Kasus Hipertensi Terus Meningkat
A
A
A
DI Asia, beban hipertensi sangat tinggi. Hal itu terbukti dengan meningkatnya angka kematian akibat penyakit kardiovaskular di beberapa negara bersamaan dengan rendahnya tingkat pengendalian dan kesadaran penyakit.
Hal ini dikemukakan Dr dr Yuda Turana SpS, Ketua InaSH, dalam Press Conferencence The 12th Annual Scientific Meeting of Indonesian Society of Hypertension (InaSH) bertema The Neverending Battle Against Hypertension and Itís Complications.
Dia menyampaikan, penelitian yang dilakukan Kemenkes RI menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi memiliki kisaran yang tidak berubah, yaitu 31,7 % pada data RKD 2007 dan 32,4% pada data Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016.
“Artinya, prevalensi penyakit ini cenderung tidak menurun, bahkan ada tren yang meningkat karena data prevalensi pada Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi sebesar 26,5 %,” kata dr Yuda.
Dia melanjutkan, penelitian survei InaSH selama Mei di seluruh Indonesia dengan subjek 71.894 orang menunjukkan bahwa hipertensi meliputi semua tingkat pendidikan. Bahkan, sekitar 46% terjadi pada subjek tanpa pendidikan formal. Pada survei ini pun ada beberapa fakta menarik bahwa hampir 25% subjek hipertensi laki-laki tidak mengukur tekanan darah dalam satu tahun terakhir dan yang telah terdiagnosis hipertensi hanya 61% yang meminum obat hipertensi, sedangkan 30% di antaranya bahkan masih merokok.
Fakta menunjukkan bahwa pengukuran tekanan darah di rumah yang dilakukan secara benar dan rutin serta menggunakan alat yang akurat lebih menunjukkan tekanan darah sebenarnya dibandingkan pengukuran tekanan darah di klinik. Dengan mengukur tekanan darah di rumah, selain didapatkan rata-rata tekanan darah sebenarnya, juga akan didapatkan informasi besarnya variasi tekanan darah.
“Misalnya, dua orang dengan hipertensi dengan rata-rata tekanan darah sama-sama 140/90, tentulah yang saat pengukuran variasinya lebih besar akan berisiko terkena penyakit stroke, jantung, dan ginjal. Jadi, penting pada setiap individu dengan hipertensi untuk melakukan pengukuran sendiri tekanan darah di rumah,” beber dr Yuda.
Mengenai hipertensi sebagai salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular (KV), dr Arieska Ann Soenarta SpJP FIHA FAsCC menjelaskan, 30% kematian di dunia disebabkan adanya kelainan KV. “Faktor risiko yang menyebabkan kelainan KV ada banyak dan akan semakin bertambah. Namun, dari seluruh faktor risiko, hipertensi menduduki peringkat teratas,” kata dr Arieska.
Dengan bertambahnya faktor risiko KV, semakin besar juga kemungkinan terjadinya kelainan KV pada pasien hipertensi. Penelitian Reach Registry mengemukakan bahwa 90,3% pasien hipertensi disertai tiga faktor risiko KV atau lebih. Maka itu, penting bagi pasien hipertensi untuk memperhatikan juga faktor risiko KV yang dialami. Faktor risiko yang tidak dapat dihindari adalah faktor keturunan.
“Pada pasien hipertensi, jantung dapat mengalami pembengkakan saat tekanan darah pasien tinggi. Selain itu, gangguan aliran pembuluh darah koroner juga dapat terjadi akibat penyumbatan aliran darah pembuluh darah koroner. Apabila tidak ditindaklanjuti, dapat menimbulkan penyakit jantung koroner dan berujung kematian,” papar dr Arieska.
Selain faktor risiko kelainan KV, konsumsi garam juga patut diperhatikan bagi pasien hipertensi. Konsumsi garam yang berlebih dapat menyebabkan kelebihan cairan dalam tubuh sehingga menambah beban kerja pembuluh darah.
Garam yang dimaksud adalah garam natrium seperti yang didapat dalam garam dapur, soda kue, baking powder , bahan pengawet makanan, dan vetsin. Bagi pasien hipertensi berat, biasanya dianjurkan untuk melakukan diet rendah garam I (200-400 mg Na) dan diet rendah garam II (600-800 mg Na sama dengan 1/2 sendok teh) bagi hipertensi tidak berat. Sementara hipertensi ringan untuk melakukan diet rendah garam III pada (1.000-1.200 mg Na sama dengan 1 sendok teh sehari). (Sri Noviarni)
Hal ini dikemukakan Dr dr Yuda Turana SpS, Ketua InaSH, dalam Press Conferencence The 12th Annual Scientific Meeting of Indonesian Society of Hypertension (InaSH) bertema The Neverending Battle Against Hypertension and Itís Complications.
