Cegah Kanker Payudara dengan Sadari
A
A
A
JAKARTA - Kanker payudara yang terdeteksi secara dini sangat mungkin disembuhkan. Namun sayang, perempuan Indonesia masih enggan melakukan pemeriksaan dini.
Saat ini Kanker payudara merupakan salah satu kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia, yaitu 50/100.000 penduduk. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan 2013, angka kejadian tertinggi kanker payudara terdapat di DI Yogyakarta sebesar 24/10.000 penduduk.
Sementara itu, kanker payudara termasuk dalam 10 penyebab kematian terbanyak pada perempuan di Indonesia dengan angka kematian 21,5/100.000 penduduk.
Faktor yang dapat memicu kanker payudara antara lain perokok aktif dan pasif, pola makan buruk, usia haid pertama di bawah 12 tahun, perempuan tidak menikah, perempuan menikah tidak memiliki anak, melahirkan anak pertama pada usia 30 tahun, tidak menyusui, menggunakan kontrasepsi hormonal, usia menopause lebih dari 55 tahun, pernah operasi tumor jinak payudara, riwayat radiasi, dan riwayat kanker dalam keluarga.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI dr Lily S Sulistyowati MM mengatakan, kanker payudara sangat berbahaya dan harus diwaspadai sejak dini. Kanker payudara dapat dicegah dengan perilaku hidup sehat, rutin melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) yang dilakukan setiap perempuan dan pemeriksaan payudara klinis (Sadanis) oleh tenaga kesehatan terlatih.
“Riset Penyakit Tidak Menular (PTM) 2016 menyatakan, perilaku masyarakat dalam deteksi dini kanker payudara masih rendah. Tercatat 53,7% masyarakat tidak pernah melakukan Sadari, sedangkan 46,3% pernah melakukan Sadari, dan 95,6% masyarakat tidak pernah melakukan Sadanis, sementara 4,4% pernah melakukan Sadanis,” ucap dr Lily dalam media brieifing bertema Deteksi Dini Kanker Payudara dengan Sadari dan Sadanis di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dia juga mengimbau setiap perempuan untuk melakukan Sadari dan Sadanis secara berkala dengan tujuan menemukan benjolan dan tanda-tanda abnormal pada payudara sedini mungkin agar dapat dilakukan tindakan secepatnya.
Sadari dan Sadanis dapat dilakukan setiap bulan pada hari ke-7 hingga ke-10, terhitung dari hari pertama haid atau pada tanggal yang sama setiap bulan bagi perempuan yang sudah menopause. “Dengan melakukan Sadari dan Sadanis secara berkala, kanker payudara dapat ditemukan pada stadium dini dan meningkatkan angka harapan hidup pada penderitanya,” ujar dr Lily.
Sementara itu, Dokter Ahli Onkologi Dr Bob Andinata SpB(K)Onk menyatakan, Sadari merupakan program deteksi dini yang sangat penting bagi wanita. Dalam menangani kanker payudara, ada faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga.
Dalam hal faktor risiko yang dapat diubah, dr Bob menuturkan, pentingnya gaya hidup yang teratur. “Sekarang zaman sudah semakin maju, banyak wanita yang berkeluarga di usia 30 tahun ke atas. Padahal, di usia tersebut insiden terjadinya kanker cukup tinggi.
Sebelum usia 30 tahun, wanita seharusnya sudah memikirkan mempunyai anak dan menyusui karena ASI merupakan obat untuk mencegah kanker payudara,” papar dr Bob. Dia juga menyarankan agar wanita memiliki berat badan ideal, ditambah diet seimbang dan aktivitas fisik untuk mencegah terjadinya kanker payudara.
“Saat melakukan Sadari, usahakan di kamar mandi ada kaca yang meliputi pinggang sampai wajah, setiap bulan lihat payudaranya, ada perubahan kulit atau tidak di sekitar putting. Kalau ada harus cek ke dokter, jika tidak ada bisa cek lagi bulan berikutnya. Setelah dilihat harus diraba, tangan kanan meraba payudara kiri dari arah pinggir memutar sampai ke arah puting dan pencet jika keluar cairan merah ada indikasi kanker payudara,” papar dr Bob.
Dia menambahkan bahwa pria pun memiliki risiko terkena kanker payudara, meskipun hanya sekitar 1% dari kanker payudara pada umumnya. Namun, kanker payudara pada pria lebih ganas dibandingkan kanker pada perempuan.
“Kanker payudara yang terjadi pada laki-laki ini biasanya terjadi akibat obesitas, adanya kelainan pada buah zakar, hingga pengaruh mengonsumsi obat hormonal. Hal ini dapat dicegah dengan mempertahankan berat badan yang ideal dan sehat melalui olahraga yang teratur dan mengonsumsi makanan yang sehat,” beber dr Bob.
“Kami terus mengedukasi masyarakat Indonesia untuk menghindari penyakit kanker dengan menjalankan pola hidup CERDIK (cek kesehatan berkala, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup, kelola stres). Selain itu, masyarakat dianjurkan segera berkonsultasi dengan dokter spesialis kanker atau onkolog bila ditemukan benjolan atau perubahan pada payudara saat melakukan Sadari atau Sadanis. Perilaku menunda akan menjadikan sel kanker berkembang lebih ganas lagi dan mengurangi peluang untuk sembuh,” ucap dr Lily.
