Waspadai Trauma pada Anak Balita

Senin, 06 November 2017 - 17:11 WIB
Waspadai Trauma pada Anak Balita
Waspadai Trauma pada Anak Balita
A A A
JAKARTA - Perlakuan baik mutlak diberlakukan kepada anak-anak sejak usia dini. Sebab, jika anak-anak mendapat perlakuan tidak sebagai mana mestinya, hal itu bisa berdampak negatif bagi anak. Celakanya, memberi luka dalam waktu lama.
Dalam sebuah laporan seperti dilansir The Sun, terlihat jelas perbedaan anak-anak yang mendapat perlakuan baik dengan yang kurang baik. Perbedaan itu terlihat lewat hasil scan otak dari anak balita.

Pemindaian di sebelah kiri adalah citra sehat anak usia tiga tahun dengan ukuran kepala rata-rata. Adapun pemindaian di sebelah kanan, yang jauh lebih kecil dan memiliki struktur yang jauh lebih kabur adalah otak seorang anak berusia tiga tahun yang telah mengalami trauma emosional dan pengabaian yang ekstrem.

"Anak ini menderita pengabaian kekurangan sensorik yang parah", tulis Profesor Bruce Perry, kepala psikiatri di Rumah Sakit Anak Texas.

Dr Perry berbagi gambar di sebuah makalah tentang bagaimana pengabaian masa kanak-kanak bisa memengaruhi perkembangan kognitif di kemudian hari. "Gambar-gambar ini memperlihatkan dampak negatif dari kelalaian terhadap otak yang sedang berkembang," tegas dia.

"Citra di sebelah kanan berasal dari anak berusia tiga tahun yang menderita pengabaian indrawi yang parah. Otak anak ini secara signifikan lebih kecil dari rata-rata dan memiliki ventrikel membesar dan atrofi korteks," jelas dia.

Seperti diketahui, pelecehan fisik dapat merusak otak anak dan menyebabkan komplikasi seumur hidup, bahkan terkadang kematian. Akan tetapi, efek dari pelecehan emosional tidak kalah mengerikannya bagi anak yang bersangkutan.

Perry menjelaskan, anak-anak juga orang dewasa yang telah mengalami kelalaian emosional dapat merasa sangat sulit untuk membentuk hubungan yang sehat. Mereka mungkin akan menjadi orang yang terlalu bergantung pada orang lain atau mungkin akhirnya diisolasi secara sosial di kemudian hari.

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa anak-anak yang mengalami tekanan emosional sejak usia muda memiliki masalah dengan emosi dan ingatan.

"Perkembangan sistem saraf yang sehat yang memungkinkan fungsi sosial dan emosional yang optimal bergantung pada perhatian, pengasuhan pengasuhan pada masa bayi dan kesempatan untuk membentuk dan memelihara keragaman hubungan dengan anak dan orang dewasa lainnya sepanjang masa kecil," jelas dia.

Sebuah studi dari Stanford Children's Hospital di San Francisco menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan stres pasca-trauma dan tingkat tinggi hormon stres kortisol lebih cenderung mengalami penurunan ukuran hippocampus, bagian otak yang bertanggung jawab untuk memproses memori dan emosi.
Seorang psikiater anak dari salah satu satu rumah sakit, Dr Victor Carrion mengatakan tingkat stres memang memiliki manfaat tertentu. Namun, jika hal itu berlebihan, maka akan berdampak kurang baik.

"Kami tidak berbicara tentang stres mengerjakan pekerjaan rumah Anda atau berkelahi dengan ayah Anda. Kita sedang membicarakan stres traumatis," ungkap dia.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6786 seconds (0.1#10.140)