Produksi Fisik Musik Mulai Tergerus
A
A
A
Bukan hanya di Indonesia, perubahan terhadap konsumsi musik ini di negara lain sudah berubah. Jika dulu musik hanya bisa dinikmati melalui kaset dan CD, kini beralih ke area digital dalam dua dekade pertama abad 21 ini.
Perubahan ini mulai kentara di tahun 2015 di mana untuk kali pertama penjualan musik digital secara global dilaporkan menyalip penjualan album fisik. Demikian juga di Indonesia. Penjualan musik fisik terus merosot tajam. Di saat yang sama, pasar musik digital berkembang lebih dari dua kali lipat dalam tiga tahun terakhir.
Menurut CEO International Federation of the Phonographic Industry (IFPI) Frances Moore fenomena ini terjadi lantaran meningkatnya jumlah pengguna smartphone dan internet aktif. Alhasil kemudahan mendapatkan layanan musik, khususnya layanan musik streaming mudah diperoleh. Di sisi lain, penjualan musik bentuk fisik melorot.
Para musisi pun mempunyai cara lain untuk mendapatkan tambahan kocek. Lagu, tidak melulu jadi pemasukan. Pengamat musik Adib Hidayat mengatakan, industri musik di tanah air pun kini lebih berkembang lagi dari sisi kreasi mendulang pendapatan. Artis musik sekarang tidak lagi mengandalkan pendapatan utama dari penjualan karya mereka baik fisik maupun digital melainkan dari show/konser serta berbagai kegiatan off air lain, endorser produk/sponsor dan penjualan merchandise.
Semakin tinggi apresiasi masyarakat terhadap karya mereka maka semakin sering dia manggung, semakin laku merchandise- nya dan kian besar pula pendapatannya. Untuk artis musik tertentu, penjualan musik fisik mereka seperti kaset, vinyl dan CD cukup signifikan karena menjadi bagian dari merchandise sebagai barang koleksi.
Semakin seringnya showdan kegiatan off air sebagai sumber pendapatan utama membuat kualitas karya dan kualitas si artis harus mumpuni. "Sejelek apa pun kualitas artis atau lagu bisa masuk ke layanan musik streaming asal mengikuti ketentuan dan persyaratan melalui agregatornya. Selebihnya pasar yang menentukan. Artis baru yang kemampuannya pas-pasan dan terlalu banyak dipoles akan cepat turun pamor lantaran penampilannya di panggung tidak sebaik di rekaman," papar managing director Rolling Stone Indonesia ini. (Ananda Nararya/Hermansah)
Perubahan ini mulai kentara di tahun 2015 di mana untuk kali pertama penjualan musik digital secara global dilaporkan menyalip penjualan album fisik. Demikian juga di Indonesia. Penjualan musik fisik terus merosot tajam. Di saat yang sama, pasar musik digital berkembang lebih dari dua kali lipat dalam tiga tahun terakhir.
Menurut CEO International Federation of the Phonographic Industry (IFPI) Frances Moore fenomena ini terjadi lantaran meningkatnya jumlah pengguna smartphone dan internet aktif. Alhasil kemudahan mendapatkan layanan musik, khususnya layanan musik streaming mudah diperoleh. Di sisi lain, penjualan musik bentuk fisik melorot.
Para musisi pun mempunyai cara lain untuk mendapatkan tambahan kocek. Lagu, tidak melulu jadi pemasukan. Pengamat musik Adib Hidayat mengatakan, industri musik di tanah air pun kini lebih berkembang lagi dari sisi kreasi mendulang pendapatan. Artis musik sekarang tidak lagi mengandalkan pendapatan utama dari penjualan karya mereka baik fisik maupun digital melainkan dari show/konser serta berbagai kegiatan off air lain, endorser produk/sponsor dan penjualan merchandise.
Semakin tinggi apresiasi masyarakat terhadap karya mereka maka semakin sering dia manggung, semakin laku merchandise- nya dan kian besar pula pendapatannya. Untuk artis musik tertentu, penjualan musik fisik mereka seperti kaset, vinyl dan CD cukup signifikan karena menjadi bagian dari merchandise sebagai barang koleksi.
Semakin seringnya showdan kegiatan off air sebagai sumber pendapatan utama membuat kualitas karya dan kualitas si artis harus mumpuni. "Sejelek apa pun kualitas artis atau lagu bisa masuk ke layanan musik streaming asal mengikuti ketentuan dan persyaratan melalui agregatornya. Selebihnya pasar yang menentukan. Artis baru yang kemampuannya pas-pasan dan terlalu banyak dipoles akan cepat turun pamor lantaran penampilannya di panggung tidak sebaik di rekaman," papar managing director Rolling Stone Indonesia ini. (Ananda Nararya/Hermansah)
(bbk)