Saat ini Kanker payudara merupakan salah satu kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia, yaitu 50/100.000 penduduk. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan 2013, angka kejadian tertinggi kanker payudara terdapat di DI Yogyakarta sebesar 24/10.000 penduduk.
Sementara itu, kanker payudara termasuk dalam 10 penyebab kematian terbanyak pada perempuan di Indonesia dengan angka kematian 21,5/100.000 penduduk.
Faktor yang dapat memicu kanker payudara antara lain perokok aktif dan pasif, pola makan buruk, usia haid pertama di bawah 12 tahun, perempuan tidak menikah, perempuan menikah tidak memiliki anak, melahirkan anak pertama pada usia 30 tahun, tidak menyusui, menggunakan kontrasepsi hormonal, usia menopause lebih dari 55 tahun, pernah operasi tumor jinak payudara, riwayat radiasi, dan riwayat kanker dalam keluarga.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI dr Lily S Sulistyowati MM mengatakan, kanker payudara sangat berbahaya dan harus diwaspadai sejak dini. Kanker payudara dapat dicegah dengan perilaku hidup sehat, rutin melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) yang dilakukan setiap perempuan dan pemeriksaan payudara klinis (Sadanis) oleh tenaga kesehatan terlatih.
“Riset Penyakit Tidak Menular (PTM) 2016 menyatakan, perilaku masyarakat dalam deteksi dini kanker payudara masih rendah. Tercatat 53,7% masyarakat tidak pernah melakukan Sadari, sedangkan 46,3% pernah melakukan Sadari, dan 95,6% masyarakat tidak pernah melakukan Sadanis, sementara 4,4% pernah melakukan Sadanis,” ucap dr Lily dalam media brieifing bertema Deteksi Dini Kanker Payudara dengan Sadari dan Sadanis di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dia juga mengimbau setiap perempuan untuk melakukan Sadari dan Sadanis secara berkala dengan tujuan menemukan benjolan dan tanda-tanda abnormal pada payudara sedini mungkin agar dapat dilakukan tindakan secepatnya.
Sadari dan Sadanis dapat dilakukan setiap bulan pada hari ke-7 hingga ke-10, terhitung dari hari pertama haid atau pada tanggal yang sama setiap bulan bagi perempuan yang sudah menopause. “Dengan melakukan Sadari dan Sadanis secara berkala, kanker payudara dapat ditemukan pada stadium dini dan meningkatkan angka harapan hidup pada penderitanya,” ujar dr Lily.
Sementara itu, Dokter Ahli Onkologi Dr Bob Andinata SpB(K)Onk menyatakan, Sadari merupakan program deteksi dini yang sangat penting bagi wanita. Dalam menangani kanker payudara, ada faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga.
Dalam hal faktor risiko yang dapat diubah, dr Bob menuturkan, pentingnya gaya hidup yang teratur. “Sekarang zaman sudah semakin maju, banyak wanita yang berkeluarga di usia 30 tahun ke atas. Padahal, di usia tersebut insiden terjadinya kanker cukup tinggi.
Sebelum usia 30 tahun, wanita seharusnya sudah memikirkan mempunyai anak dan menyusui karena ASI merupakan obat untuk mencegah kanker payudara,” papar dr Bob. Dia juga menyarankan agar wanita memiliki berat badan ideal, ditambah diet seimbang dan aktivitas fisik untuk mencegah terjadinya kanker payudara.
“Saat melakukan Sadari, usahakan di kamar mandi ada kaca yang meliputi pinggang sampai wajah, setiap bulan lihat payudaranya, ada perubahan kulit atau tidak di sekitar putting. Kalau ada harus cek ke dokter, jika tidak ada bisa cek lagi bulan berikutnya. Setelah dilihat harus diraba, tangan kanan meraba payudara kiri dari arah pinggir memutar sampai ke arah puting dan pencet jika keluar cairan merah ada indikasi kanker payudara,” papar dr Bob.
Dia menambahkan bahwa pria pun memiliki risiko terkena kanker payudara, meskipun hanya sekitar 1% dari kanker payudara pada umumnya. Namun, kanker payudara pada pria lebih ganas dibandingkan kanker pada perempuan.
“Kanker payudara yang terjadi pada laki-laki ini biasanya terjadi akibat obesitas, adanya kelainan pada buah zakar, hingga pengaruh mengonsumsi obat hormonal. Hal ini dapat dicegah dengan mempertahankan berat badan yang ideal dan sehat melalui olahraga yang teratur dan mengonsumsi makanan yang sehat,” beber dr Bob.
“Kami terus mengedukasi masyarakat Indonesia untuk menghindari penyakit kanker dengan menjalankan pola hidup CERDIK (cek kesehatan berkala, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup, kelola stres). Selain itu, masyarakat dianjurkan segera berkonsultasi dengan dokter spesialis kanker atau onkolog bila ditemukan benjolan atau perubahan pada payudara saat melakukan Sadari atau Sadanis. Perilaku menunda akan menjadikan sel kanker berkembang lebih ganas lagi dan mengurangi peluang untuk sembuh,” ucap dr Lily.
(tdy)