Pneumonia Intai Para Pengisap Vape

Kamis, 08 Februari 2018 - 18:30 WIB
Pneumonia Intai Para Pengisap Vape
Pneumonia Intai Para Pengisap Vape
A A A
JAKARTA - Perdebatan tentang keamanan rokok elektrik atau vape hingga saat ini masih terus berlangsung. Dari sejumlah penelitian yang dilakukan ahli, tidak sedikit ditemukan efek negetif serius dari kebiasaan mengisap vape.

Diberitakan Zee News, baru-baru ini sebuah penelitian menemukan dampak negatif lain dari vape. Dari penelitian itu, ditemukan bahwa mengisap vape atau vaping dapat meningkatkan risiko pneumonia.

Dari hasil riset itu ditemukan bahwa vaping membantu bakteri penyebab pneumonia menempel pada sel-sel yang melapisi saluran udara, yang kemungkinan meningkatkan risiko penyakit. Studi yang dipublikasikan di European Respiratory Journal ini memang tidak secara langsung membandingkan efek vaping dengan merokok tembakau.

Namun, temuan tersebut menunjukkan bahwa pengguna rokok elektronik mungkin berisiko tinggi terkena infeksi paru daripada orang yang tidak melakukan vape.

"Jika Anda memilih untuk mengkonsumsi rokok elektrik, ini mengindikasikan adanya tanda merah bahwa mungkin ada peningkatan kerentanan terhadap bakteri pneumokokus," kata Jonathan Grigg dari Queen Mary University of London.

Dalam penelitiannya, Grigg dan tim melakukan tiga jenis eksperimen. Dari hasil uji coba, Tim melihat adanya peningkatan tajam jumlah bakteri yang menempel di sel saluran napas setelah terpapar vape. Adhesi semacam itu sebelumnya telah terbukti meningkatkan kerentanan terhadap penyakit.

"Beberapa orang mungkin (memilih) vaping karena mereka pikir itu benar-benar aman, atau dalam usaha untuk berhenti merokok. Namun penelitian ini menambah bukti bahwa menghirup uap berpotensi menimbulkan efek buruk pada kesehatan," kata Grigg.

"Sebaliknya, alat bantu lain untuk berhenti merokok seperti bercak (nikotin) atau permen karet tidak menyebabkan sel-sel saluran napas terpapar dengan senyawa beracun yang berpotensi tinggi," lanjut dia.

Sebelumnya, sebuah penelitian di AS mengatakan bahwa vaping dapat meningkatkan risiko kanker karena menyebabkan kerusakan DNA, walaupun mengandung lebih sedikit karsinogen daripada asap tembakau. Studi itu juga tidak membandingkan efek merokok langsung dengan vaping.

Penelitian di jurnal Tobacco Control Oktober lalu mengatakan bahwa peralihan skala besar dari tembakau ke vape akan mencegah jutaan kematian dini pada tahun 2100, bahkan dengan asumsi bahwa gadget itu sendiri tidak bebas dari risiko.

Vape dikatakan mengandung tar dan lebih sedikit racun daripada rokok tembakau. Vape dikembangkan sebagai alternatif yang lebih aman dari merokok tembakau.

Tetapi banyak orang khawatir bahwa veneer yang tidak berbahaya dapat membuat vape sebagai pintu gerbang bagi kaum muda untuk kecanduan nikotin seumur hidup.

Mengomentari studi terbaru, Peter Openshaw, seorang profesor kedokteran eksperimental di Imperial College London, mengatakan bahwa ada bukti bahwa risiko penyakit paru meningkat tidak langsung.

"Meskipun ada kemungkinan vaping dapat meningkatkan kerentanan terhadap pneumonia, efeknya cenderung lebih rendah daripada merokok itu sendiri," kata dia melalui Science Media Center.

"Penelitian ini seharusnya tidak dijadikan alasan untuk terus merokok dan bukan vape. Bukti sampai saat ini adalah bahwa vape jauh lebih berbahaya daripada merokok (biasa)," lanjut dia.
(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6326 seconds (0.1#10.140)