Haruki Murakami: Antara Novel, Makan, dan Makanan

Senin, 11 Desember 2017 - 13:00 WIB
Haruki Murakami: Antara...
Haruki Murakami: Antara Novel, Makan, dan Makanan
A A A
APA hubungannya seorang penulis ternama, novel, dan makanan? Haruki Murakami memiliki keterkaitan di antara ketiganya. Banyak penulis fiksi telah menyentuh aspek makanan secara sensorik dan emosional, mulai dari Marcel Proust sampai Nora Ephron. Namun tidak ada yang menyentuh realitas kemanusiaannya seperti novelis Jepang ini.

Bahkan ada beberapa blog yang ditujukan untuk makanan yang disiapkan karakternya, seperti What I Talk About When I Talk About Cooking. Murakami menulis plot yang rumit dengan tingkat kecerdasan emosional yang sangat tinggi, tapi betapa pun fantastis ceritanya, karakternya tetap dapat dikaitkan, dan makanan memberikan keseimbangan antara surealisme dan normal.

Dia memasukkan makanan ke dalam ceritanya dengan cara normal yang mengomunikasikan alasan mengapa, bagaimana, dan apa yang kita makan. Dikutip The Awl, jumlah ruang yang diberikan pada makanan dalam novel Murakami juga terbilang tidak biasa. Misalkan dalam novel Dance Dance Dance, tidak ada satu hari pun yang berlalu dalam kehidupan narator tanpa memberi tahu pembaca apa yang dia makan. Padahal buku ini menceritakan tentang seorang pria yang mencari pelacur yang pernah dicintainya, dan tidak ada hubungannya dengan makanan.

Lalu Murakami merinci diet makanan dari karakter di dalam novelnya. Misalkan dalam satu adegan, dia menginap di hotel mewah dan mengumumkan bahwa dia sudah bosan sarapan pagi, jadi dia pergi ke Dunkin Donuts dan mendapatkan dua muffin polos. Padahal karakter ini hidup pada tahun 1980-an di Jepang.

Sementara itu, After Dark adalah sebuah novel pendek yang dimulai di rumah makan terkenal di Amerika Serikat, Denny’s tepatnya pukul 23:56 waktu setempat. Dalam beberapa halaman pertama diceritakan sosok Takahashi, seorang mahasiswa yang datang ke Denny’s untuk menikmati makanan ringan dari salad ayam dan roti panggang renyah.

Kemudian mahasiswa ini masuk ke monolog singkat tentang salad ayam Denny’s. "Tidakkah terlalu sedih untuk pergi ke Denny’s dan memesan salad ayam tanpa melihat menunya? Ini seperti menceritakan kepada dunia, 'Saya sering datang ke Denny karena saya menyukai salad ayam."

Bagi Murakami, bagaimana kita makan adalah cerminan diri kita. Pada novelnya 1Q84, Dowager adalah janda kaya yang memakan bahan alami dan makanan segar ala Prancis seperti asparagus putih rebus, salad Niçoise, dan telur dadar daging kepiting. Di sini karakter Dowager diceritakan makan dengan diet dan tata krama.

Sedangkan karakter lainnya, Ushikawa, pengacara licik yang kemudian menjadi penyelidik swasta yang ditinggalkan keluarganya kerap makan makanan olahan. Seperti buah persik kalengan dan roti selai manis berhari-hari tanpa makanan yang dimasak langsung. Dowager memperlakukan tubuhnya seperti kuil, sementara Ushikawa memperlakukannya seperti pembuangan sampah.

Yuki, seorang gadis berusia 13 tahun di novel Dance Dance Dance, memiliki diet serupa dengan Ushikawa. Meskipun dia memiliki demografis yang sangat berbeda, kecenderungannya untuk makan makanan olahan berasal dari perasaan yang sama karena merasa dirinya tidak disayangi. Orang tuanya kaya raya dan terkenal, tapi mereka saling terasing satu sama lain dan lalai padanya. Dia juga tidak memiliki teman. Dalam satu adegan, dia menyebutkan beberapa makanan olahan yang disantapnya yakni Kentucky Fried Chicken, McDonald’s, lalu Dairy Queen.

