Membuka Hari dengan Tinutuan Asli Manado
A
A
A
SAJIAN bubur manado atau tinutuan tak asing lagi di telinga warga Sulawesi Utara (Sulut). Apalagi makanan khas Manado itu amat mudah ditemukan. Kini, selain tersaji di perkampungan warga, tinutuan juga sudah merambah warung kopi, mal, pasar tradisional atau modern, bahkan restoran hotel. Saking populer dan mudah diperoleh, kalau ditanyakan kepada warga Manado apa menu sarapan mereka, jawaban yang sering mengemuka adalah tinutuan.
Ya, hingga saat ini, tinutuan memang masih menjadi makanan yang paling dicari warga Manado ataupun wisatawan yang datang ke Sulut. Tinutuan merupakan salah satu makanan asal Minahasa yang berisi berbagai macam sayuran dan tidak mengandung daging. Bubur ini biasa disajikan sebagai menu makan pagi dengan berbagai pelengkapnya. Antara lain gorengan, perkedel, dan sambal.
"Kebanyakan orang menyantap tinutuan pada pagi hari sebagai makanan pembuka, sebab menu ini ringan untuk pencernaan," kata Momo, penjual tinutuan di samping kompleks Mesjid Raya Ahmad Yani, Manado, beberapa waktu lalu. Selain menyehatkan, harga bubur ini juga cukup terjangkau. Kisarannya antara Rp8.000- 10.000 per porsi.
Menilik sejarahnya, dalam beberapa catatan tidak disebutkan sejak kapan tinutuan menjadi makanan khas di Manado. Meski demikian, ada yang mengatakan, menu tersebut mulai ramai di perdagangkan di beberapa tempat di sudut Kota Manado sejak era 1970-an. Ada juga yang mengatakan sejak 1981.
Mendapatkan bubur manado di kota asalnya tidak lah sulit karena selain dijual di banyak tempat, pemerintah Kota Manado melalui Dinas Pariwisata pada 2004 telah menjadikan kawasan Wakeke di Kecamatan Wenang, Kota Manado, sebagai lokasi wisata makanan khas tinutuan.
Menurut Siti, seorang penjual tinutuan yang lain, membuat bubur manado ini sangatlah mudah. Bahan-bahannya pun gampang didapat.
"Bahan pembuat tinutuan sangat sederhana dan mudah didapat. Tinutuan merupakan campuran dari berbagai macam sayuran, seperti labu kuning yang juga disebut sambiki, beras, singkong, bayam, kangkung, serta daun gedi. Biasanya menu ini dilengkapi pula dengan jagung dan kemangi. Untuk mengonsumsinya, bisa ditambahkan tahu goreng, perkedel jagung, dan ikan nike," beber Siti.
"Biasanya, wisatawan suka bertanya, apakah bahan bubur manado sama dengan bubur pada umum nya," sambung dia. Tentu tinutuan berbeda dengan jenis bubur nasi lain. "Bubur ini bahannya adalah labu kuning, beras, dan singkong. Kemudian dicampur sayur bayam, kangkung, atau daun gedi yang merupakan bahan khas Manado," tandas Siti.
Seorang konsumen, Said Lamusa, mengaku tidak pernah absen makan bubur Manado. Setiap minggu bisa dua sampai tiga kali dia menyantapnya. "Biasanya paling ramai kalau makan pada akhir pekan seperti Sabtu. Setelah olahraga pagi, langsung berburu tinutuan," katanya.
Menurut Said, setelah makan tinutuan, aktivitas buang air menjadi mudah. Pasalnya, di dalam bubur ini banyak terkandung sayur-sayuran yang segar dan kaya serat. "Pokoknya seperti makanan penetral saja. Sebab, kalau pagi langsung makan nasi, usus terasa berat dan rasanya mengantuk kalau habis makan," pungkasnya.
Ya, hingga saat ini, tinutuan memang masih menjadi makanan yang paling dicari warga Manado ataupun wisatawan yang datang ke Sulut. Tinutuan merupakan salah satu makanan asal Minahasa yang berisi berbagai macam sayuran dan tidak mengandung daging. Bubur ini biasa disajikan sebagai menu makan pagi dengan berbagai pelengkapnya. Antara lain gorengan, perkedel, dan sambal.
"Kebanyakan orang menyantap tinutuan pada pagi hari sebagai makanan pembuka, sebab menu ini ringan untuk pencernaan," kata Momo, penjual tinutuan di samping kompleks Mesjid Raya Ahmad Yani, Manado, beberapa waktu lalu. Selain menyehatkan, harga bubur ini juga cukup terjangkau. Kisarannya antara Rp8.000- 10.000 per porsi.
Menilik sejarahnya, dalam beberapa catatan tidak disebutkan sejak kapan tinutuan menjadi makanan khas di Manado. Meski demikian, ada yang mengatakan, menu tersebut mulai ramai di perdagangkan di beberapa tempat di sudut Kota Manado sejak era 1970-an. Ada juga yang mengatakan sejak 1981.
Mendapatkan bubur manado di kota asalnya tidak lah sulit karena selain dijual di banyak tempat, pemerintah Kota Manado melalui Dinas Pariwisata pada 2004 telah menjadikan kawasan Wakeke di Kecamatan Wenang, Kota Manado, sebagai lokasi wisata makanan khas tinutuan.
Menurut Siti, seorang penjual tinutuan yang lain, membuat bubur manado ini sangatlah mudah. Bahan-bahannya pun gampang didapat.
"Bahan pembuat tinutuan sangat sederhana dan mudah didapat. Tinutuan merupakan campuran dari berbagai macam sayuran, seperti labu kuning yang juga disebut sambiki, beras, singkong, bayam, kangkung, serta daun gedi. Biasanya menu ini dilengkapi pula dengan jagung dan kemangi. Untuk mengonsumsinya, bisa ditambahkan tahu goreng, perkedel jagung, dan ikan nike," beber Siti.
"Biasanya, wisatawan suka bertanya, apakah bahan bubur manado sama dengan bubur pada umum nya," sambung dia. Tentu tinutuan berbeda dengan jenis bubur nasi lain. "Bubur ini bahannya adalah labu kuning, beras, dan singkong. Kemudian dicampur sayur bayam, kangkung, atau daun gedi yang merupakan bahan khas Manado," tandas Siti.
Seorang konsumen, Said Lamusa, mengaku tidak pernah absen makan bubur Manado. Setiap minggu bisa dua sampai tiga kali dia menyantapnya. "Biasanya paling ramai kalau makan pada akhir pekan seperti Sabtu. Setelah olahraga pagi, langsung berburu tinutuan," katanya.
Menurut Said, setelah makan tinutuan, aktivitas buang air menjadi mudah. Pasalnya, di dalam bubur ini banyak terkandung sayur-sayuran yang segar dan kaya serat. "Pokoknya seperti makanan penetral saja. Sebab, kalau pagi langsung makan nasi, usus terasa berat dan rasanya mengantuk kalau habis makan," pungkasnya.
(amm)