Jadi Triliuner, Bos Airbnb Joe Gebbia Asyik Jalani Hobi Mendesain
A
A
A
PADA November 2010, Chief Product Officer (CPO) Joe Gebbia masuk ke Airbnb, situs yang ia dirikan dua tahun sebelumnya.
Ada yang menarik. Seorang pengguna menyewakan sebuah pulau di Fiji dengan harga USD700 per malam. Saat itulah ia menyadari betapa masifnya dampak Airbnb yang saat itu masih bayi. “Anda menciptakan platform, orang bergabung, dan membawa kreativitas yang tidak terbayangkan,” katanya.
Dan memang, di Airbnb orang menyewakan apa saja. Mulai dari kastil, rumah pohon, hingga vila. Dari yang hanya beberapa ribu, menjadi tiga juta listing di 191 negara. Saat ini Gebbia, menurut Forbes, memiliki kekayaan USD3,8 miliar.
Bersekolah di Rhode Island School of Design (RISD) pada 2000, seni dan desain selalu jadi hal yang menarik perhatiannya. Pada 2005 dia memulai perusahaan bernama Cribuns yang mendesain bantal untuk pantat.
Desainnya memenangi kompetisi di kampusnya, bahkan dipasarkan di gift shop di Museum of Modern Art. Tak lama kemudian ia kembali membuat bisnis kedua Ecolect, yakni situs bagi desainer yang mencari bahan baku ramah lingkungan untuk produk mereka.
Namun, Gebbia menyadari bahwa uang dari dua startup itu tidak besar. Sampai akhirnya bertemu lulusan Brian Chesky dan memulai bisnis bersama. Ia menunjukkan idenya kepada Chesky untuk membuat situs yang menyewakan ruang tamu mereka untuk ditinggali.
“Orang pertama yang menggunakan layanan tersebut adalah teman-teman kami sendiri. Kami membawa mereka ke tempat ngopi dan makanan Meksiko yang enak. Kami hanya meminta mereka membayar USD80 per malam,” katanya.
Setelah menjadi triliuner, Gebbia kembali ke hasrat lamanya: desain. Ia menciptakan lini produk sofa bernama Neighborhood. Keunikan sofa tersebut adalah desain yang modern, nyentrik, dan dirancang untuk dapat dibongkar pasang menyesuaikan kebutuhan ruangan.
Idenya didapat dari Airbnb sendiri. Seiring semakin banyaknya karyawan baru, mereka harus ber pindah-pindah kantor dan membeli sofa baru. Namun, tidak ada sofa yang sesuai dengan keinginannya. Hingga ia ingin mendesainnya sendiri.(Danang Arradian)
Ada yang menarik. Seorang pengguna menyewakan sebuah pulau di Fiji dengan harga USD700 per malam. Saat itulah ia menyadari betapa masifnya dampak Airbnb yang saat itu masih bayi. “Anda menciptakan platform, orang bergabung, dan membawa kreativitas yang tidak terbayangkan,” katanya.
Dan memang, di Airbnb orang menyewakan apa saja. Mulai dari kastil, rumah pohon, hingga vila. Dari yang hanya beberapa ribu, menjadi tiga juta listing di 191 negara. Saat ini Gebbia, menurut Forbes, memiliki kekayaan USD3,8 miliar.
Bersekolah di Rhode Island School of Design (RISD) pada 2000, seni dan desain selalu jadi hal yang menarik perhatiannya. Pada 2005 dia memulai perusahaan bernama Cribuns yang mendesain bantal untuk pantat.
Desainnya memenangi kompetisi di kampusnya, bahkan dipasarkan di gift shop di Museum of Modern Art. Tak lama kemudian ia kembali membuat bisnis kedua Ecolect, yakni situs bagi desainer yang mencari bahan baku ramah lingkungan untuk produk mereka.
Namun, Gebbia menyadari bahwa uang dari dua startup itu tidak besar. Sampai akhirnya bertemu lulusan Brian Chesky dan memulai bisnis bersama. Ia menunjukkan idenya kepada Chesky untuk membuat situs yang menyewakan ruang tamu mereka untuk ditinggali.
“Orang pertama yang menggunakan layanan tersebut adalah teman-teman kami sendiri. Kami membawa mereka ke tempat ngopi dan makanan Meksiko yang enak. Kami hanya meminta mereka membayar USD80 per malam,” katanya.
Setelah menjadi triliuner, Gebbia kembali ke hasrat lamanya: desain. Ia menciptakan lini produk sofa bernama Neighborhood. Keunikan sofa tersebut adalah desain yang modern, nyentrik, dan dirancang untuk dapat dibongkar pasang menyesuaikan kebutuhan ruangan.
Idenya didapat dari Airbnb sendiri. Seiring semakin banyaknya karyawan baru, mereka harus ber pindah-pindah kantor dan membeli sofa baru. Namun, tidak ada sofa yang sesuai dengan keinginannya. Hingga ia ingin mendesainnya sendiri.(Danang Arradian)
(amm)