George RR Martin Raja Fantasi Dunia
A
A
A
DIALAH orang yang paling bertanggung jawab atas lahirnya serial televisi fenomenal. Berkat seri novel yang diluncurkannya sejak 1996, Martin menginspirasi banyak orang untuk membuat karya seni dan produk komersial dari cerita rekaannya itu.
Nama George Raymond Richard Martin atau George RR Martin boleh jadi layak disejajarkan dengan George Lucas yang menciptakan Star Wars atau JRR Tolkien yang menulis The Lord of the Rings. Betapa tidak, dari novel berseri A Song of Ice and Snow, dia mampu menciptakan fenomena dan euforia dunia terhadap kisah suram penuh intrik dari para perebut kekuasaan. Martin memulai seri A Song of Ice and Snow dengan menulis Game of Thrones pada 1991. Baru enam tahun kemudian atau 1996, novel tersebut berhasil dirilis. Tetapi, saat itu novel ini belum berhasil masuk deretan buku laris.
Baru setelah buku kedua lahir pada 1999, yaitu A Clash of Kings, buku ini menarik perhatian pembaca dan kritikus hingga masuk daftar The New York Times Best Seller. Selanjutnya, Martin menerbitkan A Storm of Swords (2000), A Feast for Crows (2005), dan A Dance with Dragons (2011). Masih ada dua buku lagi dari seri ini yang sedang ditulis Martin, yaitu The Winds of Winter dan A Dream of Spring. Buku-buku ini berulang kali masuk nomine dan beberapa kali meraih juara di berbagai festival penghargaan buku genre fiksi ilmiah dan fantasi, seperti Hugo Award, Locus Award, dan World Fantasy Award.
Kepopuleran Martin makin menjadi saat HBO mengadaptasi seri buku ini dalam serial televisi Game of Thrones pada 2011. Tidak hanya melahirkan penggemar militan, tetapi juga beragam penghargaan dari festival film, seperti Primetime Emmy Awards, untuk film dan para pemerannya. Total hingga kini serial televisi Game of Thrones telah memenangkan 217 penghargaan dari 651 nominasi. Serial ini juga dinobatkan Guinness Book of World Records sebagai acara televisi yang paling banyak dibajak.
Tidak hanya itu, karya Martin ini juga menginspirasi terbitnya beberapa novel prekuel, video games, game card, board game, komik, bahkan hotel bertema Game of Thrones di Finlandia. Yang menarik, Martin sempat dikritik penggemar novelnya karena terlalu lama menerbitkan novel kelimanya yang berjarak enam tahun dengan novel keempatnya. Martin lalu membela diri bahwa dia tidak hanya mengurusi seri A Song of Ice and Snow, tapi juga proyek menulis lainnya. Penulis Gail Neiman juga ikut membela Martin dengan mengatakan bahwa Martin tidak mau menulis hanya demi menyenangkan orang lain.
Jadi, saat disebut sebagai penulis yang lamban oleh pembaca atau kritikus, Martin tetap tidak peduli. Diselamatkan Pendidikan Sebelum menjadi populer di kalangan arus utama, Martin sebetulnya telah menjadi penulis yang produktif selama bertahun-tahun. Bahkan, dia telah memenangkan Hugo Award pada 1974 untuk novel A Song for Lya. Dia bahkan pernah menulis untuk serial televisi terkenal yang masuk ke Indonesia pada 1990-an, Twilight Zone. Martin berasal dari keluarga miskin dan menghabiskan sebagian besar masa mudanya dalam kemiskinan. Namun, dia tidak menyerah dan melawannya dengan pendidikan.