Dia menyampaikan, penelitian yang dilakukan Kemenkes RI menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi memiliki kisaran yang tidak berubah, yaitu 31,7 % pada data RKD 2007 dan 32,4% pada data Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016.
“Artinya, prevalensi penyakit ini cenderung tidak menurun, bahkan ada tren yang meningkat karena data prevalensi pada Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi sebesar 26,5 %,” kata dr Yuda.
Dia melanjutkan, penelitian survei InaSH selama Mei di seluruh Indonesia dengan subjek 71.894 orang menunjukkan bahwa hipertensi meliputi semua tingkat pendidikan. Bahkan, sekitar 46% terjadi pada subjek tanpa pendidikan formal. Pada survei ini pun ada beberapa fakta menarik bahwa hampir 25% subjek hipertensi laki-laki tidak mengukur tekanan darah dalam satu tahun terakhir dan yang telah terdiagnosis hipertensi hanya 61% yang meminum obat hipertensi, sedangkan 30% di antaranya bahkan masih merokok.
Fakta menunjukkan bahwa pengukuran tekanan darah di rumah yang dilakukan secara benar dan rutin serta menggunakan alat yang akurat lebih menunjukkan tekanan darah sebenarnya dibandingkan pengukuran tekanan darah di klinik. Dengan mengukur tekanan darah di rumah, selain didapatkan rata-rata tekanan darah sebenarnya, juga akan didapatkan informasi besarnya variasi tekanan darah.
“Misalnya, dua orang dengan hipertensi dengan rata-rata tekanan darah sama-sama 140/90, tentulah yang saat pengukuran variasinya lebih besar akan berisiko terkena penyakit stroke, jantung, dan ginjal. Jadi, penting pada setiap individu dengan hipertensi untuk melakukan pengukuran sendiri tekanan darah di rumah,” beber dr Yuda.
Mengenai hipertensi sebagai salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular (KV), dr Arieska Ann Soenarta SpJP FIHA FAsCC menjelaskan, 30% kematian di dunia disebabkan adanya kelainan KV. “Faktor risiko yang menyebabkan kelainan KV ada banyak dan akan semakin bertambah. Namun, dari seluruh faktor risiko, hipertensi menduduki peringkat teratas,” kata dr Arieska.
Dengan bertambahnya faktor risiko KV, semakin besar juga kemungkinan terjadinya kelainan KV pada pasien hipertensi. Penelitian Reach Registry mengemukakan bahwa 90,3% pasien hipertensi disertai tiga faktor risiko KV atau lebih. Maka itu, penting bagi pasien hipertensi untuk memperhatikan juga faktor risiko KV yang dialami. Faktor risiko yang tidak dapat dihindari adalah faktor keturunan.
“Pada pasien hipertensi, jantung dapat mengalami pembengkakan saat tekanan darah pasien tinggi. Selain itu, gangguan aliran pembuluh darah koroner juga dapat terjadi akibat penyumbatan aliran darah pembuluh darah koroner. Apabila tidak ditindaklanjuti, dapat menimbulkan penyakit jantung koroner dan berujung kematian,” papar dr Arieska.
Selain faktor risiko kelainan KV, konsumsi garam juga patut diperhatikan bagi pasien hipertensi. Konsumsi garam yang berlebih dapat menyebabkan kelebihan cairan dalam tubuh sehingga menambah beban kerja pembuluh darah.
Garam yang dimaksud adalah garam natrium seperti yang didapat dalam garam dapur, soda kue, baking powder , bahan pengawet makanan, dan vetsin. Bagi pasien hipertensi berat, biasanya dianjurkan untuk melakukan diet rendah garam I (200-400 mg Na) dan diet rendah garam II (600-800 mg Na sama dengan 1/2 sendok teh) bagi hipertensi tidak berat. Sementara hipertensi ringan untuk melakukan diet rendah garam III pada (1.000-1.200 mg Na sama dengan 1 sendok teh sehari). (Sri Noviarni)
(nfl)