Garin Nugroho: Silat Sebagai Materi Produk Film Laga
A
A
A
YOGYAKARTA - Produser yang juga sutradara perfilman Indonesia, Garin Nugroho mengupas tentang silat, cinema, dan sejarah kebangsaan dalam seminar sehari kajian silat bertema 'Silat Seni, Seni Silat' di Kampus Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Garin yang juga seorang budayawan itu menghubungan potensi silat sebagai produk film.
"Esensi silat sebagai seni sekaligus bela diri sesungguhnya telah dan terus akan menjadi sumber beragam seni pertunjukan hingga film," katanya, Selasa (15/8/2017).
Pemenang banyak festival film kategori sutradara terbaik itu memberi contoh banyak bintang film laga dari negara Barat, Eropa, Timur Tengah, Hong Kong, India, hingga Indonesia, yang memiliki latar belakang bela diri atau silat.
Dalam sejarah sinema Hong Kong misalnya, kata dia, setiap periode membawa karakter ketokohan laga baru dengan ramuan genre baru yang selalu memberi daya hidup film laga. Namun, hal itu tidak terjadi dalam dunia perfilman Indonesia.
"Pada aspek komedi, stambul dan seni pertunjukan lain, maka aspek laga menjadi hiburan tersendiri. Era awal abad 20 merupakan era multikultur, berbagai aspek bercampur dalam bentuk pertunjukan seni pertunjukan lama dengan yang baru," katanya.
Dia memberi contoh tokoh film laga yang memiliki kemampuan hebat dalam ilmu bela diri. Menggabungkan seni bela diri dalam produksi film laga. Bahkan, tokoh dari India yang memiliki kemampuan menari dan bela diri diramu dalam satu alur yang menarik.
Pada pertumbuhan industri film, film laga menjadi arsitektur utama pertumbuhan film sebagai industri hiburan. Termasuk tokoh-tokoh laga selalu menjadi bintang film klasik yang hidup kurun waktu panjang dan menjadi tokoh klasik.
Melihat perkembangan film laga, khususnya silat dalam sejarah sinema di Indonesia, maka bisa dibaca bagaimana hubungan silat dengan sejarah pertumbuhan kebangsaan dan hiburan dalam perspektif film sebagai medium mempopulerkan silat.
"Sejarah film laga Indonesia bisa dibaca dari film-film seperti Si Pitung, Si Buta dari Goa Hantu, Panji Tengkorak, hingga The Raid. Film The Raid ini mengisahkan kondisi kekacauan terjadi seperti tahun 1998-1999 dimana demokrasi baru tumbuh," katanya.
Selain Garin, pembicara lain yang hadir merupakan tokoh yang kompeten dibidangnya. Misalnya, Emri Rangkayo Mulia Aja yang merupakan dosen Prodi Seni Tari Fak Seni Pertunjukan ISI Padang Panjang, guru silat, dan koreografer; kemudian Dr. Eko Supriyanto atau Eko Pece seorang dancer, koreografer, dan juga pesilat dari perguruan Budaya Indonesia Mataram (BIMA) Yogyakarta, dan juga pesilat-pesilat lainnya.
"Esensi silat sebagai seni sekaligus bela diri sesungguhnya telah dan terus akan menjadi sumber beragam seni pertunjukan hingga film," katanya, Selasa (15/8/2017).
Pemenang banyak festival film kategori sutradara terbaik itu memberi contoh banyak bintang film laga dari negara Barat, Eropa, Timur Tengah, Hong Kong, India, hingga Indonesia, yang memiliki latar belakang bela diri atau silat.
Dalam sejarah sinema Hong Kong misalnya, kata dia, setiap periode membawa karakter ketokohan laga baru dengan ramuan genre baru yang selalu memberi daya hidup film laga. Namun, hal itu tidak terjadi dalam dunia perfilman Indonesia.
"Pada aspek komedi, stambul dan seni pertunjukan lain, maka aspek laga menjadi hiburan tersendiri. Era awal abad 20 merupakan era multikultur, berbagai aspek bercampur dalam bentuk pertunjukan seni pertunjukan lama dengan yang baru," katanya.
Dia memberi contoh tokoh film laga yang memiliki kemampuan hebat dalam ilmu bela diri. Menggabungkan seni bela diri dalam produksi film laga. Bahkan, tokoh dari India yang memiliki kemampuan menari dan bela diri diramu dalam satu alur yang menarik.
Pada pertumbuhan industri film, film laga menjadi arsitektur utama pertumbuhan film sebagai industri hiburan. Termasuk tokoh-tokoh laga selalu menjadi bintang film klasik yang hidup kurun waktu panjang dan menjadi tokoh klasik.
Melihat perkembangan film laga, khususnya silat dalam sejarah sinema di Indonesia, maka bisa dibaca bagaimana hubungan silat dengan sejarah pertumbuhan kebangsaan dan hiburan dalam perspektif film sebagai medium mempopulerkan silat.
"Sejarah film laga Indonesia bisa dibaca dari film-film seperti Si Pitung, Si Buta dari Goa Hantu, Panji Tengkorak, hingga The Raid. Film The Raid ini mengisahkan kondisi kekacauan terjadi seperti tahun 1998-1999 dimana demokrasi baru tumbuh," katanya.
Selain Garin, pembicara lain yang hadir merupakan tokoh yang kompeten dibidangnya. Misalnya, Emri Rangkayo Mulia Aja yang merupakan dosen Prodi Seni Tari Fak Seni Pertunjukan ISI Padang Panjang, guru silat, dan koreografer; kemudian Dr. Eko Supriyanto atau Eko Pece seorang dancer, koreografer, dan juga pesilat dari perguruan Budaya Indonesia Mataram (BIMA) Yogyakarta, dan juga pesilat-pesilat lainnya.
(nfl)