Dia kuliah di Northwestern University dan lulus dengan gelar sarjana pada 1970 dan master pada 1971 dalam bidang jurnalistik. Pada usia 21 tahun, dia menjual cerpen pertamanya, The Hero ke, di majalah Galaxy demi biaya hidup dan sekolahnya. Dikutip E!News, Martin sempat menjadi sukarelawan untuk organisasi bantuan hukum di Chicago sembari mencari nafkah sebagai penyelenggara turnamen catur dan menulis fiksi singkat. Dia juga sering menghadiri konvensi fiksi ilmiah dan fantasi. Pada 1976, dia menerima posisi sebagai pengajar jurnalistik di Clarke College di Dubuque, Iowa. Namun, setelah mengajar di universitas selama beberapa tahun, Martin memutuskan menulis fiksi secara penuh.
Martin menulis beberapa novel yang merupakan gabungan antara kesuksesan kecil dan kegagalan kritis dalam hidunya. Pada 1977, Martin merilis karya pertama fiksi panjangnya, Dying of the Light. Novel ini tentang festival di sebuah planet yang men dekati kiamat. Lalu dua tahun ke mu dian, dia pindah ke Santa Fe, New Mexico, untuk menulis penuh waktu. Selain untuk novel A Song for Lya, Martin juga menerima Hugo dan Nebula Award untuk novelnya, Sandkings (1981). Tahun itu dia juga merilis Windhaven bersama Lisa Tuttle tentang seorang gadis yang memiliki kemampuan untuk terbang, lalu menelurkan dua novel vampir Fevre Dream (1982) dan kisah horor rock-and-roll Armageddon Rag (1983).
Sebelum memutuskan fokus ke menulis penuh waktu, Martin juga sempat bekerja sebagai penulis untuk serial televisi Beauty and the Beast (1987-1990), lalu menjadi produser untuk serial televisi. Namun, Martin akhirnya kembali menulis fiksi panjang pada 1991 setelah merasa tidak begitu beruntung di dunia televisi. Soal menulis novel Game of Thrones, Martin mengaku, kala itu sebuah adegan mengejutkan muncul di pikirannya, yakni gambaran seorang anak laki-laki yang melihat seorang pria dipenggal kepalanya, kemudian menemukan beberapa anak serigala yang mengerikan di salju.
"Itu sangat mengejutkan saya dan saya tahu bahwa saya harus menuliskannya," ujarnya kepada Rolling Stone. (Susi Susanti)
Nama George Raymond Richard Martin atau George RR Martin boleh jadi layak disejajarkan dengan George Lucas yang menciptakan Star Wars atau JRR Tolkien yang menulis The Lord of the Rings. Betapa tidak, dari novel berseri A Song of Ice and Snow, dia mampu menciptakan fenomena dan euforia dunia terhadap kisah suram penuh intrik dari para perebut kekuasaan. Martin memulai seri A Song of Ice and Snow dengan menulis Game of Thrones pada 1991. Baru enam tahun kemudian atau 1996, novel tersebut berhasil dirilis. Tetapi, saat itu novel ini belum berhasil masuk deretan buku laris.
Baru setelah buku kedua lahir pada 1999, yaitu A Clash of Kings, buku ini menarik perhatian pembaca dan kritikus hingga masuk daftar The New York Times Best Seller. Selanjutnya, Martin menerbitkan A Storm of Swords (2000), A Feast for Crows (2005), dan A Dance with Dragons (2011). Masih ada dua buku lagi dari seri ini yang sedang ditulis Martin, yaitu The Winds of Winter dan A Dream of Spring. Buku-buku ini berulang kali masuk nomine dan beberapa kali meraih juara di berbagai festival penghargaan buku genre fiksi ilmiah dan fantasi, seperti Hugo Award, Locus Award, dan World Fantasy Award.
Kepopuleran Martin makin menjadi saat HBO mengadaptasi seri buku ini dalam serial televisi Game of Thrones pada 2011. Tidak hanya melahirkan penggemar militan, tetapi juga beragam penghargaan dari festival film, seperti Primetime Emmy Awards, untuk film dan para pemerannya. Total hingga kini serial televisi Game of Thrones telah memenangkan 217 penghargaan dari 651 nominasi. Serial ini juga dinobatkan Guinness Book of World Records sebagai acara televisi yang paling banyak dibajak.