Murakami juga sering menunjukkan karakter dalam novelnya menyiapkan makanan untuk menyampaikan kemandiriannya. Dia mengatakan bahwa improvisasi adalah jenis masakan favoritnya.

Di sisi lain, orang tidak perlu pergi ke terapi untuk mengetahui bahwa makanan bisa memberi kenyamanan. Bagi Murakami, kenyamanan juga ditemukan dalam menyiapkan makanan. Seperti dalam novelnya The Wind-Up Bird Chronicle. Atau ketika kita sedang setengah lapar, atau semisal makan hanya untuk mengisi kekosongan perut sesaat, juga ikut diceritakan Murakami, seperti dalam cerpen The Second Bakery Attack.

Dalam novel Kafka on the Shore, juga diceritakan karakter yang melarikan diri dari rumah, lalu tinggal di sebuah hotel dan makan banyak makanan bergizi seperti roti bakar, susu panas, ham, dan telur. Namun karakter ini menyadari jika kelaparan yang tak terpuaskan ini mengindikasikan perjalanan yang dilakukannya. Ini seperti dia tidak bisa merasa kenyang kecuali dia merasa aman.

Tema tentang kesepian yang banyak dijabarkan di novel Murakami juga dikaitkan dengan kesepian yang dialami karakternya yang sedang makan. Misalkan dalam novel Norwegian Wood. Sementara satu hubungan dibangun untuk berbagi makanan di Norwegian Wood, sedangkan hubungan yang lain hilang dalam The Wind-Up Bird Chronicle.

Dalam sebuah wawancara 'Art of Fiction' di Paris Review, Murakami mengatakan bahwa pekerjaannya sebagai penulis fiksi adalah mengamati orang dan dunia, dan tidak menghakimi mereka. Dia menggambarkan dengan detail yang tak henti-hentinya saat karakter tokohnya sedang makan dan menyiapkan makanan. Apa yang disajikan di dalam novel Murakami seperti kenyataan yang kita hadapi dalam keseharian.

Murakami menggunakan makanan untuk menyampaikan perasaan universal tentang kenyamanan, cinta, kemitraan, dan kemandirian. Kita tidak makan hanya untuk bertahan hidup, tapi kita makan untuk merasakan hidup.

Sang Penerjemah Ulung
Murakami tak hanya piawai menulis cerita, tapi juga menerjemahkan. Dia bahkan menyebut kalau menerjemahkan sudah menjadi hobi baginya ketimbang sebuah pekerjaan. "Saya mendapati diri saya melakukan lebih banyak dan lebih banyak lagi (terjemahan) tanpa saya sadari sepenuhnya," ungkap Murakami pada sebuah acara yang merayakan terbitan karya nonfiksinya.

Dikutip Kyodo News, meski namanya sudah mendunia, namun sangat jarang bagi Murakami untuk berbicara di depan umum di Jepang. Tapi saat tampil pun, dia lebih sering berpenampilan santai, mengenakan kaus dan jaket, sambil memberi suvenir dan sedikit bercanda dengan para pengunjung.

Dengan merefleksikan pengalamannya menulis novel dan menerjemahkan literatur asing, Murakami mengatakan bahwa dia merasa "sirkulasi mentalnya meningkat dengan baik demi menjaga keseimbangan yang baik (antara keduanya)".

Dia mengatakan menerjemahkan karya penulis Amerika Raymond Chandler telah membuatnya menyadari bahwa dia masih berkembang sebagai novelis. "Bagi orang-orang yang menciptakan sesuatu, memasuki sistem yang tetap adalah hal yang menakutkan. Sementara terjemahan itu seperti jendela yang selalu terbuka ke luar," terangnya, dikutip The Japan Times.

Murakami mulai melakukan terjemahan pada 1981 dan melanjutkan pekerjaannya saat menulis novel terlarisnya. Hingga saat ini sekitar 70 terjemahannya telah dipublikasikan. Adapun karya terakhirnya menyentuh tema dari penulis Amerika F. Scott Fitzgerald.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1290 seconds (0.1#10.140)