Pilihan Terapi Pasien Gagal Ginjal Kronis

Selasa, 26 September 2017 - 00:11 WIB
Pilihan Terapi Pasien...
Pilihan Terapi Pasien Gagal Ginjal Kronis
A A A
JAKARTA - Berdasarkan laporan edisi ke-7 Indonesian Rental Register 2014, sekitar 56% pasien ESRD (end stage tebal disease /tahap terakhir penyakit gagal ginjal kronis) tergolong dalam usia produktif di bawah 55 tahun.

Dengan insiden tahunan sebanyak 35.000 kasus pada cuci darah, sangat penting untuk mengetahui penyebab dan pilihan terapi yang bisa dijalankan pasien.

“Dua faktor utama sakit ginjal adalah tekanan darah tinggi dan diabetes yang merupakan penyebab kasus gagal ginjal kronis. Pasien ESRD punya pilihan terapi yang terdiri dari hemodialisis, peritoneal dialisis, serta transplantasi ginjal,” ungkap dr Tunggul Situmorang SpPD-KGH Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) Koordinator Wilayah Jakarta.

Tren tersebut menjadi bukti pentingnya kesadaran akan penyakit ginjal dan pengetahuan tentang pilihan perawatan yang memberikan keleluasaan bagi pasien agar tidak terganggu pada masa transisi ke dialisis.

Dorothea Koh, General Manager Baxter Indonesia, mengatakan, kampanye Moving On bertujuan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai dampak penyakit ginjal dan bagaimana melalui perawatan yang tepat, pasien dapat menjalani hidup yang fleksibel dan mandiri.

“Melalui kampanye ini, kami ingin menginspirasi pasien ESRD dan menunjukkan bahwa perawatan dialisis bukanlah penghalang bagi pasien untuk menjalani hidup yang aktif dan mandiri,” ujar Koh.

Kampanye ini memberdayakan pasien sesuai anjuran dokter dalam memilih perawatan dialisis yang tepat agar bisa menjalani hidup produktif. Sementara itu, dalam testimoninya, Ambri Lawu, pasien yang terlibat dalam kampanye ini, mengatakan, terapi peritoneal dialisis memberi keleluasaan baginya untuk tetap aktif.

“Sebulan sekali saya konsultasi ke dokter dengan cara memonitor kondisi saya. Tetapi, selama saya mengikuti anjuran saat pergantian cairan, disiplin dengan diet, dan menjalani pola hidup sehat, saya bisa memiliki hidup yang fleksibel,” aku Ambri.

Dr Tunggul mengutarakan, vonis gagal ginjal seharusnya tidak lantas membuat pasien merasa hidupnya berakhir. Pasien bisa memilih terapi ginjal sesuai kondisinya, kecuali bila pasien datang dengan kondisi yang sudah buruk, cuci darah konvensional atau hemodialisis adalah pilihan utama. Mengingat peritoneal dialisis tidak dapat membersihkan toksin dalam darah dan mengurangi penumpukan cairan tubuh secara cepat, ESRD adalah tahap terakhir (tahap lima) penyakit gagal ginjal kronis. Ini berarti ginjal hanya berfungsi kurang dari 15% dari kapasitas normal.

Seseorang yang didiagnosis dengan ESRD menderita kondisi permanen, di mana ginjal kehilangan fungsinya dan tidak dapat disembuhkan. Ketika ginjal berhenti bekerja sama sekali, tubuh dapat terisi racun karena adanya kelebihan air dan sisa racun. Kondisi ini juga disebut uraemia, menyebabkan pembengkakan tangan dan kaki dan membuat seseorang merasa lelah dan lemah. Jika tidak diobati, uraemia dapat menyebabkan kejang atau koma hingga berujung kematian.

Dalam pandangan ini, seseorang akan perlu menjalani terapi dialisis atau mendapatkan transplantasi ginjal, mengingat manajemen tubuhnya sendiri tidak mampu menjaga agar tetap hidup.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0769 seconds (0.1#10.140)