Awas! Konsumsi Air Tak Layak Ancam Kesehatan
A
A
A
JAKARTA - Konsumsi air tak layak minum bukan hanya berimbas pada diare, juga penyakit lain yang dapat berakibat serius, seperti gagal ginjal misalnya.
Konsumsi air tak layak minum memang identik dengan penyakit seperti diare. Namun, bukan hanya penyakit pencernaan yang bisa terjadi, air yang tidak bersih dapat mengandung virus yang berakibat serius. Salah satunya polio.
“Juga bisa berakibat timbulnya penyakit disentri, gondokan, kaki gajah, dan lain-lainnya. Semua karena konsumsi air yang tidak layak minum,” kata pakar kesehatan lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Prof dr Umar Fahmi Achmadi MPH PhD. Karena itu, amat penting untuk kita mengetahui ciri air yang layak dikonsumsi.
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan standar air minum yang digunakan di Indonesia berdasarkan Permenkes No492/ MENKES/ PES/ IV/ 2010. Merujuk pada peraturan ini, air layak minum apabila memenuhi persyaratan fisik, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif.
Fisik di antaranya tidak berwarna/jernih, tidak berbau, dan rasa alami. Adapun parameter biologis, yaitu tidak mengandung kuman berbahaya seperti bakteri E Coli dan Coliform. Parameter kimianya yaitu apabila total dissolved solid (TDS) atau kandungan mineral yang terlarut di dalam air lebih kecil dari 500.
Kadar keasaman air yang baik adalah antara 6,5 sampai 8,5. “Air layak minum juga harus bebas zat kimia beracun, tidak mengandung logam berat, tidak mengandung pestisida, dan bahan radioaktif,” kata Dr Ing Ir Agus Maryono, dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada.
Air yang sudah terkontaminasi dengan logam berat, bakteri, atau bahan kimia beracun dapat mengancam kesehatan. “Logam berat ini bisa dideposit di organ tubuh, misalnya Cd (kadmium) di tulang atau ginjal, timbal di gigi, dan beberapa bahan kimia lain yang berisiko menyebabkan endocrine disrupting compound pada sistem hormonal,” sebut Prof Umar.
Pencemaran logam berat maupun zat kimia lain lewat sesuatu yang dikonsumsi masuk ke tubuh manusia dan paling banyak melalui media air ini, bukan tidak mungkin merupakan penyebab tingginya angka hemodialisa atau cuci darah akibat penyakit gagal ginjal kronik.
Namun, lantaran sifat zat kimia yang bercampur dan berjumlah ribuan menyulitkan penelitian lebih lanjut. Dengan begitu, sulit ditentukan hemodialisa disebabkan zat kimia apa. Pencemaran zat kimia dalam air tidak bisa diketahui kecuali jika diperiksa lebih lanjut.
Berbagai dampak dari terpaan zat kimia berbahaya dalam air ini ternyata juga bisa menyebabkan ketidaksuburan atau infertilitas. Prof Umar juga menyebutkan, sumur pompa bekas area persawahan ternyata banyak mengandung mangan.
Akibatnya, jika terakumulasi di tubuh dalam jangka panjang lewat air yang dikonsumsi setiap hari, maka dapat mengancam kesehatan jantung. “Itulah pentingnya memastikan agar air yang dikonsumsi benar-benar higienis, dan memenuhi syarat,” sarannya.
Menurut Prof Umar, kesehatan manusia berbanding lurus dengan penerapan amdal (analisis dampak lingkungan), yaitu sebuah kajian yang digunakan untuk memperkirakan suatu dampak atas sebuah usaha/kegiatan yang diselenggarakan di suatu lingkungan tertentu. “Jadi, lingkungan yang baik dan sehat akan menyediakan hasil yang baik pula untuk makhluk hidup.
Lingkungan sehat, masyarakatnya juga akan sehat, dan beban BPJS bisa berkurang. Jadi kuncinya adalah lingkungan yang sehat,” urai Prof Umar. Lebih jauh, diperkirakan pada tahun 2030, 50% manusia berada dalam kelangkaan air.
Di Pulau Jawa, krisis air akan semakin parah pada 2025 karena terus menurunnya neraca air pada musim kemarau dan tingginya jumlah penduduk. Peringatan Hari Air Sedunia pada tahun ini yang biasa dirayakan setiap tanggal 22 Maret, mengambil tema Solusi Air Berbasis Alami atau Nature Based Solutions for Water.
Diambilnya tema ini guna mengajak masyarakat dunia untuk melestarikan kembali alam agar alam dapat menyediakan air yang baik bagi keberlangsungan makhluk hidup. Hal ini sangatlah krusial mengingat krisis air bersih telah menjadi isu global sejak tahun 2012.
