbal balik (tidak ada kontak mata, tidak merespon bila diajak bicara, tidak ada komunikasi nonverval, tak bisa berempati, dan bermain pura-pura), serta minat dan perilaku yang terbatas dan diulang-ulang.

Menurut dr Gitayanti, ikatan afeksi dengan pengasuh utama sangat kurang ini adalah gejala utama autisme. "40-50% anak lekat dengan ibu tapi dengan kualitas berbeda. Ibu hanya untuk pemenuhan kebutuhan konkret misalnya kalau anak lapar dan haus. Perilaku kelekatan ini tak disertai dengan rasa emosional," jelas dr Gitayanti.

Terapi yang diberikan untuk anak autisme bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, meningkatkan kemampuan bersekolah, mengembangkan hubungan dengan teman sebaya, dan meningkatkan kemampuan untuk mandiri saat dewasa.

Modalitas terapi untuk autisme meliputi pemberian obat, terapi perilaku, okupasi, integrasi sensorik, wicara, edukasi, dan terapi lainnya.

Sementara itu pada anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) terlambat bicaranya tidak separah autisme. Dampak ADHD jika tidak ditangani maka pada usia sekolah, di antaranya gangguan perilaku, kesulitan bergaul, prestasi akademik buruk.

Berlanjut pada usia remaja anak akan Adapun gangguan perkembangan koordinasi 6 persennya adalah pada anak usia 5-11 tahun. Gangguan ini meliputi baik motorik kasar maupun motorik halus. Akibatnya selain terlambat bicara, konsentrasi anak terganggu, dan pencapain akademik buruk.

Terakhir gangguan pendengaran. Anak seperti tidak menyimak, salah menjawab pertanyaan lisan, sementara soal lisan bisa dijawab lebih baik, dan tidak merespon saat dipanggil. "Segera periksakan anak ke spesialis THT. Juga bisa dibantu dengan alat bantu dengar," kata dr. Gitayanti.

Selain gangguan tersebut, terlambat bicara juga bisa dikarenakan anak dipaksa berbahasa bilingual. Padahal kesempatan anak untuk bisa berbahasa bilingual terbuka hingga usia 10 tahun. Untuk itu ajarkan dahulu anak bahasa ibu baru kemudian bahasa lain. Penggunaan gadget yang berlebihan juga akan mempengaruhi kemampuan anak berbicara. Batasi screen time atau penggunaan gawai pada anak.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1121 seconds (0.1#10.140)