Kue Surabi, Kuliner Khas Sunda yang Didorong Go International

Sabtu, 20 Januari 2018 - 08:55 WIB
Kue Surabi, Kuliner Khas Sunda yang Didorong Go International
Kue Surabi, Kuliner Khas Sunda yang Didorong Go International
A A A
PURWAKARTA - Jurnalis ABC Australia David Lipson keheranan saat melihat Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mempraktikan cara membuat kue surabi, penganan khas Sunda yang biasa dijajakan Mak Halimah, 44, di lingkungan kantor Pemkab Purwakarta.

David kemudian mencicipi makanan yang terbuat dari adonan tepung beras yang dibakar di atas tungku dengan kayu bakar pohon karet itu. Meski pernah 10 tahun tinggal di Indonesia, David mengaku baru pertama kali mencicipi kudapan itu.

“Delicious! (enak),” ungkapnya di rumah dinas Bupati Purwakarta, Jalan Gandanegara Nomor 25, Jumat (19/1/2018).

Di negara asalnya, David mengaku tidak ada makanan dengan komposisi yang sama dengan kue surabi. Namun, saat menikmati, dia mengaku lidahnya cocok dengan kuliner khas Indonesia. “Di negara saya tidak ada makanan seperti ini. Saya baru mencicipinya sekarang. Rasa makanan ini sangat unik,” ujarnya.

Bukan hanya kali ini saja Dedi Mulyadi memperkenalkan makanan khas Sunda, khususnya Purwakarta ke dunia internasional. Saat diminta menyampaikan gagasan tentang keluhuran budaya Indonesia, khususnya budaya Sunda di forum PBB, Dedi juga memperkenalkan Sate Maranggi.

Nah, demi promosi kue surabi, Dedi tak segan memberikan resep rahasia kuliner itu kepada David. Ini dilakukan dalam rangka pelestarian kuliner tersebut yang saat ini sudah jarang ditemui.

“Ini terbuat dari tepung beras, ada yang dicampur oncom, ada yang ditambah gula merah cair. Ada juga yang original tanpa campuran,” ungkap Dedi.
Kue Surabi, Kuliner Khas Sunda yang Didorong Go International

Menurut Dedi, hari ini sudah muncul beberapa varian kue surabi mulai dari surabi sosis, surabi keju, surabi pandan dan lainnya. Sayangnya, kata dia, tepung yang digunakan untuk pembuatannya bukan tepung beras melainkan tepung biasa.

“Iya banyak varian surabi sekarang ini. Tapi sayang kebanyakan memakai tepung biasa, bukan tepung,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Dedi, kepercayaan diri masyarakat di sebuah daerah dapat terangkat melalui penguatan identitas kuliner. Apalagi, makanan khas daerah terutama Jawa Barat tidak pernah menggunakan bumbu penyedap rasa atau pewarna buatan.

“Makanan kita itu higienis dan mampu bersaing di dunia internasional. Karena itu, masyarakat kita harus percaya diri mempromosikan kuliner khas daerah,” tegasnya.

Lebih jauh, target peningkatan ekonomi masyarakat dapat tercapai melalui kuliner. Jenis usaha kuliner kebanyakan dikelola oleh UMKM sehingga langsung bersentuhan dengan ekonomi kerakyatan. “Sate Maranggi telah berhasil menjadi ikon dan membantu perekonomian masyarakat di Purwakarta. Kue surabi bisa menjadi ikon juga,” pungkasnya.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3210 seconds (0.1#10.140)