Film Indonesia Jadi Alternatif Hiburan
A
A
A
JAKARTA - Bagi sebagian orang, menonton film menjadi salah satu sarana tepat untuk belajar dan mengetahui dunia luar. Tak terkecuali kaum milenial yang menjadikan film sebagai arena pelepas penat yang paling efektif.
Danur: I Can See Ghosts, Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss 2, Kartini, Jomblo, dan Pengabdi Setan. Sederet judul film Indonesia tersebut berhasil merajai bioskop Tanah Air.
Kehadirannya seakan membawa angin segar untuk perfilman Indonesia yang dahulu pernah dianggap mati suri. Setidaknya, hal itulah yang dirasakan sutradara Hanung Bramantyo.
Setelah hampir 10 tahun perfilman Indonesia berjalan lesu, kini banyak film karya sutradara Tanah Air bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Menurut saya, perkembangan film Indonesia saat ini sudah banyak mengalami perubahan yang cukup pesat. Peningkatan ini sudah mulai terlihat sejak 2016, banyak film non-mainstream yang mulai bermunculan. Saat ini juga sudah banyak sineas muda yang mulai berani membuat karya film sendiri,” ungkap Hanung saat dihubungi KORAN SINDO.
Hanung pun menjelaskan, penonton saat ini sudah mulai pintar memilih film, terlebih lagi untuk kaum milenial. Mereka lebih menyukai film yang ringan dan sesuai dengan kehidupan yang sesungguhnya. Film bertema horor dan percintaan masih mendapat persentase yang tinggi sekitar 80%, setelahnya film komedi dan laga, lalu film yang menceritakan kembali tentang sejarah juga mendapatkan persentase hingga 40% Sutradara yang pernah mendapat penghargaan di Festival Film Bandung ini memberikan semangat kepada generasi milenial untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga bisa memberikan nilai yang baik untuk perfilman Indonesia agar tidak kembali meredup seperti sebelumnya.
“Bisa dikatakan perfilman Indonesia mulai bangkit saat film Laskar Pelangi muncul, di situlah awal dunia perfilman kita kembali berjaya. Dan di 2017 ini, saya melihat film Indonesia sudah mulai bangkit dengan ditandai kehadiran film bergenre horor seperti Danur, The Dolls, dan Pengabdi Setan yang berhasil menarik penonton hingga dua juta penonton,” jelas suami Zaskia Adya Mecca itu. Dari sisi kaum milenial sendiri, menonton bisa menjadi salah satu terapi kebosanan yang ampuh. Hal inilah yang diutarakan Misyatun, salah satu anak muda berbakat asal Purbalingga.
“Sebagai anak muda, menonton di bioskop bisa menjadi salah satu senjata paling efektif untuk menghabiskan waktu dan menambah kreativitas. Menonton sebuah film bukan hanya sekadar menikmati alurnya saja, tetapi juga harus bisa mengambil nilai positifnya,” tuturnya. Misyatun pun mengaku lebih tertarik menonton film yang menceritakan tentang petualangan dan persahabatan. “Salah satu film favoritku Laskar Pelangi. Saat menonton pertama kali film karya Riri Riza ini, aku bisa merasakan bagaimana situasi di sana. Selain film bertema persahabatan, aku juga suka melihat film komedi,” ujar perempuan kelahiran 15 November 1992.
Berkat hobi menontonnya itu, Misyatun kini sudah berani membuat karya film sendiri. Salah satu karyanya yang sudah mendapat penghargaan film pendek fiksi terbaik adalah Lawuh Boled . “Aku nggak mau hanya menjadi penonton pasif yang puas menikmati hasil karya orang lain. Karena aku hobi menonton, aku ingin bisa menyalurkan hobi ini jadi suatu karya yang juga bermanfaat untuk orang lain, sekaligus bisa menyampaikan pesan penting ke masyarakat,” ujarnya.
Saat ini Misyatun pun tengah mempersiapkan karya film pendek terbarunya yang ingin mengangkat tentang pariwisata tanah kelahirannya, Purbalingga. “Saat ini aku lagi menyiapkan film pendek dan sekaligus mempromosikan tempat wisata yang ada di Purbalingga. Supaya masyarakat luas tahu, bahwa tidak hanya Bali yang memiliki wisata alam indah, di daerah Jawa Tengah juga menyimpan banyak wisata alam menakjubkan,” jelasnya. (Aprilia S Andyna)
Danur: I Can See Ghosts, Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss 2, Kartini, Jomblo, dan Pengabdi Setan. Sederet judul film Indonesia tersebut berhasil merajai bioskop Tanah Air.
