Stunting Summit Dorong Penurunan Angka Stunting di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Stunting masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Karena itu, guna mendorong penurunan kasus stunting pada balita di Indonesia, pemerintah menggelar Stunting Summit bersama Millennium Challenge Account Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Pada tingkat individu, stunting bisa menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan fisik, kegemukan sehingga rentan mengidap berbagai penyakit termasuk penyakit tidak menular. Ketika dewasa, stunting juga mengakibatkan anak sulit berprestasi.
"Stunting nggak harus di desa terpencil, 33% stunting ada di kota. Pendidikan tinggi juga bisa stunting karena masalahnya salah asuh jadi menyebabkan stunting," tutur Deputi Bidang Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK, dr. Sigit Priohutomo, MPH saat acara Stunting Summit di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Berdasarkan data Riskesdas 2013, stunting di Indonesia masih cukup tinggi yaitu mencapai 37%. Jumlah ini sama dengan sekitar 9 juta balita mengalami stunting. Sementara, di usia produktif, anak dengan stunting memiliki penghasilan 20% lebih rendah dibandingkan anak yang tumbuh optimal.
"5 provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur 51,73%, Sulawesi Barat 48,02%, Nusa Tenggara Barat 45,26%, Kalimantan Selatan 44,24%, Lampung 42,63%," kata Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, Ir. Doddy Izwardy, MA.
Selain itu, stunting juga mempengaruhi tingkat kecerdasan. Di mana lebih banyak anak yang ber-IQ rendah dikalangan anak stunting dibandingkan anak yang tumbuh optimal. Akibat stunting, kerugian negara tercatat mencapai sekitar Rp300 triliun pertahun.
Karena itu stunting menjadi masalah bersama yang harus ditangani segera karena berdampak pada multisektor. Untuk mengatasi stunting, sejumlah kementerian dan lembaga telah menyiapkan anggaran. "Mudah-mudahan dengan adanya Stunting Summit bisa mengatasi stunting di Indonesia," kata Doddy.
Pada tingkat individu, stunting bisa menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan fisik, kegemukan sehingga rentan mengidap berbagai penyakit termasuk penyakit tidak menular. Ketika dewasa, stunting juga mengakibatkan anak sulit berprestasi.
"Stunting nggak harus di desa terpencil, 33% stunting ada di kota. Pendidikan tinggi juga bisa stunting karena masalahnya salah asuh jadi menyebabkan stunting," tutur Deputi Bidang Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK, dr. Sigit Priohutomo, MPH saat acara Stunting Summit di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Berdasarkan data Riskesdas 2013, stunting di Indonesia masih cukup tinggi yaitu mencapai 37%. Jumlah ini sama dengan sekitar 9 juta balita mengalami stunting. Sementara, di usia produktif, anak dengan stunting memiliki penghasilan 20% lebih rendah dibandingkan anak yang tumbuh optimal.
"5 provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur 51,73%, Sulawesi Barat 48,02%, Nusa Tenggara Barat 45,26%, Kalimantan Selatan 44,24%, Lampung 42,63%," kata Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, Ir. Doddy Izwardy, MA.
Selain itu, stunting juga mempengaruhi tingkat kecerdasan. Di mana lebih banyak anak yang ber-IQ rendah dikalangan anak stunting dibandingkan anak yang tumbuh optimal. Akibat stunting, kerugian negara tercatat mencapai sekitar Rp300 triliun pertahun.
Karena itu stunting menjadi masalah bersama yang harus ditangani segera karena berdampak pada multisektor. Untuk mengatasi stunting, sejumlah kementerian dan lembaga telah menyiapkan anggaran. "Mudah-mudahan dengan adanya Stunting Summit bisa mengatasi stunting di Indonesia," kata Doddy.
(alv)