PNS Jadi Pelopor Masyarakat Gemar Mengenakan Busana Batik

Selasa, 03 Oktober 2017 - 20:34 WIB
PNS Jadi Pelopor Masyarakat...
PNS Jadi Pelopor Masyarakat Gemar Mengenakan Busana Batik
A A A
SEMARANG - Jika pada era tahun 70-an, 80-an, atau 90-an, mengenakan batik hanya dianggap sebagai busana untuk acara menghadiri undangan pernikahan atau acara penting lainnya. Apalagi saat itu, baju batik masih menyajikan lengan panjang dan produk batik hanya dikenal dari Solo dan Pekalongan.

Kini hampir semua daerah di Indonesia mulai menciptakan kreasi batik dengan ciri khasnya masing-masing. Selain itu busana batik sudah mulai diterima masyarakat dan banyak yang mengenakannya. Bahkan sejumlah pegawai di kantor pun telah mengenakan batik pada hari tertentu.

"Ini menjadi bukti bahwa imajinasi masyarakat dalam menuangkan seni batik sudah cukup dihargai. Terbukti di beberapa daerah sudah menciptakan ciri khas batik masing-masing,” ungkap Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada acara Mas Ganjar Menyapa (MGM) yang digelar MNC Trijaya FM Semarang bertema Menjaga Batik Warisan Dunia, di Puri Gedeh Semarang, Jawa Tengah, Selasa (3/10/2017).

Dia mencontohkan, di Salatiga ada peninggalan bersejarah berupa batu yang kemudian dituangkan dalam karya seni batik. Artinya, batik hasil karya cipta masing-masing daerah punya filosofi atau makna tersendiri.

"Batik itu kan singkatan dari bahasa Jawa yaitu amba dan titik. Artinya saling menghubungkan ke titik-titik. Nah, sekarang justru konsep penciptaannya lebih bebas. Namun tidak meninggalkan unsur kekhasan dari batik itu sendiri," ujar dia.

Dalam acara MGM tersebut, salah seorang penelpon dari Jepara bernama Seto mengungkapkan keprihatinannya terhadap belum banyaknya masyarakat mengenakan busana batik. Padahal, menurut dia, batik merupakan warisan budaya bangsa.

Menanggapi hal itu, Ganjar mengatakan bahwa pioneer dari masyarakat gemar mengenakan busana batik adalah pegawai negeri sipil (PNS). "Maka dengan sendirinya masyarakat akan suka dan bangga mengenakan busana batik. Nggak peduli itu mau batik tulis atau batik printing," jawab Ganjar.

Sedangkan, menjawab usulan pendengar Radio MNC Trijaya FM, Novel asal Semarang yakni agar masing-masing daerah ada cap pada batik bahwa ini batik dari Pekalongan, Solo, Semarang, atau daerah lainnya, Ganjar menjelaskan bahwa masing-masing daerah saat ini sudah punya ciri khas tersendiri.

"Biasanya yang warna cerah itu dari pesisir dan ini menunjukkan kultur masyarakat. Nah yang cokelat item itu dari Solo atau Yogya. Tetapi ciri khas semacam itu sudah agak sulit diketahui. Karena masing-masing daerah punya ciri khas sebagai perkembangan batik," papar dia.

Sementara menanggapi keluhan terkait minimnya manajemen pemasaran batik dari Usaha Kecil Menengah (UKM) ke pasar domestik, Kadinas Koperasi & UKM, Ema Rachmawati mengatakan, pemerintah telah menaruh perhatian terhadap pemasaran batik dari UKM. Langkah yang dilakukan adalah, pertama, berkaitan cluster batik sudah siap dikembangkan di Solo dan mulai tahun depan bisa dikembangkan ke kota lain.

"Soal manajemen sudah ada pengembangan. Termasuk pelatihan hingga sertifikasi. Kalau pemasaran sudah kerja sama dengan Sadewa Market untuk bisa jualan ke seluruh Indonesia dan luar negeri," kata Ema.
(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0554 seconds (0.1#10.140)