Solusi Baru Pengobatan Limfoma
A
A
A
JAKARTA - Data Globocan 2012 menyebutkan bahwa limfoma merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak di dunia. Nah, bendamustine bisa menjadi terapi alternatif bagi pasien limfoma nonhodgkin.
Kematian akibat penyakit ini, baik dari limfoma nonhodgkin maupun limfoma Hodgkin, amat tinggi, yakni mencapai setengah dari kasus baru. Di Indonesia diperkirakan lebih dari 14.500 pasien limfoma terdeteksi pada 2013 berdasarkan data Riskesdas. Limfoma merupakan istilah umum untuk berbagai tipe kanker darah yang muncul dalam sistem limfatik, yang menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Limfoma disebabkan sel-sel limfosit B atau T, yaitu sel darah putih yang dalam keadaan normal atau sehat menjaga daya tahan tubuh untuk menangkal infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus, menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama dari biasanya.
Pada dasarnya limfoma terbagi menjadi dua tipe, yaitu limfoma hodgkin (LH) dan limfoma nonhodgkin (LNH). Sekitar 90% pasien limfoma adalah penderita LNH dan sisanya adalah penderita LH. Penelitian di dunia kesehatan dan farmasi terus berkembang untuk menciptakan penangkal penyakit limfoma agar pasien dapat bertahan hidup lebih lama.
Berdasarkan data cancer.org, rata-rata hidup penderita limfoma adalah lima tahun setelah terdeteksi penyakit limfoma dengan tingkat keganasan tertentu. Namun, pasien LNH kini dapat berharap pada treatment terbaru yang tengah dikembangkan para peneliti dan ahli obat onkologi, yaitu bendamustine.
Ini adalah obat antitumor teralkilasi dengan aktivasi unik yang memiliki cincin benzamidazole menyerupai purine. Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dipublikasikan di jurnal kedokteran Lancet oleh Prof Rummel MJ MD PhD dari Rumah Sakit Universitas Giessen Jerman, penelitian tersebut melibatkan dua kelompok pasien, yaitu 77 pasien yang mendapat perawatan dengan bendamustine R dan 109 pasien yang mendapat perawatan dengan CHOP-R.
Pada bulan ke-117, sebanyak 52 pasien yang menggunakan CHOP-R mendapat treatment bendamustine R untuk pengobatan keduanya. Sementara 27 pasien yang menggunakan treatment bendamustine R menjalani perawatan keduanya dengan CHOP-R.
Hasil penelitian yang dikemukakan pada pertemuan tahunan ASCO 2017 lalu menunjukkan bahwa treatment bendamustine plus rituximab meningkatkan waktu ke pengobatan berikutnya/time to next treatment (TTNT) dibandingkan pasien NHL indolent yang mendapat treatment dengan CHOP-R.
Artinya, jadwal perawatan pasien NHL indolent berikutnya mencapai 69,5 bulan kemudian, jauh lebih lama dibandingkan pasien dengan perawatan CHOP-R yang hanya 31,2 bulan kemudian harus mendapatkan perawatan.
“TTNT yang lebih lama memiliki arti berkurangnya usaha pasien untuk mendapatkan perawatan sekunder setelah treatment menggunakan bendamustine R,” kata Prof Rummel dalam acara Rudy Soetikno Memorial Lecture yang diadakan di Titan Center Bintaro.
Dia melanjutkan, lamanya durasi ini bisa dimanfaatkan pasien dengan aktivitas pengendalian penyakit yang juga dapat mendorong keberlangsungan hidup yang lebih lama pada penderita limfoma.
Kehadiran obat baru ini diharapkan akan lebih membantu pasien kanker limfoma nonhodgkin di Indonesia agar mendapatkan terapi yang lebih terjangkau, mengingat obat-obatan kanker impor dikenal sangat mahal. Bendamustine sudah diproduksi di Indonesia dengan merek Fonkomustin oleh PT Fonko International dan diedarkan PT Ferron Par Pharmaceutical.
Presiden Direktur Ferron Par Pharmaceuticals Krestijanto Pandji mengatakan, obat ini sedang diproses untuk masuk Formularium Nasional pada tahun ini dengan harga lebih terjangkau.