Bahkan, menurut data dari Global Economic Forum 2015, kelangkaan air bersih menjadi krisis nomor satu di dunia. “Bu kan berarti nantinya tidak ada air, tapi yang jadi masalah airnya kotor karena proses purifikasi tidak berjalan,” tutur Agus. (Sri Noviarni)
Konsumsi air tak layak minum memang identik dengan penyakit seperti diare. Namun, bukan hanya penyakit pencernaan yang bisa terjadi, air yang tidak bersih dapat mengandung virus yang berakibat serius. Salah satunya polio.
“Juga bisa berakibat timbulnya penyakit disentri, gondokan, kaki gajah, dan lain-lainnya. Semua karena konsumsi air yang tidak layak minum,” kata pakar kesehatan lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Prof dr Umar Fahmi Achmadi MPH PhD. Karena itu, amat penting untuk kita mengetahui ciri air yang layak dikonsumsi.
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan standar air minum yang digunakan di Indonesia berdasarkan Permenkes No492/ MENKES/ PES/ IV/ 2010. Merujuk pada peraturan ini, air layak minum apabila memenuhi persyaratan fisik, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif.
Fisik di antaranya tidak berwarna/jernih, tidak berbau, dan rasa alami. Adapun parameter biologis, yaitu tidak mengandung kuman berbahaya seperti bakteri E Coli dan Coliform. Parameter kimianya yaitu apabila total dissolved solid (TDS) atau kandungan mineral yang terlarut di dalam air lebih kecil dari 500.
Kadar keasaman air yang baik adalah antara 6,5 sampai 8,5. “Air layak minum juga harus bebas zat kimia beracun, tidak mengandung logam berat, tidak mengandung pestisida, dan bahan radioaktif,” kata Dr Ing Ir Agus Maryono, dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada.
Air yang sudah terkontaminasi dengan logam berat, bakteri, atau bahan kimia beracun dapat mengancam kesehatan. “Logam berat ini bisa dideposit di organ tubuh, misalnya Cd (kadmium) di tulang atau ginjal, timbal di gigi, dan beberapa bahan kimia lain yang berisiko menyebabkan endocrine disrupting compound pada sistem hormonal,” sebut Prof Umar.
Pencemaran logam berat maupun zat kimia lain lewat sesuatu yang dikonsumsi masuk ke tubuh manusia dan paling banyak melalui media air ini, bukan tidak mungkin merupakan penyebab tingginya angka hemodialisa atau cuci darah akibat penyakit gagal ginjal kronik.
Namun, lantaran sifat zat kimia yang bercampur dan berjumlah ribuan menyulitkan penelitian lebih lanjut. Dengan begitu, sulit ditentukan hemodialisa disebabkan zat kimia apa. Pencemaran zat kimia dalam air tidak bisa diketahui kecuali jika diperiksa lebih lanjut.
Berbagai dampak dari terpaan zat kimia berbahaya dalam air ini ternyata juga bisa menyebabkan ketidaksuburan atau infertilitas. Prof Umar juga menyebutkan, sumur pompa bekas area persawahan ternyata banyak mengandung mangan.
Akibatnya, jika terakumulasi di tubuh dalam jangka panjang lewat air yang dikonsumsi setiap hari, maka dapat mengancam kesehatan jantung. “Itulah pentingnya memastikan agar air yang dikonsumsi benar-benar higienis, dan memenuhi syarat,” sarannya.
Menurut Prof Umar, kesehatan manusia berbanding lurus dengan penerapan amdal (analisis dampak lingkungan), yaitu sebuah kajian yang digunakan untuk memperkirakan suatu dampak atas sebuah usaha/kegiatan yang diselenggarakan di suatu lingkungan tertentu. “Jadi, lingkungan yang baik dan sehat akan menyediakan hasil yang baik pula untuk makhluk hidup.
Lingkungan sehat, masyarakatnya juga akan sehat, dan beban BPJS bisa berkurang. Jadi kuncinya adalah lingkungan yang sehat,” urai Prof Umar. Lebih jauh, diperkirakan pada tahun 2030, 50% manusia berada dalam kelangkaan air.
Di Pulau Jawa, krisis air akan semakin parah pada 2025 karena terus menurunnya neraca air pada musim kemarau dan tingginya jumlah penduduk. Peringatan Hari Air Sedunia pada tahun ini yang biasa dirayakan setiap tanggal 22 Maret, mengambil tema Solusi Air Berbasis Alami atau Nature Based Solutions for Water.
Diambilnya tema ini guna mengajak masyarakat dunia untuk melestarikan kembali alam agar alam dapat menyediakan air yang baik bagi keberlangsungan makhluk hidup. Hal ini sangatlah krusial mengingat krisis air bersih telah menjadi isu global sejak tahun 2012.
Bahkan, menurut data dari Global Economic Forum 2015, kelangkaan air bersih menjadi krisis nomor satu di dunia. “Bu kan berarti nantinya tidak ada air, tapi yang jadi masalah airnya kotor karena proses purifikasi tidak berjalan,” tutur Agus. (Sri Noviarni)
(nfl)