Orang Indonesia Adalah Orang Paling Malas Berjalan Kaki di Dunia
A
A
A
JAKARTA - Jalan kaki adalah sebuah kegiatan yang menyehatkan. Sayangnya, kegiatan ini ternyata tak begitu populer di Indonesia dan bahkan banyak orang yang malas melakukannya. Sebagian besar bakal memilih menggunakan kendaraan umum untuk pergi ke satu tempat meski dengan jarak dekat ketimbang harus mencapainya dengan jalan kaki.
Saking malasnya orang-orang di Indonesia jalan kaki, sebuah penelitian yang dilakukan Stanford University di Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa orang Indonesia adalah orang paling malas jalan kaki di dunia. Rata-rata dalam sehari, orang-orang Indonesia hanya melangkahkan kaki sebanyak 3.513 kali.
Angka itu tentu berbeda jauh dengan apa yang terjadi di Hong Kong. Di wilayah yang hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 5 jam penerbangan dari Jakarta itu, rata-rata orang di sana melakukan 6.880 langkah per hari.
Penemuan ini didapatkan dari penelitian data smartphone untuk melihat seaktif apakah orang-orang itu. Sebagian besar smartphone memiliki accelerometer di dalamnya yang bisa mencatat langkah yang dilakukan sang pemilik. Periset menggunakan data anonym dari lebih dari 700.000 orang yang menggunakan aplikasi monitoring aktivitas Argus.
“Kajian ini 1.000 kali lebih besar daripada kajian sebelumnya tentang gerakan manusia. Ada survei kesehatan yang mengagumkan yang pernah dilakukan sebelumnya, tapi kajian baru kami memberikan data dari lebih banyak negara, lebih banyak subjek dan menelusuri aktivitas orang dengan basis yang masih berjalan. Ini membuka pintu bagi cara baru untuk melakukan sains pada skala yang lebih besar dari yang pernah mampu kita lakukan sebelumnya,” papar Scott Delp, dosen bioengineering dan salah satu periset dalam kajian ini seperti dikutip BBC.
Menurut riset yang telah dipublikasikan di journal Nature itu, rata-rata, tiap hari, orang melangkah sebanyak 4.961 kali atau sekitar 4 km. Tapi, banyak negara yang tidak mencapai angka tersebut, termasuk Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
Tapi, meski orang Indonesia malas jalan kaki, itu tidak berarti bahwa orang-orang Indonesia lebih gemuk ketimbang orang Amerika. Kuncinya adalah variasi jumlah jalan kaki.
Menurut periset Stanford, di negara dengan angka obesitas lebih rendah, orang biasanya berjalan kaki dengan jumlah yang sama setiap hari. Di negara dengan angka rata-rata obesitas tinggi, ada selisih besar antara mereka yang banyak berjalan dan tidak.
Kuncinya adalah ketidaksetaraan aktivitas—seperti ketidaksetaraan kesejahteraan, kecuaali perbedaaan kaya dan miskin, ini adalah perbedaan antara yang paling rajin dan paling malas. Lebih besar ketidaksetaraan aktivitasnya, maka lebih tinggi pula angka obesitasnya. Yang masuk ke katergori ini asalah satunya adalah AS, dimana AS berada di angka keempat dari bawah pada daftar ketidaksetaraan aktivitas.
“Kalau kalian memikirkan tentang orang-orang di sebuah negara yang kaya aktivitas dan miskin aktivitas, ukuran selisih antara mereka adalah indikator kuat level obesitas di masyarakat itu,” ujar Delp.
Tim Althoff, yang juga terlibat dalam kajian ini, menunjuk Swedia, dengan rata-rata 5.863 langkah, sebagai salah satu negara dengan selisih ketidaksetaraan aktivitas terkecil. “Negara ini juga punya salah satu angka obesitas yang terendah,” imbuh dia.
Sementara itu, para periset juga kaget dengan ketidaksetaraan aktivitas yang dipicu perbedaan antara pria dan wanita. Di negara seperti Jepang—dimana obesitas dan ketidaksetaraan rendah—pria dan wanita memiliki level keaktifan yang sama. Sedangkan di negara dengan ketidaksetaraan yang tinggi, seperti AS dan Arab Saudi, wanita justru kurang aktif.
“Ketika ketidaksetaraan aktivitas itu besar, aktivitas wanita berkurang lebih dramatis ketimbang aktivitas pria dan koneksi negatif dengan obesitas bisa berpengaruh lebih besar terhadap wanita,” ujar Jure Leskovec, yang juga bagian dari tim riset tersebut.
Tim Stanford itu mengatakan, penemuan itu membantu menjelaskan pola global obesitas dan memberikan ide baru untuk memeranginya. Misalnya, mereka merating 69 kota di AS untuk seberapa mudah orang-orang bisa berjalan kaki.
