Terapi Diabetes
A
A
A
JAKARTA - Diabetes mempengaruhi kehidupan dari sekitar 415 juta orang dewasa di seluruh dunia. Angka tersebut diperkirakan naik hingga 642 juta pada 2040 (1 dari 10 orang dewasa).
Prof DR Dr Idrus Alwi SpPD-KKV, Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan kardiovaskular mengatakan pada 2015, ada sekira 10 juta orang dengan penyakit diabetes di Indonesia. "Di 2040 nanti, angka tersebut diperkirakan naik hingga 16,2 juta," kata dr Idrus.
Angka ini tentunya sangat menakutkan dalam hal kesehatan masyarakat di Indonesia. Terlebih pasien diabetes tak lepas dari berbagai peluang terkena komplikasi yang mengancam jiwa. Ya, pasien diabetes bukan hanya harus berjuang dengan penyakitnya itu sendiri, juga harus berhadapan dengan risiko komplikasi yang relatif tinggi.
Pasien dengan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 misalnya, memiliki risiko 2-3 kali lebih besar terkena gagal jantung dan memililki risiko lebih tinggi terkena serangan jantung atau stroke, dan sekitar 50% dari angka kematian pada para pasien dengan DM tipe 2 yang disebabkan oleh komplikasi penyakit kardiovaskular.
Tak dipungkiri, diabetes merupakan epidemik yang terus meluas didunia. Yang berkaitan dengan komorbiditas signifikan yang berkontribusi pada tingkat rawat inap yang sangat mahal bahkan berujung pada kematian. Namun dengan kemajuan teknologi di bidang farmasi, berbagai ancaman kesehatan yang ada pada pasien diabetes khususnya akibat komplikasi penyakit jantung sampai risiko kematian pun dapat ditekan.
Hal ini telah dibuktikan lewat terapi terbaru dari obat diabetes, penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor). Studi real-world (nyata) skala besar pertama telah dilakukan untuk mengevaluasi tingkat rawat inap karena gagal jantung dan kematian oleh berbagai penyebab pada pasien dengan DM tipe-2 yang menerima perawatan dengan terapi obat terkini tersebut.
Dikatakan dr Andi Marsali, Head of Medical Department AstraZeneca Indonesia bawah pihaknya meningkatkan hasil (outcome) dari manajemen pasien, terutama pasien DM tipe-2.Hal ini termasuk studi CVD-Real.
"Studi ini ditujukan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa pemberian obat kelas terapi terbaru penghambat SGLT2 dapat menurunkan angka rawat di rumah sakit akibat gagal jantung dan kematian akibat berbagai sebab hingga separuhnya," urai dr. Andi.
Studi CVD-Real menganalisa data yang diperoleh dari lebih 300.000 pasien di enam negara, di mana 87% di antaranya tidak memiliki riwayat komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah (CVD).
Data tersebut menunjukkan bahwa dari populasi data pasien dengan DM tipe-2 yang luas dan telah menerima pengobatan penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor), dapat menurunkan tingkat rawat inap hingga 39% (p<0.001) dan angka kematian karena berbagai penyebab hingga 51% (p<0.001).
Hal ini jika dibandingkan dengan pemberian obat-obat DM tipe 2 yang lainnya. Sedangkan untuk hasil gabungan dari rawat inap karena gagal jantung dan kematian karena berbagai penyebab, angka penurunan tercatat 46% (p<0.001).
Data dari hasil studi real-world (nyata) ini memberikan bukti bahwa kelas terapi terbaru dari obat diabetes, penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor) dapat mengurangi tingkat rawat inap akibat gagal jantung dan kematian hingga setengahnya. CVD-Real merupakan studi pertama yang mengobservasi efek dari perawatan dengan SGLT-2 inhibitor pada grup pasien DM tipe-2 yang lebih besar, dengan risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan grup pasien lain yang pernah dievaluasi pada uji klinis.