“Visi-misi Dexa Group bukan sematamata komersial, melainkan bagaimana produk ini dapat membantu masyarakat Indonesia untuk lebih mendapatkan kualitas hidup lebih baik dengan obat ini dibandingkan kemoterapi standar yang memiliki lebih banyak efek samping,” papar Pandji. Bendamustine R diharapkan dapat mengurangi ketergantungan akan obat kanker impor. (Sri Noviarni)
Kematian akibat penyakit ini, baik dari limfoma nonhodgkin maupun limfoma Hodgkin, amat tinggi, yakni mencapai setengah dari kasus baru. Di Indonesia diperkirakan lebih dari 14.500 pasien limfoma terdeteksi pada 2013 berdasarkan data Riskesdas. Limfoma merupakan istilah umum untuk berbagai tipe kanker darah yang muncul dalam sistem limfatik, yang menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Limfoma disebabkan sel-sel limfosit B atau T, yaitu sel darah putih yang dalam keadaan normal atau sehat menjaga daya tahan tubuh untuk menangkal infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus, menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama dari biasanya.
Pada dasarnya limfoma terbagi menjadi dua tipe, yaitu limfoma hodgkin (LH) dan limfoma nonhodgkin (LNH). Sekitar 90% pasien limfoma adalah penderita LNH dan sisanya adalah penderita LH. Penelitian di dunia kesehatan dan farmasi terus berkembang untuk menciptakan penangkal penyakit limfoma agar pasien dapat bertahan hidup lebih lama.
Berdasarkan data cancer.org, rata-rata hidup penderita limfoma adalah lima tahun setelah terdeteksi penyakit limfoma dengan tingkat keganasan tertentu. Namun, pasien LNH kini dapat berharap pada treatment terbaru yang tengah dikembangkan para peneliti dan ahli obat onkologi, yaitu bendamustine.
Ini adalah obat antitumor teralkilasi dengan aktivasi unik yang memiliki cincin benzamidazole menyerupai purine. Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dipublikasikan di jurnal kedokteran Lancet oleh Prof Rummel MJ MD PhD dari Rumah Sakit Universitas Giessen Jerman, penelitian tersebut melibatkan dua kelompok pasien, yaitu 77 pasien yang mendapat perawatan dengan bendamustine R dan 109 pasien yang mendapat perawatan dengan CHOP-R.
Pada bulan ke-117, sebanyak 52 pasien yang menggunakan CHOP-R mendapat treatment bendamustine R untuk pengobatan keduanya. Sementara 27 pasien yang menggunakan treatment bendamustine R menjalani perawatan keduanya dengan CHOP-R.
Hasil penelitian yang dikemukakan pada pertemuan tahunan ASCO 2017 lalu menunjukkan bahwa treatment bendamustine plus rituximab meningkatkan waktu ke pengobatan berikutnya/time to next treatment (TTNT) dibandingkan pasien NHL indolent yang mendapat treatment dengan CHOP-R.
Artinya, jadwal perawatan pasien NHL indolent berikutnya mencapai 69,5 bulan kemudian, jauh lebih lama dibandingkan pasien dengan perawatan CHOP-R yang hanya 31,2 bulan kemudian harus mendapatkan perawatan.
“TTNT yang lebih lama memiliki arti berkurangnya usaha pasien untuk mendapatkan perawatan sekunder setelah treatment menggunakan bendamustine R,” kata Prof Rummel dalam acara Rudy Soetikno Memorial Lecture yang diadakan di Titan Center Bintaro.
Dia melanjutkan, lamanya durasi ini bisa dimanfaatkan pasien dengan aktivitas pengendalian penyakit yang juga dapat mendorong keberlangsungan hidup yang lebih lama pada penderita limfoma.
Kehadiran obat baru ini diharapkan akan lebih membantu pasien kanker limfoma nonhodgkin di Indonesia agar mendapatkan terapi yang lebih terjangkau, mengingat obat-obatan kanker impor dikenal sangat mahal. Bendamustine sudah diproduksi di Indonesia dengan merek Fonkomustin oleh PT Fonko International dan diedarkan PT Ferron Par Pharmaceutical.
Presiden Direktur Ferron Par Pharmaceuticals Krestijanto Pandji mengatakan, obat ini sedang diproses untuk masuk Formularium Nasional pada tahun ini dengan harga lebih terjangkau.
“Visi-misi Dexa Group bukan sematamata komersial, melainkan bagaimana produk ini dapat membantu masyarakat Indonesia untuk lebih mendapatkan kualitas hidup lebih baik dengan obat ini dibandingkan kemoterapi standar yang memiliki lebih banyak efek samping,” papar Pandji. Bendamustine R diharapkan dapat mengurangi ketergantungan akan obat kanker impor. (Sri Noviarni)
(nfl)