Data smartphone memperlihatkan kota seperti New York dan San Francisco adalah kota ramah pejalan kaki dan sangat bisa dipakai untuk berjalan kaki. Sementara, orang-orang benar-benar butuh mobil untuk bepergian di kota yang kurang bisa dipakai untuk jalan kaki seperti Houston dan Memphis. Yang tidak mengejutkan, orang berjalan lebih banyak di tempat dimana tempat itu memang mudah untuk dipakai jalan kaki.
Saking malasnya orang-orang di Indonesia jalan kaki, sebuah penelitian yang dilakukan Stanford University di Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa orang Indonesia adalah orang paling malas jalan kaki di dunia. Rata-rata dalam sehari, orang-orang Indonesia hanya melangkahkan kaki sebanyak 3.513 kali.
Angka itu tentu berbeda jauh dengan apa yang terjadi di Hong Kong. Di wilayah yang hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 5 jam penerbangan dari Jakarta itu, rata-rata orang di sana melakukan 6.880 langkah per hari.
Penemuan ini didapatkan dari penelitian data smartphone untuk melihat seaktif apakah orang-orang itu. Sebagian besar smartphone memiliki accelerometer di dalamnya yang bisa mencatat langkah yang dilakukan sang pemilik. Periset menggunakan data anonym dari lebih dari 700.000 orang yang menggunakan aplikasi monitoring aktivitas Argus.
“Kajian ini 1.000 kali lebih besar daripada kajian sebelumnya tentang gerakan manusia. Ada survei kesehatan yang mengagumkan yang pernah dilakukan sebelumnya, tapi kajian baru kami memberikan data dari lebih banyak negara, lebih banyak subjek dan menelusuri aktivitas orang dengan basis yang masih berjalan. Ini membuka pintu bagi cara baru untuk melakukan sains pada skala yang lebih besar dari yang pernah mampu kita lakukan sebelumnya,” papar Scott Delp, dosen bioengineering dan salah satu periset dalam kajian ini seperti dikutip BBC.
Menurut riset yang telah dipublikasikan di journal Nature itu, rata-rata, tiap hari, orang melangkah sebanyak 4.961 kali atau sekitar 4 km. Tapi, banyak negara yang tidak mencapai angka tersebut, termasuk Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
Tapi, meski orang Indonesia malas jalan kaki, itu tidak berarti bahwa orang-orang Indonesia lebih gemuk ketimbang orang Amerika. Kuncinya adalah variasi jumlah jalan kaki.
Menurut periset Stanford, di negara dengan angka obesitas lebih rendah, orang biasanya berjalan kaki dengan jumlah yang sama setiap hari. Di negara dengan angka rata-rata obesitas tinggi, ada selisih besar antara mereka yang banyak berjalan dan tidak.
Kuncinya adalah ketidaksetaraan aktivitas—seperti ketidaksetaraan kesejahteraan, kecuaali perbedaaan kaya dan miskin, ini adalah perbedaan antara yang paling rajin dan paling malas. Lebih besar ketidaksetaraan aktivitasnya, maka lebih tinggi pula angka obesitasnya. Yang masuk ke katergori ini asalah satunya adalah AS, dimana AS berada di angka keempat dari bawah pada daftar ketidaksetaraan aktivitas.
“Kalau kalian memikirkan tentang orang-orang di sebuah negara yang kaya aktivitas dan miskin aktivitas, ukuran selisih antara mereka adalah indikator kuat level obesitas di masyarakat itu,” ujar Delp.
Tim Althoff, yang juga terlibat dalam kajian ini, menunjuk Swedia, dengan rata-rata 5.863 langkah, sebagai salah satu negara dengan selisih ketidaksetaraan aktivitas terkecil. “Negara ini juga punya salah satu angka obesitas yang terendah,” imbuh dia.
Sementara itu, para periset juga kaget dengan ketidaksetaraan aktivitas yang dipicu perbedaan antara pria dan wanita. Di negara seperti Jepang—dimana obesitas dan ketidaksetaraan rendah—pria dan wanita memiliki level keaktifan yang sama. Sedangkan di negara dengan ketidaksetaraan yang tinggi, seperti AS dan Arab Saudi, wanita justru kurang aktif.
“Ketika ketidaksetaraan aktivitas itu besar, aktivitas wanita berkurang lebih dramatis ketimbang aktivitas pria dan koneksi negatif dengan obesitas bisa berpengaruh lebih besar terhadap wanita,” ujar Jure Leskovec, yang juga bagian dari tim riset tersebut.
Tim Stanford itu mengatakan, penemuan itu membantu menjelaskan pola global obesitas dan memberikan ide baru untuk memeranginya. Misalnya, mereka merating 69 kota di AS untuk seberapa mudah orang-orang bisa berjalan kaki.
Data smartphone memperlihatkan kota seperti New York dan San Francisco adalah kota ramah pejalan kaki dan sangat bisa dipakai untuk berjalan kaki. Sementara, orang-orang benar-benar butuh mobil untuk bepergian di kota yang kurang bisa dipakai untuk jalan kaki seperti Houston dan Memphis. Yang tidak mengejutkan, orang berjalan lebih banyak di tempat dimana tempat itu memang mudah untuk dipakai jalan kaki.
(alv)