CVD-Real sendiri adalah studi skala besar pertama yang memantau efek dari pengobatan penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor) pada grup pasien DM tipe 2 yang lebih luas, yaitu pada mereka yang belum terkena komplikasi CVD namun berisiko mengalaminya, dibandingkan dengan yang evaluasi sebelumnya dalam uji klinis (clinical trials), dimana pasiennya sudah dengan komplikasi CVD. sri noviarni
Prof DR Dr Idrus Alwi SpPD-KKV, Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan kardiovaskular mengatakan pada 2015, ada sekira 10 juta orang dengan penyakit diabetes di Indonesia. "Di 2040 nanti, angka tersebut diperkirakan naik hingga 16,2 juta," kata dr Idrus.
Angka ini tentunya sangat menakutkan dalam hal kesehatan masyarakat di Indonesia. Terlebih pasien diabetes tak lepas dari berbagai peluang terkena komplikasi yang mengancam jiwa. Ya, pasien diabetes bukan hanya harus berjuang dengan penyakitnya itu sendiri, juga harus berhadapan dengan risiko komplikasi yang relatif tinggi.
Pasien dengan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 misalnya, memiliki risiko 2-3 kali lebih besar terkena gagal jantung dan memililki risiko lebih tinggi terkena serangan jantung atau stroke, dan sekitar 50% dari angka kematian pada para pasien dengan DM tipe 2 yang disebabkan oleh komplikasi penyakit kardiovaskular.
Tak dipungkiri, diabetes merupakan epidemik yang terus meluas didunia. Yang berkaitan dengan komorbiditas signifikan yang berkontribusi pada tingkat rawat inap yang sangat mahal bahkan berujung pada kematian. Namun dengan kemajuan teknologi di bidang farmasi, berbagai ancaman kesehatan yang ada pada pasien diabetes khususnya akibat komplikasi penyakit jantung sampai risiko kematian pun dapat ditekan.
Hal ini telah dibuktikan lewat terapi terbaru dari obat diabetes, penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor). Studi real-world (nyata) skala besar pertama telah dilakukan untuk mengevaluasi tingkat rawat inap karena gagal jantung dan kematian oleh berbagai penyebab pada pasien dengan DM tipe-2 yang menerima perawatan dengan terapi obat terkini tersebut.
Dikatakan dr Andi Marsali, Head of Medical Department AstraZeneca Indonesia bawah pihaknya meningkatkan hasil (outcome) dari manajemen pasien, terutama pasien DM tipe-2.Hal ini termasuk studi CVD-Real.
"Studi ini ditujukan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa pemberian obat kelas terapi terbaru penghambat SGLT2 dapat menurunkan angka rawat di rumah sakit akibat gagal jantung dan kematian akibat berbagai sebab hingga separuhnya," urai dr. Andi.
Studi CVD-Real menganalisa data yang diperoleh dari lebih 300.000 pasien di enam negara, di mana 87% di antaranya tidak memiliki riwayat komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah (CVD).
Data tersebut menunjukkan bahwa dari populasi data pasien dengan DM tipe-2 yang luas dan telah menerima pengobatan penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor), dapat menurunkan tingkat rawat inap hingga 39% (p<0.001) dan angka kematian karena berbagai penyebab hingga 51% (p<0.001).
Hal ini jika dibandingkan dengan pemberian obat-obat DM tipe 2 yang lainnya. Sedangkan untuk hasil gabungan dari rawat inap karena gagal jantung dan kematian karena berbagai penyebab, angka penurunan tercatat 46% (p<0.001).
Data dari hasil studi real-world (nyata) ini memberikan bukti bahwa kelas terapi terbaru dari obat diabetes, penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor) dapat mengurangi tingkat rawat inap akibat gagal jantung dan kematian hingga setengahnya. CVD-Real merupakan studi pertama yang mengobservasi efek dari perawatan dengan SGLT-2 inhibitor pada grup pasien DM tipe-2 yang lebih besar, dengan risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan grup pasien lain yang pernah dievaluasi pada uji klinis.
CVD-Real sendiri adalah studi skala besar pertama yang memantau efek dari pengobatan penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor) pada grup pasien DM tipe 2 yang lebih luas, yaitu pada mereka yang belum terkena komplikasi CVD namun berisiko mengalaminya, dibandingkan dengan yang evaluasi sebelumnya dalam uji klinis (clinical trials), dimana pasiennya sudah dengan komplikasi CVD. sri noviarni
(tdy)