Tidak hanya itu, karya Martin ini juga menginspirasi terbitnya beberapa novel prekuel, video games, game card, board game, komik, bahkan hotel bertema Game of Thrones di Finlandia. Yang menarik, Martin sempat dikritik penggemar novelnya karena terlalu lama menerbitkan novel kelimanya yang berjarak enam tahun dengan novel keempatnya. Martin lalu membela diri bahwa dia tidak hanya mengurusi seri A Song of Ice and Snow, tapi juga proyek menulis lainnya. Penulis Gail Neiman juga ikut membela Martin dengan mengatakan bahwa Martin tidak mau menulis hanya demi menyenangkan orang lain.
Jadi, saat disebut sebagai penulis yang lamban oleh pembaca atau kritikus, Martin tetap tidak peduli. Diselamatkan Pendidikan Sebelum menjadi populer di kalangan arus utama, Martin sebetulnya telah menjadi penulis yang produktif selama bertahun-tahun. Bahkan, dia telah memenangkan Hugo Award pada 1974 untuk novel A Song for Lya. Dia bahkan pernah menulis untuk serial televisi terkenal yang masuk ke Indonesia pada 1990-an, Twilight Zone. Martin berasal dari keluarga miskin dan menghabiskan sebagian besar masa mudanya dalam kemiskinan. Namun, dia tidak menyerah dan melawannya dengan pendidikan.
Dia kuliah di Northwestern University dan lulus dengan gelar sarjana pada 1970 dan master pada 1971 dalam bidang jurnalistik. Pada usia 21 tahun, dia menjual cerpen pertamanya, The Hero ke, di majalah Galaxy demi biaya hidup dan sekolahnya. Dikutip E!News, Martin sempat menjadi sukarelawan untuk organisasi bantuan hukum di Chicago sembari mencari nafkah sebagai penyelenggara turnamen catur dan menulis fiksi singkat. Dia juga sering menghadiri konvensi fiksi ilmiah dan fantasi. Pada 1976, dia menerima posisi sebagai pengajar jurnalistik di Clarke College di Dubuque, Iowa. Namun, setelah mengajar di universitas selama beberapa tahun, Martin memutuskan menulis fiksi secara penuh.
Martin menulis beberapa novel yang merupakan gabungan antara kesuksesan kecil dan kegagalan kritis dalam hidunya. Pada 1977, Martin merilis karya pertama fiksi panjangnya, Dying of the Light. Novel ini tentang festival di sebuah planet yang men dekati kiamat. Lalu dua tahun ke mu dian, dia pindah ke Santa Fe, New Mexico, untuk menulis penuh waktu. Selain untuk novel A Song for Lya, Martin juga menerima Hugo dan Nebula Award untuk novelnya, Sandkings (1981). Tahun itu dia juga merilis Windhaven bersama Lisa Tuttle tentang seorang gadis yang memiliki kemampuan untuk terbang, lalu menelurkan dua novel vampir Fevre Dream (1982) dan kisah horor rock-and-roll Armageddon Rag (1983).
Sebelum memutuskan fokus ke menulis penuh waktu, Martin juga sempat bekerja sebagai penulis untuk serial televisi Beauty and the Beast (1987-1990), lalu menjadi produser untuk serial televisi. Namun, Martin akhirnya kembali menulis fiksi panjang pada 1991 setelah merasa tidak begitu beruntung di dunia televisi. Soal menulis novel Game of Thrones, Martin mengaku, kala itu sebuah adegan mengejutkan muncul di pikirannya, yakni gambaran seorang anak laki-laki yang melihat seorang pria dipenggal kepalanya, kemudian menemukan beberapa anak serigala yang mengerikan di salju.
"Itu sangat mengejutkan saya dan saya tahu bahwa saya harus menuliskannya," ujarnya kepada Rolling Stone. (Susi Susanti)
(nfl)