Awas! ASI Donor Bisa Mengandung Virus Mematikan
A
A
A
JAKARTA - ASI merupakan makanan alami terbaik bagi bayi. Kesadaran ibu di Indonesia memberikan ASI eksklusif selama enam bulan mulai meningkat berkat kampanye yang sangat masif dari berbagai pihak.
Namun pada kenyataannya, ada beberapa kasus ibu tidak dapat memberikan ASI kepada anaknya. Donor ASI pun menjadi solusi. Tawaran donor ASI pun berdatangan dari berbagai ibu yang telah berlimpah ASI-nya.
Tawaran ini disambut baik para ibu yang memang tidak memiliki kecukupan ASI, bahkan tidak bisa memberikan ASI sama sekali. Media sosial menjadi penghubung praktik donor ASI.
Tanpa dibekali pengetahuan yang mumpuni, kegiatan donor ASI bagaikan menjadi anjuran bagi mereka yang tidak bisa memberikan ASI. Segenap tenaga medis, baik dokter maupun perawat, mendukung langkah ini demi menyukseskan ASI eksklusif.
Ketua Satgas ASI IDAI dr Elizabeth Yohmi SpA IBCLC mengatakan, ASI terbaik adalah ASI dari ibu ke anaknya sendiri karena tubuh ibu memproduksi ASI dengan komposisi menyesuaikan kondisi bayinya, apakah lahir matur atau prematur.
Indikasi donor ASI di antaranya jika bayi lahir prematur dan ibu belum siap memproduksi ASI, kemudian bayi yang memiliki sindroma kelainan penyerapan usus, yang tidak dapat diberikan susu formula, serta bayi dengan alergi protein susu sapi yang berat.
Namun, dia menegaskan agar tidak sembarangan mendonor atau menerima donor ASI. Sebab, hal ini justru bisa mendatangkan penyakit bagi si kecil. Karena itu, skrining atau pemeriksaan lebih lanjut sangat dianjurkan guna mengetahui apakah ASI layak didonorkan.
Tidak main-main, ini berkaitan dengan penularan HIV. Data terbaru HIV di Indonesia menunjukkan tren kenaikan. Kasus HIV tertinggi ketiga adalah pada kelompok ibu rumah tangga.
Umumnya ibu rumah tangga ini tertular dari suami dan belum tentu dia menyadari terinfeksi HIV. Bisa dibayangkan jika mereka menjadi pendonor ASI, tentu akan menularkannya kepada bayi-bayi lain. (Sri Noviarni)
Namun pada kenyataannya, ada beberapa kasus ibu tidak dapat memberikan ASI kepada anaknya. Donor ASI pun menjadi solusi. Tawaran donor ASI pun berdatangan dari berbagai ibu yang telah berlimpah ASI-nya.
Tawaran ini disambut baik para ibu yang memang tidak memiliki kecukupan ASI, bahkan tidak bisa memberikan ASI sama sekali. Media sosial menjadi penghubung praktik donor ASI.
Tanpa dibekali pengetahuan yang mumpuni, kegiatan donor ASI bagaikan menjadi anjuran bagi mereka yang tidak bisa memberikan ASI. Segenap tenaga medis, baik dokter maupun perawat, mendukung langkah ini demi menyukseskan ASI eksklusif.
Ketua Satgas ASI IDAI dr Elizabeth Yohmi SpA IBCLC mengatakan, ASI terbaik adalah ASI dari ibu ke anaknya sendiri karena tubuh ibu memproduksi ASI dengan komposisi menyesuaikan kondisi bayinya, apakah lahir matur atau prematur.
Indikasi donor ASI di antaranya jika bayi lahir prematur dan ibu belum siap memproduksi ASI, kemudian bayi yang memiliki sindroma kelainan penyerapan usus, yang tidak dapat diberikan susu formula, serta bayi dengan alergi protein susu sapi yang berat.
Namun, dia menegaskan agar tidak sembarangan mendonor atau menerima donor ASI. Sebab, hal ini justru bisa mendatangkan penyakit bagi si kecil. Karena itu, skrining atau pemeriksaan lebih lanjut sangat dianjurkan guna mengetahui apakah ASI layak didonorkan.
Tidak main-main, ini berkaitan dengan penularan HIV. Data terbaru HIV di Indonesia menunjukkan tren kenaikan. Kasus HIV tertinggi ketiga adalah pada kelompok ibu rumah tangga.
Umumnya ibu rumah tangga ini tertular dari suami dan belum tentu dia menyadari terinfeksi HIV. Bisa dibayangkan jika mereka menjadi pendonor ASI, tentu akan menularkannya kepada bayi-bayi lain. (Sri Noviarni)
(nfl)