Kehadirannya seakan membawa angin segar untuk perfilman Indonesia yang dahulu pernah dianggap mati suri. Setidaknya, hal itulah yang dirasakan sutradara Hanung Bramantyo.
Setelah hampir 10 tahun perfilman Indonesia berjalan lesu, kini banyak film karya sutradara Tanah Air bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Menurut saya, perkembangan film Indonesia saat ini sudah banyak mengalami perubahan yang cukup pesat. Peningkatan ini sudah mulai terlihat sejak 2016, banyak film non-mainstream yang mulai bermunculan. Saat ini juga sudah banyak sineas muda yang mulai berani membuat karya film sendiri,” ungkap Hanung saat dihubungi KORAN SINDO.
Hanung pun menjelaskan, penonton saat ini sudah mulai pintar memilih film, terlebih lagi untuk kaum milenial. Mereka lebih menyukai film yang ringan dan sesuai dengan kehidupan yang sesungguhnya. Film bertema horor dan percintaan masih mendapat persentase yang tinggi sekitar 80%, setelahnya film komedi dan laga, lalu film yang menceritakan kembali tentang sejarah juga mendapatkan persentase hingga 40% Sutradara yang pernah mendapat penghargaan di Festival Film Bandung ini memberikan semangat kepada generasi milenial untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga bisa memberikan nilai yang baik untuk perfilman Indonesia agar tidak kembali meredup seperti sebelumnya.
“Bisa dikatakan perfilman Indonesia mulai bangkit saat film Laskar Pelangi muncul, di situlah awal dunia perfilman kita kembali berjaya. Dan di 2017 ini, saya melihat film Indonesia sudah mulai bangkit dengan ditandai kehadiran film bergenre horor seperti Danur, The Dolls, dan Pengabdi Setan yang berhasil menarik penonton hingga dua juta penonton,” jelas suami Zaskia Adya Mecca itu. Dari sisi kaum milenial sendiri, menonton bisa menjadi salah satu terapi kebosanan yang ampuh. Hal inilah yang diutarakan Misyatun, salah satu anak muda berbakat asal Purbalingga.
“Sebagai anak muda, menonton di bioskop bisa menjadi salah satu senjata paling efektif untuk menghabiskan waktu dan menambah kreativitas. Menonton sebuah film bukan hanya sekadar menikmati alurnya saja, tetapi juga harus bisa mengambil nilai positifnya,” tuturnya. Misyatun pun mengaku lebih tertarik menonton film yang menceritakan tentang petualangan dan persahabatan. “Salah satu film favoritku Laskar Pelangi. Saat menonton pertama kali film karya Riri Riza ini, aku bisa merasakan bagaimana situasi di sana. Selain film bertema persahabatan, aku juga suka melihat film komedi,” ujar perempuan kelahiran 15 November 1992.
Berkat hobi menontonnya itu, Misyatun kini sudah berani membuat karya film sendiri. Salah satu karyanya yang sudah mendapat penghargaan film pendek fiksi terbaik adalah Lawuh Boled . “Aku nggak mau hanya menjadi penonton pasif yang puas menikmati hasil karya orang lain. Karena aku hobi menonton, aku ingin bisa menyalurkan hobi ini jadi suatu karya yang juga bermanfaat untuk orang lain, sekaligus bisa menyampaikan pesan penting ke masyarakat,” ujarnya.
Saat ini Misyatun pun tengah mempersiapkan karya film pendek terbarunya yang ingin mengangkat tentang pariwisata tanah kelahirannya, Purbalingga. “Saat ini aku lagi menyiapkan film pendek dan sekaligus mempromosikan tempat wisata yang ada di Purbalingga. Supaya masyarakat luas tahu, bahwa tidak hanya Bali yang memiliki wisata alam indah, di daerah Jawa Tengah juga menyimpan banyak wisata alam menakjubkan,” jelasnya. (Aprilia S Andyna)
(nfl)